"Kie-hong! Aku harap kau membuat keputusan ini dengan sebuah pertimbangan yang matang, bukan hanya sebuah keputusan yang gegabah" "Tenang saja! aku bukan orang yang gegabah dan terburu buru melakukan sesuatu" "Baik! kalau begitu kita berdua sudah sepakat.
Kau mendapatkan informasi berita yang ingin kau ketahui, aku bisa mengerti misteri yang ingin aku mengerti....sekarang ini pertama-tama marilah kita berdua membicarakan tentang kopor kulit kuning.
Barang itu sudah diserahkan oleh Leng Souw-hiang pada Bu Tiat-cui untuk dijagakan.
Apa betul ?"?" "Tidak pernah terjadi hal yang seperti itu" "Oh..?" "Pada waktu itu Cu Siau-thian memberikan sebuah surat perintah pada Leng Souw-hiang.
Dia berpesan padanya agar surat itu dibuka dan dibaca hanya pada waktu situasi sedang sulit.
Ketika kau sudah memotong tangannya, dia terpikirkan tentang surat ini.
segera dia membuka dan membaca isinya, setelah itu dia menyuruhku untuk pergi ke gang San-poa...." "Kau mengatakan bahwa Leng Taiya sebe-narnya tidak mengetahui apapun tentang kopor kulit berwarna kuning itu.
Bahwa dia sebenarnya hanya menjalankan perintah yang tertulis didalam surat....?" "Betul" "Kalau begitu sebenarnya siapa Bu Tiat-cui juga dia mungkin tidak tahu?" "Betul" "Apakah Cu Siau-thian masih memberikan surat perintah serupa pada orang lain?" "Semua orang diberinya! Tan Po-hai, Oey Souw juga masing-masing mendapatkannya" "Sungguh sebuah berita yang membuat hatiku menjadi tenang..." Wie Kie-hong merasa heran.
Dia bertanya: "Mengapa berita ini membuatmu begitu gembira?" "Karena berita ini tidak pernah kita dengar sebelumnya." "Sekarang kita sudah bisa membicarakan tentang keberadaan ayahku" Tiba-tiba saja raut wajah Thiat-yan berubah.
Dia lalu berkata dengan nada rendah: "Sebelum aku memberitahum berita yang ingin kau ketahui, kau harus berjanji satu hal padaku.
Kau tidak boleh emosi dan kau pun tidak boleh berharap terlalu banyak.
Kenyataan dari sebuah harapan sering diluar dugaan seseorang, kalau terjadi seperti itu, harapan terlalu tinggi bisa membuatmu susah" "Bagaimanapun hasilnya bagiku tetap sama saja.
yang paling penting adalah kenyataan yang sesungguhnya, aku hanya ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi" "Sejauh pengetahuanku, ayahmu masih hidup dalam dunia ini, dia belum mati...." Wie Kie-hong tampak sangat tenang, melihat hal ini, sebaliknya Thiat-yan yang merasa tidak enak hati.
Kata-kata yang akan diucapkan selanjutnya bukanlah sebuah berita baik yang pantas ditanggapi dengan tenang seperti ini.
Betul saja, setelah berdiam diri beberapa lama dia melanjutkan kata katanya, "Hanya saja sepertinya hidupnya lebih men-derita dibandingkan kematian" "Mengapa demikian?" tiba-tiba Wie Kie-hong terloncatdari tempat duduknya.
"Karena saat ini dia sedang dipaksa oleh seseorang.
Dia mirip seperti setan kelaparan, tidak berbeda dengan sebuah mayat hidup.
Dia tidak bisa melakukan apa pun sesuai dengan keinginannya sendiri...
Dalam sekejap saja Wie Kie-hong yang tadinya tampak sangat tenang sekarang berubah mirip orang gila yang kesurupan.
Dengan nada menyesal dia bertanya: "Siapa orang yang sudah menekan ayahku" Cepat katakan!" "Aku tadi sudah berkata padamu, mengapa sekarang kau jadi emosi seperti ini" bukankah kau tadi mengatakan kau bukanlah orang yang mudah menjadi emosi?" "Thiat-yan! kau tidak perlu berbelit-belit seperti ini.
aku memohon agar kau cepat memberitahu, siapa orang yang menekan ayahku?" "Sekarang ini aku tidak dapat memberitahu" "Mengapa?" "Karena kau pasti tidak akan percaya" "Aku sudah berkali-kali menunjukkan padamu, sekarang aku kemari bertanya padamu, aku pasti akan percaya pada jawabanmu" "Meski kau sungguh percaya omonganku tanpa curiga sedikitpun, aku juga tidak akan memberitahu- kannya padamu...." Emosi Wie Kie-hong semakin meluap, saking emosinya sampai berteriak padanya: "Dulu kau takut aku tidak percaya, sekarang kau takut aku percaya! sebenarnya dalam situasi apa kau baru mau memberitahu berita itu padaku?" "Paling baik kau setengah percaya setengah tidak percaya padaku" "Aku sungguh tidak mengerti...." "Kau dengarlah kata-kataku.
Kalau kau tidak percaya padaku, apapun yang aku katakan akan sia sia.
Kalau kau sangat percaya padaku, kau pasti akan segera mencari orang ini dan turun tangan, tentu saja ini akan menjadi masalah.
Kalau kau setengah percaya setengah tidak percaya, ini sebuah perbedaan yang besar.
Kau perlahan-lahan akan mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi.
Kau akan mempelajari kejadian yang sesungguhnya dengan hati-hati.
Tentu saja pada akhirnya kau pun akan berhasil membongkar semua misteri ini, hanya saja kau tidak akan salah bertindak dan membuat masalah yang lebih besar." Walaupun argumentasi Thiat-yan sangat bertele tele, namun masuk akal.
Wie Kie-hong sudah tidak emosi seperti tadi, sekarang dia sudah lebih tenang.
Dia lalu berkata: "Aku mengerti apa yang kau ingin katakan.
Kalau aku berjanji tidak akan bertindak dengan gegabah, dan berhati hati dalam menyelidiki kata-katamu, apakah kau akan memberitahuku?" "Persetujuanmu bukanlah suatu hal yang menentukan, masalahnya adalah apakah kau mampu menghadapi masalah ini dengan hati tenang" "Aku percaya aku bisa melakukannya" "Masih ada satu masalah lagi.
Apakah kau bisa berjanji sebelum masalah ini selesai kau tidak memberitahukan tentang hal ini pada siapapun?" "Boleh" "Kalau begitu aku akan memberitahumu.
Orang itu adalah Cu Siau-thian" "Cu Siau-thian " apakah benar Cu Siau-thian adalah orang yang selama ini sudah menekan ayahnya Wie Kie-hong yang bernama Wie Ceng?" Pada saat ini perasaan Wie Kie-hong bercampur aduk seperti ketika seseorang ditengah jalan melihat seseorang merangkak dan lalu menggigit seekor anjing.
Bukan anjing yang menggigit orang, tapi orang yang menggigit anjing.
Siapapun yang melihat hal ini pasti pertama-tama akan mengira kalau dia salah melihat.
Sekarang ini Wie Kie-hong merasa bahwa dia sudah salah mendengar.
"Kau tidak percaya?" "Bukan tidak percaya, hanya sulit percaya" "Sikapmu sungguh membuat hatiku tenang.
Setengah percaya dan setengah tidak percaya.
Kau perlahan-lahan akan...." "Aku ingin bertanya satu hal lagi padamu.
Apakah ayahku ada didalam kota?" "Ada" Thiat-yan menjawab dengan sangat yakin.
"Dimana?" "Didalam genggaman tangan Cu Taiya" "Apakah selama bertahun-tahun ini ayahku tidak mendapat kesempatan bebas?" "Sangat sulit, karena kemampuan Cu Siau-thian untuk mengendalikan orang lain luar biasa hebat, orang orang seperti Tu Liong, Leng Taiya, Hui Ci-hong, Tan Po-hai, bukankah semuanya berada dalam genggaman tangannya?" Kata-kata yang diucapkan Thiat-yan sangat dalam, Wie Kiehong diam-diam merasa terkejut.
"Kie-hong ! Cu Siau-thian bukan orang yang mudah dihadapi.
Ini adalah kata-kata terakhir yang bisa aku sampaikan untukmu...." "Ada satu hal yang ingin aku beritahu padamu.
Boh Tanping adalah adik angkat Cu Siau-thian, kau tidak boleh terlalu percaya padanya" Wie Kie-hong berharap untuk melihat Thiat-yan yang terkejut, tapi ternyata Thiat-yan malah tertawa.
Tawanya terdengar sangat lembut.
"Urusan yang kau ketahui sebenarnya tidak sedikit" "Kau tampaknya tidak terkejut mendengar berita ini" "Aku sama sekali tidak merasa kaget" "Kenapa?" "Karena aku sudah lama tahu" "Kau sudah tahu Boh Tan-ping adalah adik angkat Cu Siauthian.
Apa kau mengira bahwa dia pernah menjadi adik angkatnya, tapi tidak mengira bahwa sampai sekarang pun masih menjadi adik angkat.
Nona Thiat-yan ! sampai sekarangpun Boh Tan-ping masih berhubungan dengan Cu Siau-thian.
Apakah kau tahu tentang hal itu ?"?" "Tentu saja aku tahu" Sekarang keadaannya berbalik.
yang terkejut adalah Wie Kie-hong...
"Kau sudah jelas sekali tahu tapi pura-pura tidak tahu" Ataukah hubungan diam-diam antara Boh Tan-ping dan Cu Siau-thian juga sudah direncanakan olehmu?" Thiat-yan tertawa dan berkata: "Urusan ini tergantung dari kepintaranmu untuk menilai" Walaupun percakapan kali ini tidak menghasilkan sebuah keputusan yang jelas, namun jelas percakapan ini sudah mencairkan rasa permusuhan diantara mereka berdua.
Bagi Wie Kie-hong, dia banyak belajar dari Thiat-yan.
Ayahnya masih hidup....ini adalah kabar besar yang sangat baik.
Walaupun Wie Ceng hidupnya lebih menderita daripada mati, tapi bagi anaknya hal ini jauh berbeda.
Apakah kata-kata Thiat-yan dapat dipercaya" Jawabannya sudah pasti.
Caranya yang unik dalam menyampaikan berita ini memberikan kesan yang berbeda bagi Wie Kie-hong.
Thiatyan bukan orang yang lain dimulut lain di hati, bukanlah seseorang yang berhati picik Ketika berjalan pulang, tiba-tiba Wie Kie-hong terpikir tentang muslihat Cu Siau-thian yang membagikan surat perintah bagi setiap orang.
Dia memiliki sebuah pemikiran untuk mengetahui semua isi surat perintah rahasia yang sudah diedarkan.
Sekarang dia memutuskan untuk membongkar semuanya.
Hui Ci-hong sudah mati, orang yang tersisa hanyalah Tan Po-hai dan Oey Souw.
Wie Kie-hong memutuskan untuk pergi menjumpai Tan Po-hai.
0-0-0
Saat Wie Kie-hong tiba, Tan Po-hai bukan sedang memainkan alat musiknya.
Dia sedang bermain catur melihat kedatangan Wie Kie-hong, dia menghentikan permainannya.
"Paman Tan! apakah luka anda sudah lebih baik?" "Sudah jauh lebih baik!" Mendengar dari nada suara dan cara bicara Tan Po-hai, sepertinya kehilangan kedua daun telinga bukanlah sebuah urusan yang sangat besar baginya.
"Bagaimana keadaan Leng Taiya?" "Beliau juga baik-baik saja" Wie Kie-hong berbicara dengan sangat sopan.
Mendadak dia menurunkan suaranya: "Gihu sudah mengutusku kemari untuk menanyakan tentang satu hal padamu" Setelah mengatakan hal ini, dalam hatinya Wie Kie-hong merasa sedikit gugup.
Ini adalah pertama kalinya dia berkata bohong.
Namun kalau tidak berbohong, dia takut Tan Po-hai tidak akan mengata-kan keadaan yang sebenarnya.
"Masalah apa?" Tampaknya Tan Po-hai sama sekali tidak memperhatikan perubahan emosi Wie Kie-hong.
"Setelah kalian mencelakai Tiat Liong-san, Cu Taiya sudah membagikan surat perintah rahasia.
Masing-masing diantara anda semua mendapatkan sebuah.
Kalau situasi menjadi rumit dan sulit, anda diharapkan membuka surat itu dan melakukan apa yang sudah tertulis didalamnya.
Tentunya paman belum melupakan tentang hal ini?" "Tentu saja aku tidak mungkin lupa" "Apakah paman sudah melihat surat ini?" "Tentu saja aku sudah melihatnya" "Gihu ingin tahu apa isi dari surat yang diberikan pada anda" Tan Po-hai tertegun "Gihu sudah berpesan padaku.
Apakah akan mengatakan ataupun tidak, itulah keputusan yang akan dibuat Paman.
Aku sama sekali tidak boleh memaksa" "Sebenarnya tidak ada hal yang aneh dari isi surat yang diberikan padaku.
Di atas surat itu hanya tertulis beberapa huruf saja ........orang yang bodoh akan selamat, ini sesuai dengan apa yang aku inginkan sekarang, kau lihat, bukankah aku sekarang sudah baik-baik saja?" Wie Kie-hong merasa seperti balon bocor yang kempis dan kehilangan udara.
Kata-kata yang tertulis itu tidak mengandung banyak arti.
Kali ini sepertinya dia sudah datang sia-sia.