Kisah Sepasang Rajawali Chapter 03

NIC

Gerakan mereka ketika berlari amat cepat, tubuh mereka berkelebatan seperti terbang, tanda bahwa belasan orang itu telah memiliki ilmu meringankan tubuh yang tinggi! Yang lebih mengherankan dan menyeramkan lagi adalah seorang yang memimpin rombongan itu, seorang kakek yang usianya tentu sudah lima puluh tahun lebih, tubuhnya seperti raksasa, tinggi besar dan dua pasang kaki tangannya yang tampak sebatas lutut dan siku, penuh dengan otot-otot yang melingkar-lingkar! Siapakah mereka itu? Pertanyaan ini mengganggu pikiran kedua kakak beradik itu. Tentu saja mereka tidak tahu dan mereka sama sekali juga tidak pernah menyangka bahwa mereka yang diserang gelombang besar itu ternyata telah kesasar ke Pulau Neraka! Pulau Neraka adalah sebuah pulau yang baru dua-tiga puluh tahun ini terkenal sekali, bahkan sama terkenalnya dengan Pulau Es.

Sebetulnya, Pulau Neraka ini menurut riwayatnya masih ada hubungannya dengan Pulau Es (baca ceritera Sepasang Pedang Iblis). Dahulu kala, ratusan tahun yang lalu, ketika di Pulau Es masih terdapat sebuah kerajaan kecil, Pulau Neraka merupakan tempat pembuangan orang-orang yang melakukan dosa besar. Akhirnya, setelah kerajaan di Pulau Es terbasmi habis oleh badai (baca ceritera Bu-kek Sian-su) sehingga seluruh penghuninya tewas, Pulau Neraka dengan penghuninya merupakan daerah yang bebas. Bahkan di dalam ceritera Sepasang Pedang Iblis , Lulu isteri Pendekar Super Sakti pernah pula menjadi ketua atau majikan dari Pulau Neraka ini. Setelah Pulau Neraka kehilangan semua tokohnya dan tidak ada yang memimpin lagi, terjadilah perebutan kekuasaan.

Akan tetapi baru tiga tahun yang lalu, Pulau Neraka kedatangan seorang kakek raksasa yang amat sakti, yang dengan kepandaiannya menundukkan semua penghuni Pulau Neraka sehingga otomatis dia diangkat menjadi ketua. Dia memperkenalkan diri dengan nama julukan Hek-tiauw Lo-mo (Iblis Tua Rajawali Hitam) dan memang dia pantas memakai nama julukan seperti itu karena selain tubuhnya seperti raksasa dan mukanya yang terhias caling itu seperti iblis, juga dia datang ke Pulau Neraka dengan menunggang seekor burung rajawali hitam! Lebih hebat lagi, di belakang burung rajawali hitam ini terdapat dua ekor burung rajawali lain yang berbulu putih dan bermata emas, akan tetapi dua ekor burung rajawali ini masih muda dan agaknya takluk kepada burung rajawali hitam sehingga dia ikut saja ke mana sang rajawali hitam itu terbang.

Hek-tiauw Lo-mo memang seorang sakti. Dia datang dari daratan negara Kolekok (Korea) dan di sana dia menjadi orang buruan pemerintah karena dia merupakan seorang penjahat yang kejam dan dimusuhi pemerintah dan semua orang gagah. Karena merasa tidak aman berada di negaranya sendiri, Hek-tiauw Lo-mo melarikan diri dengan sebuah perahu ke selatan. Di dunia selatan, dia berhasil menjadi raja suatu bangsa yang masih biadab dan yang tinggal di dalam hutan-hutan pegunungan yang amat liar. Karena kepandaian dan kekuatannya, bangsa biadab ini tunduk kepadanya dan sampai sepuluh tahun dia menjadi raja mereka. Selain dapat memperoleh ilmu-ilmu yang aneh dan tinggi, juga Hek-tiauw Lo-mo ini ketularan kebiasaan dan kesukaan bangsa itu, yaitu kadang-kadang makan daging manusia, musuh mereka dari lain suku yang menjadi kurban perang!

Agaknya kebiasaan memakan daging orang inilah yang kemudian membuat gigi calingnya menonjol keluar, membuat dia kelihatan menyeramkan, seperti seorang iblis. Setelah tidak kerasan lagi tinggal bersama orang-orang liar dan merasa rindu kepada dunia ramai, Hek-tiauw Lo-mo dengan membekal pengalaman hebat dan ilmu kepandaian yang tinggi, menggunakan perahu meninggalkan tempat itu untuk kembali ke utara. Kini dia tidak takut lagi dimusuhi oleh siapa pun juga karena dia mempunyai andalan ilmu-ilmu yang tinggi dan sakti. Akan tetapi, ketika dia berlayar mencari negaranya, dia tersesat jalan dan akhirnya dia tiba di sebuah pulau kosong yang tak pernah didatangi manusia.

Di tempat ini dia diserang oleh tiga ekor burung rajawali tadi, akan tetapi karena kepandaiannya, dia berhasil menundukkan mereka, bahkan membuat rajawali hitam yang liar dan ganas itu menjadi jinak dan menjadi binatang tunggangannya. Adapun dua ekor rajawali putih yang masih muda, menurut saja kemana pun perginya rajawali hitam, maka sekaligus dia memperoleh tiga ekor binatang peliharaan yang boleh diandalkan! Setelah memiliki binatang tunggangan yang hebat ini, dia mencari lagi negaranya dengan menunggang rajawali hitam. Akan tetapi kembali dia tersesat, dan kini rajawali itu membawanya turun ke Pulau Neraka! Begitu melihat keadaan pulau ini dan melihat para penghuninya yang rata-rata memiliki ilmu kepandaian tinggi seketika hatinya tertarik. Dia menundukkan mereka semua dengan kepandaiannya dan mengangkat diri sendiri menjadi ketua Pulau Neraka.

Dan karena selama perantauannya dia sudah membuang nama sendiri, melupakan nama itu yang dianggap sebagai nama buronan yang rendah, maka dia memperkenalkan dirinya sebagai Hek-tiauw Lo-mo. Nama Hek-tiauw diambil dari nama tunggangannya, seekor burung rajawali hitam, dan nama Lo-mo diambilnya karena dia memang merasa sebagai seorang iblis tua yang cocok menjadi ketua Pulau Neraka! Demikianlah, selama tiga tahun Hek-tiauw Lo-mo menjadi ketua Pulau Neraka, dan dia malah menurunkan ilmu kepada para penghuni Pulau Neraka yang kini hanya tinggal dua puluh orang pria dan tujuh orang wanita itu. Empat orang di antara tujuh orang wanita yang masih muda, biarpun mereka sudah menjadi isteri empat orang penghuni Pulau Neraka, secara paksa diambil oleh Hek-tiauw Lo-mo sebagai selir-selirnya sendiri!

Dan dia menganjurkan kepada anak buahnya untuk mencari wanita dari perkampungan nelayan. Dalam tiga tahun itu, bertambahlah penghuni Pulau Neraka dengan tiga puluh orang wanita lagi, wanita-wanita muda yang mereka culik dari perkampungan nelayan di sekitar laut itu. Kedua kakak-beradik dari Pulau Es yang tadinya merasa girang melihat bahwa di pulau asing itu ada penghuninya, yang menimbulkan harapan bahwa mereka akan dapat menanyakan arah menuju ke daratan besar, kini menjadi terkejut sekali melihat orang-orang ini ternyata berkepandaian tinggi, bersikap liar dan rata-rata mereka mempunyai wajah yang pucat putih seperti dikapur, kecuali wajah kakek raksasa itu. Lebih kaget lagi hati mereka melihat orang-orang itu telah mengurung mereka dengan sikap mengancam.

"Huah-ha-ha-hahh!"

Hek-tiauw Lo-mo tertawa bergelak saking girang hatinya melihat dua orang laki-laki muda yang bertubuh tegap sehat dan bersih itu. Mulutnya mengeluarkan air liur ketika seleranya bangkit! Sebaliknya, Kian Lee dan Kian Bu terkejut sekali dan memandang dengan hati ngeri melihat betapa kakek raksasa itu ternyata bercaling seperti biruang es yang belum lama ini mereka lawan! Melihat sikap mereka yang mencurigakan dan mengkhawatirkan itu, Kian Lee sudah mengangkat tangan depan dada, menjura sambil berkata,

"Harap Cu-wi sudi memaafkan kami berdua kalau kami mengganggu Cu-wi dan datang di sini tanpa ijin Cu-wi. Kami datang hanya ingin menanyakan sesuatu kepada Cu-wi."

Mendengar cara bicara pemuda tampan itu yang halus dan teratur rapi, Hek-tiauw Lo-mo kembali tertawa bergelak.

"Ha-ha-ha, menarik sekali! Katakanlah, orang muda yang tampan, apa yang hendak kalian tanyakan kepada kami?"

Kian Lee tak ingin berpanjang cerita maka dia berkata singkat.

"Kami berdua tersesat jalan karena terbawa gelombang lautan dan kami ingin bertanya ke manakah arah daratan besar."

Hek-tiauw Lo-mo menoleh kanan kiri memandang anak buahnya, tetsenyum menyeringai lalu berkata,

"Dengarkah kalian? Mereka sudah datang ke daratan sini masih ingin mencari daratan besar. Heh-heh!"

Semua penghuni Pulau Neraka yang kini telah datang berkumpul, tersenyum lebar menyeringai. Dua orang pemuda tanggung itu menjadi makin gelisah dan mulailah mereka menduga bahwa tentu akan terjadi hal yang tidak baik bagi mereka.

"Kalau Cu-wi tidak mau memberi tahu, biarlah kami pergi lagi saja dan kami tidak akan mengganggu lebih lama lagi. Marilah, Lee-ko!"

Kata Kian Bu yang sudah hilang sabarnya menyaksikan sikap mereka.

"Hai, nanti dulu! Kalian hendak pergi ke mana?"

Hek-tiauw Lo-mo berkata nyaring dan semua anak buahnya sudah bergerak menghadang kedua orang muda itu.

"Kami hendak pergi dari sini!"

Kian Bu membentak, marah sudah. Melihat kemarahan adiknya, Kian Lee cepat berkata dengan suara masih penuh kesabaran dan ketenangan,

"Harap Cu-wi tidak menghalangi kami yang hendak pergi lagi dengan aman."

"Ha-ha-ha, tidak begitu mudah, orang-orang muda yang baik! Siapapun dia yang sudah mendarat di Pulau Neraka, tidak dapat pergi begitu saja!"

"Pulau Neraka....?"

Kedua orang muda itu terbelalak setelah mengeluarkan kata-kata ini. Tentu saja mereka telah mendengar akan Pulau Neraka dari penuturan orang tua mereka, bahkan Kian Lee tahu pula bahwa ibu kandungnya dahulu adalah ketua Pulau Neraka!

"Aihhh! Jadi kalian ini adalah para penghuni Pulau Neraka dan kami berdua berada di Pulau Neraka? Sungguh kebetulan sekali!"

Teriak Kian Bu dengan girang.

"Ha-ha-ha, mengapa kau katakan kebetulan, orang muda?"

Tanya Hek-tiauw Lo-mo, agak kecewa mengapa kedua orang pemuda tanggung ini tidak takut mendengar nama Pulau Neraka.

"Karena ibu kami, ibu kandung kakakku ini, pernah menjadi ketua Pulau Neraka ini!"

"Bu-te....!"

Kian Lee terkejut melihat adiknya yang begitu sembrono mengakui hal itu. Benar saja, kakek itu terkejut sekali, akan tetapi lebih terkejut lagi adalah para penghuni Pulau Neraka itu yang kini memandang kepada Kian Lee dengan mata bengong dan penuh selidik. Mereka semua tahu bahwa majikan mereka yang dahulu, kini telah menjadi isteri Pendekar Super Sakti di Pulau Es. Hek-tiauw Lo-mo yang tidak mengenal apa yang dimaksudkan dengan wanita ketua Pulau Neraka itu, bertanya mendesak.

"Benarkah demikian?"

Karena adiknya sudah terlanjur bicara, maka Kian Lee lalu berkata dengan suara tenang, dan sesungguhnya,

"Tidak salah ucapan adikku. Ibuku pernah menjadi ketua Pulau Neraka, akan tetapi sekarang ibuku adalah penghuni Pulau Es. Kami berdua datang dari Pulau Es, kami adalah dua orang putera Pendekar Super Sakti, Majikan Pulau Es."

Mendengar ucapan ini, semua penghuni Pulau Neraka terbelalak dan serta merta mereka menjatuhkan diri berlutut menghadap ke arah dua orang pemuda itu! Melihat betapa semua anak buahnya memperlihatkan sikap menghormat kepada dua orang muda yang mengaku datang dari Pulau Es itu, Hek-tiauw Lo-mo menjadi marah sekali. Dia membanting kedua kakinya yang sebesar kaki gajah itu ke atas tanah sehingga tanah sekeliling tempat dia berdiri tergetar seperti dilanda gempa bumi!

"Bangun semua! Hayo bangkit semua, yang tidak bangkit akan kubunuh!"

Posting Komentar