Si Teratai Emas Chapter 26

NIC

Dua orang gadis pelayan melayani kedua orang itu makan minum. Setelah kenyang dan cukup panas oleh arak, keduanya bergandengan tangan menuju ke sebuah tempat tidur dan dua orang gadis pelayan itupun meninggalkan kamar, menutupkan daun pintu dari luar dengan sikap sopan. Kedua orang yang sedang dimabuk nafsu berahi itu sama sekali tidak menyangka bahwa Ciu Hwa adalah seorang gadis tujuh belas tahun yang nakal. la membuat lubang pada kertas jendela dengan tusuk kondenya dan melakukan pengintaian ke dalam kamar dengan jantung berdebar. Dengan tubuh gemetar gadis ini menyaksikan segala yang terjadi di dalam kamar itu, walaupun ia hanya melihat bayangan kedua orang itu di balik kelambu tertutup yang diterangi api lilin di atas meja. lapun dapat mendengarkan percakapan mereka kemudian, yang dilakukan dalam bisikan-bisikan mesra.

“Berapakah usiamu sekarang?”

“Dua puluh tiga. Dan berapa usia isterimu yang pertama?” “Dua puluh enam.” “Tiga tahun lebih tua dariku, kalau begitu. Aku akan senang sekali untuk berkunjung padanya dan menghadiahkan beberapa benda yang indah. Akan tetapi barangkali ia tidak sudi berkenalan dengan aku.”

“Jangan takut, ia memiliki watak yang halus dan baik”

“Bagaimana kalau andaikata ia mengetahui hubungan kita ini? Bagaimana akan menghadapinya?”

“Ah, semua isteriku berada di pondok-pondok yang agak jauh dari tembok pagar kebun, mereka takkan melihat sesuatu Hanya isteriku yang ke lima saja tinggal di pondok taman dekat dengan tembok pagar kebun ini. Akan tetapi ia tidak akan mencampuri urusanku.”

“Berapa usia isterimu yang ke lima?” “Sama dengan isteriku pertama.”

“Kalau sekiranya isterimu ke lima tidak menganggap aku terlalu rendah, aku ingin bersahabat dengannya. Besok pagi aku akan mengunjungi ia dan isterimu yang pertama, membawa. dua pasang sandal yang kubuat sendiri.” Nyonya Hua lalu menyerahkan dua penjepit rambutnya yang terbuat daripada emas kepada Shi Men.

“Akan tetapi jangan sampai suamiku melihatnya.” Mereka berenang dalam lautan asmara yang tak kenal puas itu sampai pagi dan pada saat ayam berkokok pertama kali, Shi Men pulang dengan mengambil jalan seperti ketika dia datang. Dia sudah membuat perjanjian dengan Nyonya Hua tentang pertemuan mereka di masa mendatang, dengan isyarat menggantungkan kain di atas pagar tembok yang menunjukkan bahwa suami nyonya itu tidak berada di rumah dan Shi Men boleh datang menggantikannya. Setelah melompati pagar tembok dengan bantuan tangga dan bangku, Shi Men memasuki pondok Kim Lian yang masih berada di tempat tidurnya. Melihat kunjungan suaminya di pagi buta itu, ia bertanya.

“Ke mana saja engkau semalam ini?”

“Pergi ke rumah pelesir Bibi Wu bersama saudara Hua, aku hanya memenuhi permintaannya untuk menemaninya.” Kim Lian percaya padanya walaupun ada sedikit keraguan di dalam hatinya. Beberapa hari kemudian, pada suatu sore, ketika Kim Lian bersama Yu Lok duduk menjahit di taman, mereka melihat sehelai kain bergantung dari balik pagar tembok! Sore itu hawanya agak panas maka kedua orang wanita muda ini menjahit di luar pondok dan kebetulan mereka melihat tanda rahasia di atas pagar tembok itu, Yu Lok terkejut dan Kim Lian melihat wajah seseorang menjenguk dari atas pagar tembok lalu lenyap lagi di balik tembok. la menyentuh madunya.

“Sam-Ci (Kakak ke tiga),” katanya lirih. “Bukankah di balik pagar tembok itu termasuk kebun milik tetangga kita Hua? Dan wajah orang yang menjenguk tadi jelas wajah Nenek Bi. Apakah ia hanya ingin melihat taman bunga kita?”

Karena hatinya sudah merasa curiga, malam itu Kim Lian diam-diam mengamati gerak gerik Shi Men. Hanya sebentar saja Shi Men mengunjunginya malam itu, bahkan menolak ketika disuguhi makanan dan minuman. Oleh karena itu, ketika Shi Men pergi meninggalkan pondoknya malam itu, Kim Lian membayanginya dari jauh. Maka iapun melihat betapa Shi Men menggunakan bangku dan tangga untuk melompati tembok pagar. Kim Lian kembali ke pondoknya, dan sampai lama ia berjalan-jalan hilir mudik di dalam kamarnya termenung dan semalam itu ia tidak dapat pulas. Ketika pada keesokan harinya pagi- pagi sekali Shi Men memasuki pondoknya dan duduk di pembaringan, Kim Lian menjewer telinganya.

“Hemm, suami mata keranjang. dan tidak setia. Mengaku sajalah di mana kau semalam pergi? Tak perlu menyangkal. Aku sudah mengetahui semua permainanmu. Kemarin sore, ketika aku menjahit di luar bersama Yu Lok, aku melihat tanda rahasia yang mereka berikan kepadamu. Nah, kiranya engkau bermain gila dengan nyonya sebelah, ya? Katakan sudah berapa kali engkau bermain gila dengannya? Kalau kau mengaku sejujurnya, aku akan diam saja. Akan tetapi kalau tidak, aku akan bikin ribut sampai semua orang tahu dan juga tuan muda Hua akan mendengarnya!” Sekali ini Shi Men tak berdaya dan tahulah dia bahwa dia telah tertangkap basah. Jalan satu-satunya hanyalah merangkul isterinya yang ke lima itu dan membujuknya.

“Kekasihku, aku minta padamu, jangan bikin ribut. Aku akan mengakui seluruhnya kepadamu!” Dan diapun menambahkan, “Juga, ia akan segera datang berkunjung kepadamu dan kepada isteriku pertama, dan akan menyerahkan hadiah sandal yang dibuatnya sendiri. la ingin sekali bersahabat baik denganmu.”

“Huh, siapa yang membutuhkan itu? Ia berpura-pura baik hanya agar aku membiarkan ia mencuri pinjam suamiku. Hayo katakan, berapa kali engkau sudah bermain gila dengannya?” Shi Men tertawa.

“Aih, kekasihku yang manis, jangan siksa aku dengan pertanyaan-pertanyaanmu seperti hakim. Besok ia akan datang memberi hormat padamu dan Goat Toanio, dan sementara ini ia mengirimkan hadiah yang amat indah ini kepadamu.'“ Shi Men membuka topinya dan mengambil dua jepitan rambut yang amat indah itu. Terbuat daripada emas, dengan ukiran dan permata indah menggambarkan kura-kura biru, lambang panjang usia. Dahulu, pembesar Thaikam tinggi, Paman suami nyonya itu, memakai penjepit rambut ini di istana.

“Bagaimana, manis, tidak senangkah engkau dengan hadiah ini?” tanya Shi Men. Kim Lian merasa girang sekali karena memang benda itu merupakan benda yang amat indah dan langka.

“Baiklah, aku tidak akan ribut. Bahkan sebaliknya, aku akan membantumu demi kelancaran hubunganmu itu. Bagaimana pendapatmu?”

“Aih, engkau memang isteriku yang manis sekali!” Shi Men menciumnya dengan girang bukan main. “Dengarlah, wanita di sebelah itu bukan mencintaku karena suatu perhitungan, melainkan ia jatuh cinta benar-benar kepadaku sejak pertemuan pertama. Dan untukmu, besok akan kubelikan pakaian baru yang amat indah.”

“Hemm, siapa bisa mempercayai lidahmu yang tak bertulang? Sebaiknya engkau menjanjikan tiga hal kepadaku sebagai hadiahku tutup mulut.”

“Aku akan menjanjikan apa saja yang kau kehendaki.”

“Nah, pertama-tama engkau harus menjauhkan diri dari rumah-rumah pelesiran. Ke dua, engkau harus menuruti semua permintaanku. Ke tiga, setiap kali engkau mengunjungi Nyonya Hua, engkau akan menceritakan segalanya kepadaku dan jangan merahasiakan sesuatu. Maukah engkau berjanji? “Aku berjanji, dengan senang hati” Mulai saat itu, setiap kali habis mengunjungi Nyonya Hua, pada keesokan harinya Shi Men menceritakan segalanya kepada Kim Lian. Bukan hanya apa yang dimakan dan diminumnya di rumah sebelah itu, akan tetapi juga dia bercerita tentang indahnya tubuh Nyonya Hua, betapa halus lembut dan hangat kulitnya dan betapa besar gairahnya.

Dia bercerita kepada Kim Lian akan segala hal yang terjadi sampai mendetail, menjawab apapun yang ditanyakan Kim Lian. Seringkali Shi Men membawa barang-barang yang indah dan langka dari tetangga sebelah. Pada suatu pagi, dia pulang membawa segulung kain lukisan yang amat indah. Dilukis oleh pelukis istana yang kenamaan dan benda itu dahulu dibawa oleh Thaikam tua Hua, dari harem istana. Lukisan itu menggambarkan dua puluh empat adegan sanggama yang amat erotis, namun dilukis demikian indahnya seolah-olah hidup. Kim Lian mengamati gambar-gambar itu dengan muka merah dan memandang gambar itu saja sudah membangkitkan berahinya, la lalu menggulung gambar itu, memberikan kepada Cun Bwe untuk disimpan, seolah-olah gambar itu miliknya sendiri.

“Aku harus mengembalikannya dalam dua hari,” kata Shi Men. “Gambar itu hanya kupinjam untuk kuperlihatkan padamu.”

“Takkan kuberikan,” kata Kim Lian, “Aku ngin mengamatinya setiap hari.” Beberapa kali Shi Men memintanya, namun dengan berani Kim Lian mempertahankan.

“Baiklah, kau lihat gambar itu sepuasmu. Masih banyak lagi barang yang lebih indah dimiliki wanita itu, dan sekali waktu akan kuperlihatkan pula kepadamu.”

“Nah, kalau begitu, kupinjam beberapa hari sebelum dikembalikan,” kata Kim Lian dengan girang dan puas, lalu merekapun seperti biasa, tenggelam ke dalam kemesraan yang panas membara oleh nafsu berahi. Rahasia perhubungan antara Shi Men dan Nyonya Hua itu dipergunakan oleh Kim Lian sebaik- baiknya untuk menguasai Shi Men. Dan agaknya Shi Men kini tunduk benar kepada isterinya yang ke lima ini. Apapun yang dikehendaki Kim Lian, diturutinya belaka, bahkan dia kelihatan semakin sayang kepada Kim Lian, Wanita ini memang cerdik sekali. la membiarkan suaminya bermain gila dengan wanita lain, untuk memperoleh pengaruh dan kasih sayang yang lebih besar. la melepaskan sesuatu untuk memperoleh lain yang lebih menguntungkan. Pada sore hari ini Shi Men datang menemui Goat Toanio dengan wajah tegang sekali.

Posting Komentar