Rajawali Lembah Huai Chapter 24

NIC

Ketika Goan Ciang melarikan diri, menyelinap ke sana-sini, di antara rumah-rumah, ke sana bertemu penjaga dan ke sinipun bertemu prajurit sampai dia terengah-engah kebingungan karena pengejaran semakin rapat, tiba-tiba dia melihat serombongan orang mengiringkan sebuah joli yang dipanggul oleh empat orang. Rombongan itu terdiri dari enam orang wanita dan enam orang pria, yang berjalan di belakang joli yang tertutup tirai merah.

Goan Ciang mendapat akal. Cepat dia lari ke rombongan itu dan menyusup ke tengah-tengah di antara enam orang pria dan enam orang wanita. Dua belas orang itu memandang dan nampak marah, akan tetapi dari dalam joli terdengara suara lembut seorang wanita.

“Sipa kau dan mau apa?”

“Aku mohon bantuan kalian untuk dibolehkan bersembunyi dalam rombongan ini, aku dikejar-kejar pasukan keamanan!”

“Kenapa?”

Tidak ada gunanya berbohong. Untung-untungan, pikirnya. Kalau orang ini seperti Yo Ci, menjadi antek pemerintah, tentu dia akan dikeroyok, akan tetapi kalau sebaliknya, mungkin dia akan dibantu.

“Aku telah membunuh seorang perwira.”

Dua belas orang itu mengeluarkan seruan tertahan dan suara dalam joli berkata. “Ah, kiranya engkau yang menggegerkan kota itu? Nah, engkau bersembunyilah ke sini, di dalam joli.

Turunkan joli!” perintahnya kepada para penggotongnya. Empat orang penggotong dan dua belas orang pengikut itu menjadi terheran-heran ketika nona mereka membuka tirai merah joli itu dan memberi isarata kepada Goan Ciang untuk memasuki joli! Joli itu kecil saja, kalau ditumpangi dua orang tentu akan berhimpitan! Akan tetapi karena yang menyuruhnya adalah pemilik joli, dan dia tidak melihat tempat lain yang lebih baik untuk bersembunyi, diapun masuk ke dalam joli.

“Hayo, jalan kembali, tenang dan biasa saja, jangan panik,” kata wanita itu kepada para penggotong dan para pengikutnya. Joli digotong lagi dan perjalanan dilanjutkan.

Cu Goan Ciang juga terkejut dan mukanya terasa panas, tentu berwarna merah sekali ketika dia melihat bahwa yang menyuruh dia masuk ke joli yang kini duduk di sebelahnya, bahkan duduk berhimpitan karena joli itu terlalu kecil untuk mereka berdua, adalah seorang gadis yang cantik manis berusia kurang lebih delapan belas tahun! Gadis itu berwajah bulat telur, sepasang matanya lebar dan jeli, senyumnya wajar dan pakaiannya dari sutera halus namun riasan mukanya sederhana saja. Biarpun demikian, kesederhanaan itu justeru membuat kecantikannya semakin menonjol. Keharuman yang lembut membuai Goan Ciang, dan dia dapat merasakan kehangatan dan kelembutan tubuh gadis itu yang duduk berhimpitan dengan dia, beradu sisi pinggul dan paha. Selama hidupnya, belum pernah dia berdekatan dan akrab dengan wanita dan sekali ini, dia duduk berhimpitan seperti itu. Tentu saja jantungnya berdebar aneh dan dia seperti seekor tikus di sudut yang dihadapi kucing. Tidak berani bergerak, bahkan kalau mungkin dia akan menghentikan pernapasannya.

Rombongan itu menuju ke pintu gerbang timur. Di tengah perjalanan, seregu prajurit menghentikan rombongan itu. “Berhenti!” terdengar bentakan perwira regu itu. “Kami bertugas menyelidiki setiap orang yang lewat di sini.” Tentu saja Cu Goan Ciang merasa tegang. Celaka, pikirnya, pasti dia akan ditangkap. Yang membuat dia menyesal adalah bahwa gadis dalam joli yang berusaha menolongnya ini akan terbawa-bawa. Maka, diapun membuat gerakan hendak meloncat keluar, akan tetapi tiba-tiba telapak tangan yang lunak dan hangat memegang pergelangan tangannya. Ketika dia menoleh ke kiri, hampir saja hidungnya menyentuh pipi gadis itu saking dekatnya mereka berhimpitan. Gadis itu menggeleng kepala perlahan sambil tersenyum. Senyum itu! Pandang mata itu! Goan Ciang menunduk, akan tetapi biarpun dia tidak jadi meloncat keluar, seluruh urat syaraf di tubuhnya menegang, siap melawan kalau sampai ketahuan dan akan ditangkap.

“Ciangkun, kami mengantar nona untuk ke luar kota,” seorang di antara pengawal rombongan joli itu memberi keterangan kepada kepala regu prajurit.

“Kami harus memeriksa dengan ketat, karena ada seorang buruan melarikan diri!” jawab perwira itu yang agaknya mengenal rombongan.

Gadis itu menguak tirai di sudut depannya dan menjenguk keluar. Ia tersenyum manis kepada perwira itu dan suaranya terdengar halus, namun bernada teguran, “Ciangkun yang gagah, apakah Ciangkun sudah mulai tidak percaya dan mencurigai kami dari Jang-kiang-pang?”

Melihat nona itu, si perwira cepat memberi hormat, “Aih, kiranya Kim Siocia (Nona Kim) sendiri yang berada dalam joli. Harap maafkan kami karena kami bertugas untuk mencari seorang pelarian!”

Gadis itu hanya kelihatan kepalanya terjulur keluar dari tirai joli, mengangguk-angguk. “Aku sudah mendengara akan keributan itu. Bukankah yang kaucari itu orang yang telah membunuh Bhong-Ciangkun? Betapa beraninya orang itu! Akan tetapi kenapa engkau menghentikan rombongan kami, Ciangkun? Apa kaukira pembunuh itu berada di dalam joliku yang kecil ini?”

“Aku tidak sebodoh itu, siocia! Akan tetapi, kami hanya ingin melihat, siapa tahu pembunuh itu menyusup di antara para pengiring siocia.”

“Hemm, kalau begitu periksalah semua anak buahku. Kalau atasanmu mendengar bahwa engkau mencurigai kami, tentu dia akan merasa tidak senang, dan ketua kami akan marah dan penasaran, lalu melapor kepada atasanmu.”

Wajah perwira itu berubah. Dia sudah melihat bahwa di antara enam orang pengawal pria dan empat orang laki-laki pemanggul joli, tidak terdapat pembunuh yang dicarinya.

“Maafkan kami, Kim Siocia. Kami hanya melaksanakan tugas dan sama sekali tidak bermaksud mencurigai nona. Nah, silahkan rombongan nona melanjutkan perjalanan.”

Dengan sikap seperti orang marah gadis itu menutupkan tirai joli dan membentak rombongannya untuk melanjutkan perjalanan. Joli dipanggul lagi dan rombongan itu melanjutkan perjalanan.

“Terima kasih,” Goan Ciang berbisik. Dia hanya cukup menoleh saja untuk mendekatkan mulutnya ke telinga gadis itu.

“Belum waktunya berterima kasih, kita masih belum keluar dari kota,” gadis itu berbisik kembali. Benar saja. Di pintu gerbang, kembali rombongan itu dihentikan oleh para penjaga. Akan tetapi, gadis itu dapat pula mengatasi dengan sikapnya yang galak dan menantang akan melaporkan kepada panglima sehingga kepala penjaga menjadi takut dan membiarkan rombongan itu lewat, apa lagi karena mereka tidak melihat adanya pelarian itu di antara para pengiringnya. Gadis itu agaknya dikenal semua prajurit keamanan dan hal ini tidaklah mengherankan. Perkumpulang Jang-kiang-pang (Perkumpulang Sungai Panjang) merupakan perkumpulan yang amat terkenal. Para pemimpinnya memiliki hubungan dekat dengan para pejabat tinggi di Wu-han. Dan gadis cantik itu merupakan orang ke dua dari pimpinan perkumpulan itu karena ia adalah adik seperguruan sang ketua.

Setelah rombongan itu berhasil keluar dari pintu gerbang dengan selamat, bahkan sudah jauh dari kota Wu-han, di dekat sebuah bukit, gadis itu menyuruh rombongannya berhenti. Joli diturunkan dan Cu Goan Ciang keluar dari dalam joli, diikuti gadis itu. Kini mereka berdiri berhadapan dan baru dapat saling pandang dengan jelas, tidak seperti di dalam joli tadi walaupun saling berhimpitan, mereka merasa sungkan untuk saling bertatap muka karena terlalu dekat. Setelah kini keduanya turun dan berdiri berhadapan, barulah Goan Ciang melihat kenyataan betapa cantik manisnya gadis itu, terutama matanya yang jeli dan memancarkan kecerdikan. Tubuhnya ramping padat dan agak tinggi bagi seorang wanita. Di lain pihak, gadis itupun baru sekarang dapat melihat dengan jelas betapa gagah dan anggunnya pemuda yang ditolongnya itu. Seorang pemuda yang masih muda, baru dua puluh tahun usianya, namun pembawaannya sudah masak dan dewasa, dengan tubuh tinggi tegap, tegak dan anggun berwibawa, bagaikan seekor burung rajawali yang gagah perkasa. Beberapa lamanya mereka berdiri saling berpandangan tanpa mengeluarkan kata-kata. Hanya pandang mata mereka saja saling mengagumi.

Akhirnya Goan Ciang merasa betapa janggalnya sikap mereka, saling pandang seperti itu tanpa bicara. Dia lalu mengangkat kedua tangan depan dada memberi hormat kepada gadis itu. “Aku Cu Goan Ciang telah berhutang budi dan nyawa kepadamu, nona. Aku tidak akan melupakan budi kebaikan nona dan amat berterima kasih kepadamu. Kalau boleh aku mengetahui, siapakah nama nona dan apakah nona seorang pemimpin dari sebuah perkumpulan besar maka begitu dihormati oleh para prajurit penjaga keamanan?”

Melihat sikap Goan Ciang yang sopan, bicaranya yang lantang dan tegas, gadis itu tersenyum. Iapun mengangkat kedua tangan depan dada untuk membalas penghormatan itu. “Cu- enghiong tidak perlu berterima kasih. Sudah sepantasnya kalau kita saling membantu, apa lagi mengingat bahwa engkau seorang gagah yang berani menentang seorang perwira yang bertindak sewenang-wenang. Kami sudah mendengar akan semua sepak terjangmu yang membela kepentingan para pekerja kasar di bandar. Engkau membela para pekerja kasar yang diperlakukan tidak adil oleh Yo Ci, bahkan engkau telah membunuh Bhong-Ciangkun, penguasa bandar di Wu-han. Kami kagum kepadamu dan sudah selayaknya kalau kami membantumu ketika engkau dikejar-kejar.”

“Nona terlalu memuji. Akan tetapi, engkau belum memperkenalkan diri, nona.”

Posting Komentar