Pendekar Pemabuk Chapter 38

NIC

“Kalau tidak doyan arak, masa disebut Ciu-hiap (Pendekar Arak)?”

Akan tetapi, mereka itu kecele bahwa Gwat Kong itu demikian gila arak sehingga dalam pertempuran sempat menikmati rasa arak yang wangi. Karena setelah menyimpan kembali guci araknya, tiba-tiba tubuhnya melesat maju dan pedangnya diputar sedemikian rupa sehingga terdengar dua kali teriakan dan tubuh dua orang pengeroyok jatuh tersungkur.

Kemudian tiba-tiba pemuda itu membentak keras dan dari mulutnya tersemburlah arak yang diminumnya tadi dan para penjaga kini bengong dan memandang dengan mata terbelalak karena terdengar pekik kesakitan dan lima orang di antara tujuh pengeroyok itu segera melemparkan pedangnya atau goloknya dan menggunakan tangan untuk menutupi muka mereka sambil merintih-rintih kesakitan. Ternyata bahwa semburan arak itu bagaikan jarum- jarum tajam menusuk-nusuk muka mereka, bahkan yang tidak keburu memeramkan mata ada yang rusak matanya bagaikan ditusuk jarum.

Dua orang penjahat ketika melihat hal ini hendak lari, akan tetapi begitu Gwat Kong melompat dan pedangnya digerakkan, dua orang inipun roboh terguling dengan pundak mereka terluka hebat.

Tentu saja para penjaga menjadi girang luar biasa melihat hal ini. Mereka berebutan maju untuk memasang belenggu pada tangan para penjahat itu. Tiada henti-hentinya mereka memuji-muji Gwat Kong. Akan tetapi yang dipuji sudah semenjak tadi pergi dari tempat itu dan cepat berlari menuju ke rumah Lie-wangwe untuk menyusul Tin Eng.

Juga Tin Eng menghadapi lawan-lawan, bahkan lawannya lebih berat dari pada yang dihadapi oleh Gwat Kong ketika gadis itu tiba di atas genteng rumah Lie-wangwe. Ternyata ia melihat lima orang penjahat sedang mengamuk dan biarpun di rumah pamannya itu terjaga oleh para penjaga yang sepuluh orang banyaknya, akan tetapi mereka tak berdaya apa-apa dan enam orang penjaga sudah rebah sambil merintih-rintih.

Lima orang inipun mengenakan kedok pada mukanya. Akan tetapi Tin Eng mengenal potongan badan dua orang di antara mereka yang terlihai, yang ia tahu adalah Touw Cit dan Touw Tek. Segera ia menyambar turun dengan pedang di tangan sambil membentak,

“Touw Cit dan Touw Tek, dua bangsat rendah! Tak perlu kalian memakai ledok, karena kalian tak dapat menipu nonamu!”

Touw Cit tertawa mendengar ini dan melemparkan kedoknya yang menutupi mukanya sehingga sisa penjaga yang melihat ini menjadi terheran-heran!

“Mundurlah biar aku menghadapi tikus-tikus ini!” seru Tin Eng kepada mereka. Para penjaga tentu saja menjadi girang karena mereka telah mendengar akan kelihaian nona ini, maka mereka menolong kawan-kawan yang terluka itu.

Sementara itu, Touw Tek yang juga sudah melemparkan kedoknya, segera maju menyerang dengan goloknya. Penjahat tinggi besar ini masih teringat akan sakit hatinya siang tadi ketika ia dipermainkan oleh Tin Eng, maka kini ia hendak menggunakan kesempatan dan mengandalkan kakak dan kawan-kawannya untuk membalas dendam.

Akan tetapi Tin Eng tertawa mengejek sambil menangkis serangan itu dengan pedangnya. “Kau masih belum kapok?” Dan ketika ia membarengi tangkisan pedangnya itu dengan serangan mendadak, Touw Tek terkejut sekali dan cepat melempar tubuhnya ke belakang karena tahu-tahu ujung pedang nona itu telah berada di depan hidungnya.

Akan tetapi, betapapun cepat ia melempar diri ke belakang, ujung pedang itu agaknya tidak mau meninggalkan lehernya. Untung baginya bahwa Touw Cit segera bergerak dan menusuk lambung Tin Eng dari kanan. Nona itu terpaksa membatalkan serangannya kepada Touw Tek dan menangkis tusukan Touw Cit.

Akan tetapi diam-diam ia merasa terkejut ketika merasa betapa benturan pedang itu membuat tangannya tergetar. Maklumlah ia bahwa Touw Cit bukanlah seperti adiknya, Touw Tek.

Kepala gerombolan ini agaknya memiliki tenaga lweekang yang tinggi dan melihat gerakan pedangnya, ia merupakan lawan yang tak boleh dipandang ringan.

Maka Tin Eng tidak mau membuang banyak waktu lagi karena ia maklum bahwa kini ia menghadapi Touw Cit yang lihai ditambah dengan empat orang lagi. Dengan seruan garang, ia lalu putar-putar pedangnya dan mainkan Sin-eng Kiam-hoat yang telah disempurnakan atas petunjuk-petunjuk dari Gwat Kong.

Ilmu pedang ini memang lihai sekali dan baru beberapa gebrakan saja, kembali Touw Tek telah terkena ujung pedang Tin Eng yang melukai pangkal lengan kanannya. Tiga orang kawannya yang berkepandaian hanya setingkat dengan Touw Tek, menjadi jerih.

Pada saat itu, dari luar mendatangi serombongan penjaga lagi yang berjumlah enam orang. Mereka itu lalu menggabung dengan sisa penjaga dan mengeroyok Touw Tek dan tiga orang penjahat itu, karena tadi pun yang membuat para penjaga kewalahan hanyalah Touw Cit seorang yang amat lihai. Dengan berteriak-teriak para penjaga mengeroyok Touw Tek yang telah terluka dan sebentar saja Touw Tek yang kenyang mendapat gebukan dari para penjaga, kena ditangkap erat-erat bagaikan seekor babi mau disembeli!

Tiga orang kawannya melihat hal ini, menjadi kacau permainannya dan mereka lalu mencoba untuk melarikan diri. Dua orang kena dikepung dan dihantam oleh para pengeroyoknya sehingga tertangkap pula, sedangkan yang seorang lagi telah berhasil melompat naik ke atas genteng. Akan tetapi, tiba-tiba terdengar seruan Tin Eng,

“Turun kau!” Tangan kiri gadis yang masih bertempur hebat dengan Touw Cit ini diayun dan sebatang piauw meluncur ke arah kaki penjahat yang mencoba untuk melarikan diri.

Terdengar teriakan ngeri dan tubuh penjahat itu menggelinding kembali ke bawah genteng disambut oleh para penjaga dengan teriakan dan gebukan-gebukan.

Kini Tin Eng hanya menghadapi Touw Cit seorang lawan seorang. Ketika Touw Cit mainkan pedangnya, diam-diam Tin Eng terkejut sekali. Ternyata bahwa penjahat ini mainkan ilmu pedang Go-bi-pai. Ilmu pedang penjahat ini sama benar dengan ilmu pedang ayahnya dan yang telah ia pelajari pula.

“Kau anak murid Go-bi-pai!” tak terasa lagi mulut dara itu berseru kaget sambil menangkis serangan lawannya dengan pedang.

Touw Cit terkejut dan memandang tajam sambil menunda serangan. “Siapakah kau?”

“Akupun anak murid Go-bi-pai!” jawab Tin Eng. “Kau sungguh memalukan dan mencemarkan nama baik Go-bi-pai. Tak ingatkah kau akan sumpahmu ketika kau mulai belajar silat?”

“Bohong!” seru Touw Cit. “Permainan pedangmu sama sekali bukan ilmu pedang Go-bi-pai!”

“Aku bukan membohong seperti kau! Buka matamu lebar-lebar!” Setelah berkata demikian, Tin Eng lalu merobah permainan pedangnya dan kini ia menyerang lawannya itu dengan ilmu pedang Go-bi-pai yang ia pelajari dari ayahnya. Touw Cit segera menangkis dan untuk beberapa belas jurus lamanya mereka bertempur dalam ilmu pedang yang sama.

“Betul, betul kau, pandai mainkan ilmu pedang Go-bi-pai!” seru Touw Cit girang. “Mengapa kau memusuhi saudara seperguruan sendiri?”

“Cih, siapa sudi kau sebut saudara seperguruan?” bentak Tin Eng. “Orang yang melakukan kesesatan dan kejahatan macam kau tak berhak menyebut dirimu sebagai anak murid Go-bi- pai lagi!”

Kembali Tin Eng menyerang sambil mempergunakan ilmu pedang Sin-eng Kiam-hoat oleh karena ternyata bahwa ilmu pedang Go-bi-pai yang ia miliki masih kalah tinggi apabila dibandingkan dengan Touw Cit. Penjahat itu menjadi marah sekali dan mengerahkan seluruh kepandaian untuk melayani gadis yang lihai itu. Pertempuran berjalan makin seru dan hebat sehingga pedang mereka berkelebat dan sinarnya bergulung-gulung. Para penjaga yang kini telah membereskan semua penjahat yang menjadi korban, hanya menonton saja karena mereka maklum bahwa kepandaian mereka masih jauh untuk dapat membantu gadis pendekar itu. Mereka hanya berteriak-teriak menambah semangat Tin Eng.

Pada saat itu terdengar seruan, “Jangan lepaskan penjahat itu!” Dan dari atas wuwungan nampak bayangan Gwat Kong mendatangi.

Melihat ini Touw Cit menjadi gentar juga dan segera mengirim tusukan kilat ke arah dada Tin Eng yang mengelak cepat. Touw Cit menggerakkan tangan kiri dan dua butir peluru besi sebesar telor ayam menyambar ke arah leher dan lambung Tin Eng. Gadis ini cepat menggulingkan tubuhnya ke atas tanah dengan terkejut karena hampir saja ia menjadi korban serangan senjata gelap lawan.

Kesempatan ini digunakan oleh Touw Cit untuk melompat jauh dan melarikan diri di dalam gelap.

“Bangsat rendah hendak pergi ke mana!” teriak Tin Eng yang segera mengejar.

Posting Komentar