Pedang Kiri Pedang Kanan Chapter 65

NIC

Di bagian tuan rumah berduduk seorang lelaki setengah umur bertubuh gemuk pendek dan berjubah sutera, melihat potongannya orang akan segera tahu dia pasti seorang hartawan.

Dia bukan lain adalah tuan rumahnya, Wi Kayhou.

Lebih dulu Kiau Lo-kiat memberi hormat kepada tuan rumah, lalu disembahnya pula Thian-bun Tojin, Air muka Thian-bun Tojin tampak kalem, agaknya menahan rasa gusar yang hampir meledak, mendadak ia menepuk pegangan kursi dan membentak: "Mana Sau Peng-lam?" Suaranya sangat keras sehingga seperti bunyi guntur menggelegar, para tamu di ruangan luar juga dapat mendengarnya.

Tentu saja anak murid Lam-han sama melengak.

Leng Seng lantas berbisik kepada para Suhengnya.

"Kembali mereka menanyakan Toasuko." Nio Hoat mengangguk tanpa bicara, selang sejenak barulah ia mendesis: "Kita harus bersabar.

Di sini berkumpul ksatria dari segenap penjuru, jangan sampai orang memandang hina kepada Lam-han kita." Diam2 Peng-say juga berpikir: "Ai, si Sau tua (ia maksudkan Sau Peng-lam yang disangkanya pasti lebih tua daripada Kiau Lo kiat) ini memang suka cari gara2, di mana2 dia membikin onar." Dalam pada itu anak telinga Kiau Lo-kiat terasa mendengung oleh karena suara bentakan Thian-bun yang keras tadi, kaki terasa lemas, dia memang sedang menyembah, sampai lama barulah ia dapat berbangkit.

Lalu menjawab: "Lapor Supek, Sau-suheng telah berpisah dengan kami beberapa lama yang lalu, sudah disepakati akan bertemu lagi disini dan bersama2 akan menyampaikan selamat kepada Wi susiok, jika hari ini dia tidak datang, kuyakin besok pasti akan tiba." "Masa dia berani datang?" teriak Thian-bun dengan gusar "Sau Peng-lam adalah murid ahli-waris Lam-han kalian, betapa pun terhitung tokoh dari Beng-bun cing- pay (perguruan ternama dan golongan baik), tapi untuk apa dia bergaul dengan bangsat Thio Yam-coan yang namanya terkenal busuk?" "Setahuku, Toasuko tidak kenal Thio Yan-coan," jawab Kiau Lo-kiat.

"Memang biasanya Toasuko suka minum arak, besar kemungkinan lantaran sama2 suka minum dan secara kehetulan bertemu dirumah minum, lalu minum bersama." "Kau pun berani sembarangan mengoceh dan membela sibangtat Sau Peng-lam itu?" teriak Thian-bun dengan murka sambil berbangkit.

"Sute, coba ceritakan, cara bagaimana sampai kau terluka dan Sau Peng-lam itu kenal Thio Yan-coan atau tidak?" Kedua papan daun pintu tadi tertaruh di lantai, yang sebelah terbujur sesosok mayat, sebelah lain berbaring seorang Tojin, yaitu Te-coat Tojin dari Yan-san-pay.

wajahnya kelihatan pucat pasi, jenggotnya berlepotan darah segar.

Jelas luka Te-coat Tojin tidak ringan, cuma dia sudah mendapat obat luka "Thian-hiang-coat-siok.

ciau" dari Tingyat Suthay, obat luka mujarab terkenal dari Siong-san-pay, maka jiwanya sudah tidak berhalangan.

Ia lantas menjawab: "Pagi.

pagi tadi, aku dan Tang-sutit berada di.

di Cui-sian-lau di kota Thay-an, disanalah kami bertemu dengan Siu Peng-lam dan ...

dan Thio Yan coan, lalu ada lagi seorang.

seorang Nikoh kecil.

.." bicara sampai disini napasnya tampak ter-engah2 dan tidak sanggup melanjutkan lagi.

Cepat Wi Kay-hou menyela: "Te-coat Suheng, tak perlu kau bicara lagi, biarlah kututurkan kepada Kiau-Sutit menurut apa yang kudengar dari uraianmu tadi." Lalu ia berpaling kepada Kiau Lo-kiat dan menyambung: "Kiau-hiantit, jauh2 kalian datang kemari untuk mengucapkan selamaf kepadaku, untuk ini aku sangat berterima kasih kepada kalian, terutama kepada Sau-suheng di rumah.

Mengenai diri Sau Peng-lam, Sau-sutit, entah cara bagaimana dia berkenalan dengan si keparat Thio Yan-coan itu, untuk ini kita masih harus menyelidiki duduknya perkara yang sebenarnya.

Apabila benar Sau-hiantit bersalah, sebagai suatu keluarga besar dari Ngo-tay-lian-beng, kita harus memberi nasihat se-baik2nya kepadanya.

" "Memberi nasihat apa?" teriak Thian-bun dengan gusar.

"Harus bikin bersih pintu perguruan dan memenggal kepalanya." Melihat kemurkaan Thian-bun Tojin yang sukar ditahan itu, Kiau Lo-kiat menjadi takut.

Tapi demi nampak Ciantay Cu-ih dan Ting-yat Suthay, yang satu cengar-cengir seakan bergembira menyaksikan orang tertimpa bencana, seorang lagi juga bersikap garang dan membantu pihak Thian-bun Tojin Mau-tak-mau Kau Lo-kiat jadi mendongkol juga.

Pikirnya: "Toasuheng tidak hadir di sini, sebagai murid tertua Lam-han tidak boleh kubikin malu nama baik Suhu." "Cianpwe adalah sahabat baik guru kami, selama ini Suhu kami tidak pernah memberi ampun kepada anak muridnya sendiri yang jelas2 bersalah, di bawah guru yang keras tidak nanti ada murid yang jahat." Kuatir Thian-bun mendamperat lagi karena Kiau Lo-kiat mengadakan pembelaan bagi Sau Peng-lam, Maka cepat Wi Kay-hou menyela: "Ya, masakah kami tidak tahu betapa kerasnya disiplin perguruan Sau-suheng" Hanya saja perbuatan Sau-sutit sekali ini memang agak keterlaluan." "Untuk apa kau sebut dia Sutit" Sutit kentut!" kata Thian-bun dengan gusar.

Habis berkata baru dirasakan ucapannya kurang sopan, terutama di didepan Ting-yat Suthay, betapapun akan merosotkan derajat sendiri sebagai seorang tokoh besar.

Tapi kata2 yang sudah telanjur keluar tak dapat ditarik kenmbali, terpaksa ia hanya menarik napas dan duduk kembali di kursinya.

"Wi-susiok," kata Kiau Lo-kiat.

"Sebenarnya apa yang terjadi, mohon Susiok suka memberi penjelasan." "Menurut cerita Te-coat Tobeng tadi, pagi2 dia dan murid Thian-bun Toheng, yaitu Tang Pek-seng, keduanya pergi ke Cui-san-lou untuk minum arak," demikian tutur Wi Kay-hou.

"Begitu sampai di Ciu-lau itu segera terlihat tiga orang sedang makan minum disitu.

Ketiga orang itu ialah si bangsat cabul Thio Yan-coan, Sau-sutit serta murid Tingyat Suthay, Gi-lim Siausuhu." "Te-coat Toheng merasa cara mereka makan minum itu sangat menyolok mata dan kurang senang.

Sebenarnya dia tidak kenal kepada ketiga orang itu, hanya dari pakaian mereka dapat diketahui yang seorang adalah murid Lamhan dan seorang lagi murid Siong-san.

Hendaklah Ting-yat Suthay jangan marah, jelas Gi-lim dipaksa orang sehingga dia tak dapat disalahkan.

Te-coat Toheng bilang Thio Yancoan itu seorang lelaki perlente berusia antara 30-an, mula2 tidak tahu siapa dia, tapi kemudian didengarnya Sau-sutit bicara: 'Marilah, Thio-heng, kita habiskan satu cawan lagi.

Ginkangmu tersohor tiada bandingannya, tapi takaran minum arak jelas kau bukan tandinganku'.

-Jika orang itu she Thio, konon Ginkangnya tiada bandingannya pula, melihat bentuknya pastilah dia Ban-li-tok-heng Thio Yancoan dan tidak mungkin keliru lagi.

Pada hal Te-coat To heng adalah orang yang benci kepada kejahatan, melihat tiga orang itu makan minum bersama satu meja, Te-coat Toheng menjadi marah." Diam2 Kiau Lo-kiat merasa kemarahan Tojin itu memang beralasan, pikirnya: "Tiga orang minum arak bersama, yang satu adalah penjahat cabul yang terkenal busuk, seorang iagi Nikoh cilik yang masih polos, yang lain adalah murid utama Lam-han kita, sesungguhaya memang pandangan tidak sedap." "Kemudian Te-coat Toheng mendengar Thio Yan-coan itu berkata: 'Selama Thio Yan-coan malang melintang di dunia, yang paling kupandang rendah adalah mereka yang mengaku sebagai murid Beng-bun-ceng-pay segala.

Sauheng, meski kau pun murid Lam-han, tapi jelas kau lain daripada yang lain, hari ini aku dapat minum arak bersamamu sungguh tidak sia2 hidupku ini.

Marilah kita coba2 berlomba minum.

Kekuatanku minum arak sedikitnya satu kali lipat lebih kuat daripadamu.

Eh, Nikoh cilik.

kau harus mengiringi kami minum kalau tidak mau, akan kucekoki kau.

" Bicara sampai di sini, Kiau Lo-kiat memandang Wi Kayhou sekejap, lalu memandaog Te-coat pula dengan perasaan sangsi.

Segera Wi Kay-hou paham apa yang diragukan orang, ceput ia menambahkan: "Karena Te-coat Toheng terluka parah, dengan sendirinya penuturannya tidak sejelas ini.

aku memang telah membumbuinya, tapi garis besarnya memang demikian.

Betul tidak, Te-coat Toheng?" "Ya, be .

betul, betul," jawab Te-coat "Waktu itu juga Te-coat Toheng tidak sabar lagi, segera ia menggebrak meja dan mendamperat: 'Jadi kau ini Thio Yan-coan" Setiap orang Bu-lim bertekad akan membunuh kau, tapi kau malah menyebut namamu sendiri di sini, apakab.

kau sudah bosan hidup.' "Agaknya keparat Thio Yan-coan itu sangat angkuh, dia menjawab dengan ketus dan membikin marah Te-coat Toheng, serentak Te-coat Toheng melolos senjata untuk melabraknya.

Mungkin terburu napsu ingin membinasakan bangsat itu, setelah bertempur sekian lama, sedikit lengah, akhir Te-coat Toheng terbacok dadanya.

Melihat Susioknya terluka, segera Tang-hiantit berusaha menolongnya, tapi iapun terbunuh oleh Thio Yan-coan, ksatria muda harus tewas di tangan jahanam, sungguh sayang.

Tatkala mana Sau Peng-lam hanya duduk saja di samping tanpa memberi bantuan, sesama anggota Ngo-tay-lian-beng, sikapnya itu harus disesalkan.

Lantaran itulah maka Thian-bun Toheng sangat marah," Dengan gusar Thian-bun menukas: "Tentang setia kawan antara Ngo-tay-lian-beng, jelas hal ini diketabui oleh siapa pun juga.

Yang lebih penting orang persilatan seperti kita ini betapa pun harus dapat membedakan antara yang baik dan busuk tapi bergaul dengan ....

bargaul dengan seorang penjahat begitu.

" saking gemasnya sehingga mukanya yaog merah berubah menjadi kelam.

Pada saat itulah tiba2 terdengar seorang berseru di luar: "Suhu, Tecu ingin memberi laporan!" Thian-bun kenal itulah suara muridnya sendiri yang bernama Ong Gun, cepat ia menjawab: "Ada urusan apa" Masuk!" Seorang lelaki gagah berumur 30-an tampak melangkah masuk.

lebih dulu ia memberi hormat kepada Wi Kay-hou, lalu menghormati pula kepada Thian-bun dan berkata: "Suhu, menurut berita yang dikirim Jio-jing Susiok, katanya dia bersama anggota perguruan kita telah mencari jejak kedua bangsat cabul Thio Yan-coan dan Sau Peng-lam di sekitar Than-san, tapi tidak menemukan sesuatu jejaknya...." Mendengar Toa-suhengnya dimasukkan daftar sebagai "penjahat cabul", diam2 Kiau Lo-kiat dan murid Lam-han yang lain merasa tersinggung.

Tapi Toasuheng mereka memang betul bergaul dengan Thio Yan-coan, apa yang bisa mereka bantah" Terdengar Ong Gun tadi sedang menutur pula.

Posting Komentar