Nama wanita ini adalah Bhok Khim, dahulu merupakan seorang di antara Kang-lam Sam-eng (Tiga Pendekar Kang-lam) tokoh-tokoh Siauw-lim-pai dan dia berjuluk Bi-kiam (Pedang Cantik)! Di dalam ceritaPENDEKAR SUPER SAKTI telah dituturkan bahwa Bhok Khim yang meninggalkan puteranya di kuil tua itu pergi mancari Gak Liat dan berhasil membalas dendam dengan membunuh Setan Botak, akan tetapi dia sendiri pun tewas oleh musuh besar yang memperkosanya itu (baca PENDEKAR SUPER SAKTI). Demikianlah, anak kecil berusia lima tahun itu kini berada di dalam kuil, dan semenjak tadi dia mengintai dari dalam kuil menyaksikan semua peristiwa yang terjadi di luar kuil. Dia melihat kamatian Fen-ho Ngo-kwi yang mengerikan, kemudian menyaksikan pertandingan antara dua orang tokoh Thian-liong-pang melawan dua orang tokoh Pulau Neraka.
Anak ini amat cerdik, dari percakapan itu tahulah dia bahwa semua orang di luar itu memperebutkan dia! Akan tetapi dia tidak tahu mengapa dan juga di dalam hatinya dia tidak berpihak kepada siapa-siapa, hanya ingin melihat siapa di antara mereka yang paling lihai. Ibunya juga seorang berilmu tinggi, maka karena sejak kecil dikenalkan dengan ilmu silat, kini sepasang matanya yang bening dan tajam itu menonton pertan-dingan dengan hati amat tertarik. Cuaca menjadi semakin gelap dengan datangnya malam akan tetapi pertandingan antara dua orang jagoan itu masih berlangsung seru. Masing-masing telah terkena pukulan dua tiga kali dari lawan akan tetapi mereka belum ada yang roboh dan masih terus bertanding terus, biarpun napas mereka mulai terengah dan uap putih mengepul dari kepala mereka.
"Omitohud....! Mengapa kalian bertanding mati-matian di sini? Apa yang telah terjadi?"
Tiba-tiba terdengar teguran dibarengi munculnya seorang hwesio yang tinggi kurus. Hwesio ini kurus sekali dan wajahnya selalu muram tampaknya, namun suaranya penuh wibawa. Akan tetapi empat orang yang tengah bertanding, tidak mempedulikannya dan hwesio ini menarik napas panjang.
"Aaahhh, jalan damai banyak sekali, mengapa menempuh jalan kekerasan yang hanya akan membahayakan keselamatan? Kepandaian Cu-wi yang tinggi ini pasti dipelajari susah payah sampai puluhan tahun, apakah hanya akan digunakan untuk mengadu nyawa?"
Setelah berkata demikian, hwesio ini melangkah maju, kedua tangannya dikembangkan ke kanan-kiri dan.... empat orang yang sedang bertanding itu tiba-tiba terhuyung mundur oleh dorongan tenaga dahsyat, namun sukar ditahan! Otomatis pertandingan terhenti dan empat orang itu dengan napas sengal-sengal memandang kepada hwesio yang amat tua dan kurus itu.
"Maaf, maaf, pinceng terpaksa meng-hentikan pertandingan. Ada urusan dapat didamaikan. Mengapa kalian begini mati-matian hendak saling bunuh?"
"Losuhu siapakah?"
Si Muka Tengkorak bertanya, sikapnya menghormat karena dia maklum bahwa hwesio itu adalah seorang berilmu yang amat lihai.
"Pinceng adalah Siauw Lam Hwesio dari Siauw-lim-pai. Mengapa Sicu berdua bertanding dengan mereka?"
Diam-diam Siauw Lam Hwesio terkejut menyaksikan warna kulit dua orang tokoh Pulau Neraka yang biarpun cuaca mulai gelap masih tampak warna mereka yang menyolok mengingatkan dia akan "dongeng"
Tentang penghuni Pulau Neraka! Si Muka Tengkorak menjura penuh hormat lalu berkata,
"Kiranya Losuhu adalah seorang tokoh sakti dari Siauw-lim-pai. Kami berdua adalah utusan-utusan Thian-liong-pang dan kedua orang sahabat ini pun utusan-utusan dari Pulau Neraka."
Mendengar ini, hwesio tua itu tercengang dan ia kembali memandang kedua orang itu dengan penuh perhatian. Hatinya bertanya-tanya. Kalau begitu, benarkah dongeng yang didengarnya tentang Pulau Neraka? Kalau mereka itu sudah turun ke dunia ramai, bersama dengan turunnya tokoh-tokoh Thian-liongpang yang kabarnya tidak lagi mau ber-uruaan dengan dunia ramai, tentu dunia ini akan menjadi benar-benar ramai!
"Mengapa Cu-wi bertempur?"
"Kami sama-sama memenuhi tugas untuk menjemput anak laki-laki yang berada di dalam kuil. Karena bertentangan oleh tugas yang sama, terpaksa kami hendak menentukan dalam pibu (adu kepandaian) yang adil."
"Omitohud! Betapa anehnya dunia ini....!"
Hwesio tua itu berkata. Dia adalah Siauw Lam Hwesio. Seorang hwesio tua yang kedudukannya tidak penting di Siauw-lim-pai. Akan tetapi dia adalah seorang yang sakti, karena selama puluhan tahun dia menjadi pelayan Kian Ti Hosiang, supek dari Ketua Siauw-lim-pai yang memiliki ilmu seperti dewa!
"Lama sekali pinceng mengikuti jejak murid perempuan Siauw-lim-pai dan akhirnya di tempat ini untuk mengambil puteranya yang ditinggalkan! Anak itu adalah putera dari Bhok Khim, seorang murid Siauw-lim-pai. Tentu saja hanya Siauw-lim-pai yang berhak untuk mendidiknya. Harap Cu-wi menghentikan pertempuran dan membiarkan pinceng sebagai hwesio Siauw-lim-si untuk membawanya pulang ke Siauw-lim-si."
Setelah berkata demikian, hwesio itu dengan tenang melangkah menuju ke kuil.
"Tahan....!"
Teriakan ini keluar dari empat buah mulut tokoh-tokoh yang tadi saling serang dan berbareng mereka memberi tanda dengan tangan kepada anak buah mereka. Dari tempat persem-bunyian mereka, enam belas orang anak buah Pulau Neraka dan dua puluh orang rombongan Thian-liong-pang itu bergerak cepat sekali mendekati kuil. Hwesio tua itu memandang penuh perhatian, agaknya siap untuk menolong anak di dalam kuil kalau orang-orang itu menggunakan kekerasan. Akan tetapi, rombongan Thian-liong-pang itu sibuk melempar-lemparkan benda hitam di seputar kuil. sedangkan anak buah Pulau Neraka melempar-lemparkan cairan merah di seputar kuil. Begitu benda cair yang mereka siramkan itu mengenai tanah, mengepullah asap kemerahan yang berbau harum bercampur amis!
Sementara itu, anak laki-laki yang sejak tadi memandang dari dalam kuil, ketika menyaksikan betapa hwesio tua dapat menghentikan pertandingan dengan mudah, mengerti bahwa hwesio kurus kering itu sakti sekali, maka hatinya condong untuk ikut dengan hwesio itu yang dianggapnya paling lihai di antara orang-orang aneh yang berada di luar kuil. Lebih-lebih lagi ketika ia mendengar keterangan hwesio itu bahwa ibunya adalah anak murid Siauw-lim-pai, hal ini tak pernah diceritakan ibunya, dan bahwa hwesio itu adalah seorang tokoh Siauw-lim-pai, tentu saja ia memilih hwesio itu. Ketika melihat bahwa banyak orang melempar-lemparkan benda hitam dan cairan merah yang kini mengepulkan asap dan tanah yang tersiram benda cairan itu mengeluarkan suara mendesis-desis seperti mendidih, ia cepat keluar dari dalam kuil dan muncul di depan.
"Berhenti....!"
Hwesio tua itu cepat menggerakkan tangan kirinya, mendorong ke depan, ke arah anak yang muncul itu. Jarak antara dia dan anak itu masih jauh, akan tetapi angin dorongan tangannya membuat anak itu terjengkang dan jatuh terlentang kembali ke dalam kuil.
"Anak, jangan keluar, berbahaya sekali! Asap itu beracun!"
Teriak Siauw Lam Hwesio dan bocah yang ternyata cerdik ini segera mengerti dan kembali ia bersembunyi di dalam kuil sambil mengintai dari tempatnya yang tadi. Siauw Lam Hwesio mengeluh,
"Omitohud, alangkah kejinya!"
Ia kini dapat melihat jelas bahwa benda-benda hitam itu adalah senjata-senjata rahasia berbentuk bintang yang berduri runcing sekali dan kini benda-benda itu bertebaran di sekeliling kuil, menghalang jalan masuk dalam jarak lebar. Mengertilah ia bahwa benda-benda itu tentulah mengandung racun pula dan amat runcing sehingga akan menembus sepatu. Sedikit saja kulit terluka oleh benda-benda ini, tentu akan menimbulkan bahaya kematian! Adapun benda cair yang dapat "membakar"
Tanah dan mengeluarkan asap kemerahan berbau harum amis itu pun merupakan racun yang berbahaya. Jalan menuju ke kuil itu terhalang oleh racun-racun yang lihai!
"Omitohud....! Kalian ternyata mengandung niat buruk dan berkeras hendak menghalangi pinceng mengambil putera keturunan murid Siauw-lim-pai itu. Hemm...., baiklah, kita sama melihat saja siapa yang akan dapat mengambil anak itu sekarang!"
Setelah berkata demikian hwesio kurus ini duduk bersila menghadap kuil, jelas bahwa biarpun sikapnya tenang namun ia sudah mengambil keputusan untuk merintangi siapa saja memasuki kuil! Sementara itu, malam telah tiba dan rombongan Thian-liong-pang memisahkan diri, berada di sebelah kiri, sedangkan rombongan Pulau Neraka berada di sebelah kanan.
Agaknya mereka itu tidak ada yang berani turun tangan lebih dulu karena sama-sama maklum bahwa pihak lain tentu akan merintangi mereka mengambil anak yang berada di dalam kuil! Kalau saja tidak muncul hwesio Siauw-lim-pai yang lihai itu, tentu terjadi pertempuran di antara mereka, memperebutkan anak tadi! Akan tetapi kini mereka tahu bahwa siapa pun yang turun tangan lebih dulu, tidak hanya akan menghadapi rombongan lawan, melainkan juga menghadapi hwesio yang mereka tahu tak boleh dipandang ringan. Maka mereka diam saja mengatur siasat sambil membuat api unggun dan berbisik-bisik mengatur dan mencari siasat! Api unggun mereka bergerak-gerak seperti tertiup angin, padahal tidak ada angin bertiup sedikit juga. Selagi kedua rombongan itu terbelalak kaget, tiba-tiba muncul seorang laki-laki yang keadaannya amat menyeramkan hati mereka.
Laki-laki itu masih muda, berwajah tampan akan tetapi sebelah kakinya, yang kiri buntung! Laki-laki itu tahu-tahu telah berdiri di situ, bersandar pada tongkat bututnya dan yang amat mengherankan adalah rambutnya yang dibiarkan riap-riapan, akan tetapi rambut yang tebal panjang itu berwarna putih semua! Orang-orang kedua rombongan ini adalah orang-orang yang selama bertahun-tahun tidak pernah terjun ke dunia ramai, maka mereka tadi tidak mengenal Siauw Lam Hwesio dan tidak mengenal pula siapa gerangan pemuda berkaki buntung itu. Padahal pemuda ini jauh lebih terkenal daripada hwesio Siauw-lim-pai itu, karena dia ini bukan lain adalah Suma Han atau Pendekar Super Sakti, atau juga terkenal dengan sebutan Pendekar Siluman oleh mereka yang pernah menjadi korban kesaktian dan ilmu sihirnya yang mengerikan!