Bahkan dia juga menceritakan kejadian yang dialaminya di dalam rumah Hui Taiya ketika dia bertanya pada Cong Congkoan.
Tu Liong mendengarkan dengan sangat serius "Coba kau pikir.
Seseorang yang sudah kehilangan penglihatannya, seorang tua yang sudah menderita luka yang sangat parah, lalu ingin menggantung diri...
pasti ini adalah hal yang sulit dilakukan" "Siapa pelaku kejahatannya?" Tu Liong mengajukan pertanyaan yang baru "Sulit dikatakan" "Kie-hong, kalau kau ingin mengatakan sesuatu, katakanlah....sepertinya pelaku kejahatan ini sudah ada dalam pikiranmu...." "Siapa?" "Hanya Cu Taiya seorang yang mungkin terlibat didalamnya" "Tu toako, aku juga pernah memikirkan kemungkinan masalah ini, tapi aku tidak berani mengatakannya.
Aku juga tidak berani untuk berpikir terus" "Mengapa?" "Karena ...
ini seperti sangat tidak mungkin.
Memikirkan kembali pada tahun tahun itu, mereka beberapa orang tua itu semuanya bersahabat sangat karib.
Mereka menjalin hubungan yang sangat harmonis.
Hui Taiya mendapat luka, kedua matanya sudah tidak dapat melihat....mana mungkin Cu Taiya pada waktu sulit seperti ini...." "Tujuan seorang pembunuh tidak selalu ingin lawannya mati, ada banyak orang yang membunuh orang lain agar dirinya bisa terus hidup....
Kie- hong, kau sudah mengambil tindakan yang tepat memberitahuku.
Kau tenang saja, aku bisa membeda-kan mana yang baik dan mana yang buruk, yang mana yang benar dan yang mana yang salah." Wie Kie-hong tidak tahu bagaimana cara melanjutkan katakatanya, dia hanya bisa terdiam melihat lawan bicaranya.
"Bagaimana pembicaraanmu dengan Thiat-yan?" "Dia mengatakan kalau ayahku masih hidup" "Wah itu berita yang bagus" "Tapi....tapi...." "Mengapa kau tidak langsung mengatakan padaku?" "Katanya ayahku saat ini sedang dipaksa orang, dia tidak lebih dari sekedar mayat hidup, walaupun masih hidup tapi seperti mati...." "Siapa yang sudah berbuat begitu?" "Katanya orang itu Cu Siau-thian" "Oh...?" kali ini Tu Liong yang merasa kaget "Kau tadi mengatakan Cu Siau-thian adalah orang satu-satunya yang terlibat.
Tapi menurutku sepertinya tidak demikian, kalau memang diam-diam ada orang yang seperti ini, dia pasti akan mengerti semua urusan seperti membalik telapak tangannya sendiri.
Dia menggunakan kesempatan membunuh Hui Taiya agar beberapa orang yang mengetahui keadaan didalamnya jadi mencurigai Cu Taiya.
Sehingga dia menjadi target kecurigaan semua orang, ini juga sebuah kemungkinan" "Kie-hong, terima kasih kau sudah membuatku sadar, sudah berdiri di posisiku.
Aku berharap pertimbanganmu bisa menjadi kenyataan.
Sekarang, aku ingin kembali pada Cu Taiya dan membuat suatu perundingan yang menentukan.
Mungkin saja...." "Apakah kau tidak merasa itu hal yang berbahaya?" "Aku tahu, jika dia bisa membunuh sahabat karibnya sendiri, pasti dia juga bisa membunuhku" "Kalau ternyata dugaan yang kita buat bersama tidak tepat, bukankah ini akan menyakitkan hati Cu Taiya?" "Kie-hong, hatimu sungguh sangat mulia.
Aku pasti akan mencari kesempatan yang tepat untuk membicarakannya, kau tenang saja" Wie Kie-hong tentu saja tidak dapat berkata lebih banyak lagi.
kedua orang itu pun berpisah.
Baru saja dia berjalan beberapa langkah jauhnya, tiba-tiba Hiong-ki muncul dihadapannya.
Sekarang Wie Kie-hong juga sudah membuat sebuah dugaan.
Dia tahu kemunculan Hiong-ki bukan hanya kebetulan saja, raut wajahnya tampak sangat datar.
Kie-hong hanya menganggukkan kepala.
"Apa yang Wie heng bicarakan dengan Tu Liong tadi?" "Aku sudah menyampaikan kata-kata yang dititipkan oleh Hiong heng" "Bagaimana reaksinya?" "Sebenarnya Hiong heng sama sekali tidak perlu menggunakan aku memberitahukannya lagi.
Kalian berdua kan sudah pernah membahas tentang masalah ini, katakatamu juga sudah membuat perubahan yang sangat besar pada dirinya" "Oh...?"" Kata-kata Hiong-ki berbelok dengan tajam "Apakah kau sudah menjumpai nona Thiat-yan?" "Betul" "Membicarakan apa saja?" "Membicarakan masalah yang menyangkut ayahku........apakah Hiong heng sangat menaruh minat pada semua urusan ini?" Hiong-ki tidak sebodoh itu untuk tidak mengerti apa yang ingin dikatakan oleh Wie Kie-hong.
Dia berkata dengan lemah lembut: "Sepertinya Wie heng sudah salah paham denganku" "Aku hanya merasa kemunculan Hiong heng selalu tepat waktu, sepertinya bukan kebetulan." "Suatu saat nanti Wie heng pasti akan mengerti sendiri.
Saat ini aku hanya ingin memesan beberapa kata 'terhadap perkataan siapapun, jangan sepenuhnya percaya ataupun tidak percaya" "Apakah ini termasuk kata-katamu?" Hiong-ki hanya tersenyum, setelah itu dia merangkapkan tangan dan pergi.
Wie Kie-hong menatap punggung Hiong-ki yang menjauh sampai menghilang dari pandangan.
Setelah itu dia baru membalikkan tubuh untuk pergi.
0-0-0
Wie Kie-hong menyewa sebuah kereta, dan pergi ke gang San-poa ke kediaman Bu Tiat-cui.
Ternyata pemiliknya sedang berada didalam rumah.
Terhadap kunjungannya yang tiba-tiba, sepertinya Bu Tiatcui tidak merasa kaget sama sekali.
"Tuan Bu, aku punya sebuah pertanyaan yang harus kau jawab dengan jujur" "Oh...?" Reaksi Bu Tiat-cui masih terlihat sangat tenang.
"Setiap pertanyaan yang kau jawab, kau pasti akan mendapatkan bayaran.
Karena itu aku juga sudah mempersiapkan sejumlah uang untukmu.
Lima puluh uang orang luar negri.
Seharusnya ini tidak sedikit" "Aku ingin mendapatkan uang ini" "Pertanyaannya sangat sederhana, siapakah yang sudah menyuruhmu menjagakan kopor kulit kuning itu?" "Aku tidak bisa mengatakannya" "Kenapa?" "Tidak bisa ya tidak bisa" "kalau begitu aku tambah uangnya dua kali lipat, jadi seratus, bagaimana?" "Walaupun kau memberikan aku seribu mata uang orang luar negeri, aku tidak mungkin memberitahukannya" "Kau setidaknya harus memberitahu alasan-nya" "Ini adalah urusan hidup dan mati.
Saat itu aku juga pernah menerima uang dari orang lain.
Orang itu sudah memperingatkanku, kalau aku membocorkan rahasia ini, aku pasti mati" "Kalau sekarang aku berkata, aku akan membunuhmu kalau kau tidak menjawab.
Apakah kau masih tutup mulut?" "Kau....kau pasti sedang bercanda" Wie Kie-hong mengeluarkan sebuah pisau, dan setelah itu menggerak-gerakkannya dihadapan Bu Tiat-cui.
"Kalau kau tidak menjawab pertanyaanku, aku pasti akan membunuhmu.
Aku serius." Wajah Bu Tiat-cui langsung berubah.
"Aku akan bertanya untuk yang terakhir kalinya.
Siapa yang sudah memberi kopor kulit yang berwarna kuning untuk dijagakan olehmu itu?" Tiba-tiba saja Bu Tiat-cui melompat dari tempat duduknya dan segera berlari keluar pintu Tapi mana mungkin Bu Tiat-cui dapat meloloskan diri, sekali Wie Kie-hong menjulurkan bahu kanannya, dia sudah berhasil menangkapnya.
Wie Kie-hong segera berputar ke belakang Bu Tiat-cui, dan pisau kecil yang dipegangnya sudah menempel di pipinya.
Bu Tiat-cui tampak seperti seorang terdakwa.
Namun tidak disangka, ternyata Bu Tiat-cui tidak hanya memiliki mulut seperti besi, namun akalnya pun tidak pendek.
Ketika Wie Kie-hong sudah berdiri dibelakang-nya, tangan Bu Tiat-cui melesat turun berusaha mencengkeram daerah vital diantara kedua kaki Wie Kie-hong.
Untung Wie Kie-hong segera menyadarinya.
Karena posisinya yang menempel dengan Bu Tiat-cui, dia terpaksa menunggingkan pantatnya jauh-jauh agar cengkraman Bu Tiat-cui meleset.
Bu Tiat-cui tahu ini adalah kesempatan satu-satunya bagi dia untuk melepaskan diri.
Dia pun ikut menunggingkan pantat dan menundukkan kepala.
Sebentar saja dia sudah berhasil lolos dari pelukan Wie Kiehong.
Dia kembali berlari keluar.
Sayangnya dia masih kurang cepat.
Wie Kie-hong segera menjulurkan tangan kirinya dan langsung memegang bahu kiri Bu Tiat-cui.
Sekali lagi Bu Tiat-cui memamerkan kebolehannya berkelit dari situasi yang sulit.
Saat ini Bu Tiat-cui sedang membelakangi Wie Kie-hong.
Tangan kanannya segera terangkat ke bahu kirinya, dan lalu memegang tangan Wie Kie-hong.
Setelah menggenggam erat, dia menjatuhkan bahunya danberputarkebelakang.
Bu Tiat-cui memelintir tangan kiri Wie Kie-hong dengan kuat.
Sekarang mereka berdua jadi berdiri saling berhadapan.
Hanya saja Wie Kie-hong tidak berdiri tegak.
Dia rada membungkuk kesakitan.
Bu Tiat-cui tidak membuang waktu.
Kaki kanannya segera menendang tangan kanan Wie Kiehong yang masih memegang pisau.
Pisau itu terlepas dari tangan Wie Kie-hong dan melayang menuju lemari yang terletak di sudut ruangan.
"JLEEPP." Pisau menancap di lemari dengan kuat.
Setelah kembali pada posisi berdiri, sekarang giliran kaki kiri Bu Tiat-cui yang menyerang.
Kaki itu segera menyambar ke arah muka Wie Kie-hong.
Wie Kie-hong segera menggunakan tangan kanannya untuk mencengkram kaki yang sedang melaju cepat ke arahnya.
Mendadak Wie Kie-hong berdiri tegak.
Dia sekarang mendapat keunggulan posisi, karena kaki kiri Bu Tiat-cui sudah ada dalam cengkeramannya.
Dengan cepat dia ikut menendangkan kaki kanannya ke arah Bu Tiat-cui.
Tendangan ini mengenai perutnya dengan telak.
Bu Tiat-cui menjerit kesakitan, dan terlempar ke belakang.
Wie Kie-hong segera berlari kearah lemari untuk mencabut pisaunya.
Baru saja tangan kirinya menyentuh pegangan pisau, tangan itu sudah dipegang keras oleh tangan kanan Bu Tiatcui.
Wie Kie-hong segera melemparkan tangan kirinya untuk membuka pertahanan Bu Tiat-cui.
Serta merta dia melayangkan tinjunya sekuat tenaga ke dadanya.
Ternyata Bu Tiat-cui juga tidak kalah cepat.
Tangan kirinya segera menangkap tinju itu dengan mantap.
Wie Kie-hong kembali mengayunkan kaki kanannya ke arah Bu Tiat-cui.
Bu Tiat-cui melepas pegangan tinju Wie Kie-hong, dan dengan tangan yang sama menepis kakinya dengan keras.
Kaki Wie Kie-hong jadi terasa perih, dan secara reflek turun kembali ke bawah.
Kali ini kaki kiri Bu Tiat-cui melangkah maju.
Telapak tangan yang sudah menepis kakinya meluncur dengan cepat dan menghantam dadanya dengan keras.
Sekarang giliran Wie Kie-hong yang melenguh kesakitan.
Wie Kie-hong mundur beberapa langkah menatap Bu Tiatcui dengan tatapan tidak percaya.
Dia tidak tahu kalau lawannya bisa ilmu silat.
Dia tidak akan percaya kalau tidak melihatnya sendiri.
Tampak Bu Tiat-cui memasang kuda-kuda Tai Chi.
Wie Kie-hong tidak tahu bagaimana cara menghadapinya, namun dia tidak bisa tinggal diam.
Maka dari itu dia melangkah maju dan mulai mencoba menyerangnya.
Tangan kanannya segera terkepal menjadi tinju yang melayang cepat menuju dadanya.
Mendadak tangan kiri Bu Tiat-cui terjulur menyambut datangnya tinju, sementara tangan kanannya terangkat setinggi kuping.
Setelah menangkap tinju Wie Kie-hong, dia segera menarik tangan kirinya, dan telapak tangan kanannya sudah meluncur maju dan menghantam dadanya.
Wie Kie-hong kaget.
Namun dia tidak sempat kaget berlama-lama.
Belum lagi Wie Kie-hong berhenti dari hempas-an tenaga pukulannya, Bu Tiat-cui sudah melangkah-kan kaki kirinya kedepan.
Tangan kanannya kembali terangkat setinggi telinganya, dan langsung menerjang kembali ke dada Wie Kiehong.
Wie Kie-hong segera kehilangan keseimbangan.
Dia jatuh terguling-guling.
Tidak hanya dadanya yang sakit, namun tubuhnya ikut sakit karena membentur lantai.
Dia segera berdiri diatas kedua kakinya.
Bu Tiat-cui kembali memasang kuda-kuda Tai-kek.
Dia menghembuskan nafas karena sudah selesai menyerang.
Wie Kie-hong tahu dia tidak bisa menganggap enteng lawannya.
Wie Kie-hong juga memasang kuda kuda andalannya.
Setelah beberapa saat, dia kembali meluncur kedepan ke arah Bu Tiat-cui.
Kedua kepalan tangannya segera menyambar-nyambar.
Bu Tiat-cui tetap terlihat tenang.
Kedua tangannya yang berada diatas pahanya yang sedikit tertekuk segera berputar-putar cepat.
Semua tinju Wie Kie-hong dapat ditepisnya dengan baik.
"In -jiu!!" pekik Wie Kie-hong dalam hati.
In-jiu (Tangan Awan) adalah salah satu jurus Tai-kek" Konsentrasi Wie Kie-hong sedikit buyar.
Bu Tiat-cui segera mengambil kesempatan ini untuk melancarkan jurus selanjutnya.
Berat tubuhnya berpindah ke sebelah kiri.
Kedua tangannya terayun turun dan tubuhnya sedikit turun.
Mendadak dia kembali berdiri tegak.
Tangan kiri dan kanannya masing-masing menggenggam tangan kiri dan kanan Wie Kie-hong.