Ia segera mengutus orang-orang kepercayaannya untuk membawa kendaraan berkuda besar menjemput Tiong San yang menjadi mempelai laki-laki dan kini telah diberi pakaian yang amat indah. Pakaian ini terbuat dari sutera halus dan atas permintaannya, maka telah dipilih sutera warna hijau yang amat mahal dan indah.
Untuk memenuhi adat kebiasaan, mempelai laki-laki akan tiba dari rumah orang tua atau walinya untuk menjemput calon isterinya, maka karena ia tidak keberatan untuk mengangkat wali kepada Pangeran Ong Tai Kun. Ketika kereta yang menjemputnya datang, ia segera berangkat naik kereta menuju ke gedung Pangeran Ong Tai Kun yang kemaren dulu terjadi keributan karena gangguannya!
Ketika ia turun dari kendaraan, semua perwira yang kemaren mengeroyoknya, memandang dengan penuh perhatian dan mereka mau tidak mau harus menyatakan kagum dalam hati melihat kegagahan dan ketampanan pemuda yang dipilih menjadi calon suami Siu Eng itu.
Pangeran Ong Tai Kun sendiri menyambut pemuda itu dengan senyum simpul. Telinganya yang buntung kini tertutup oleh sebuah kopiah bulu yang sengaja dibuat dengan model kopiah yang besar menutup telinga. Muka Pangeran ini masih nampak pucat dan biarpun bibirnya tersenyum-senyum dan mukanya berseri-seri, akan tetapi mata Tiong San yang tajam tak dapat ditipu dan pemuda ini melihat sinar api di dalam mata Pangeran itu yang membuatnya berlaku waspada dan berhati-hati.
Hari itu sampai malam harinya, Ong Tai Kun memperlihatkan sikap yang baik sekali. Ia mengajak Tiong San makan minum dan bercakap-cakap dengan gembira, berkali-kali menyatakan kegembiraannya dan mengucapkan selamat atas kebahagiaan pemuda ini.
“Kau benar-benar beruntung,” katanya sambil menambah arak dalam cawan Tiong San, “Mungkin kau tidak tahu bahwa nona Gui Siu Eng itu adalah kembang kota raja yang banyak dikagumi orang. Tidak ada pemuda di kota raja yang tidak mengimpikannya. Selain cantik jelita, iapun terkenal pandai dalam ilmu kesusasteraan dan dalam hal ilmu Silat, tidak ada wanita keduanya! Kau benar-benar beruntung sekali!”
“Terima kasih, Ong-taijin. Akan tetapi yang lebih menggirangkan hatiku ialah melihat bahwa agaknya kau benar-benar telah insyaf dan suka merobah kebiasaan yang kurang baik. Aku merasa bersyukur sekali dan harap kau sudi memberi maaf atas atas perlakuanku kemarin dulu yang kasar.” Melihat keramah tamahan Pangeran itu, kecurigaan di hati Tiong San mulai mengurang.
Malam hari itu, Tiong San mendapat sebuah kamar yang indah dan dihias bagus, merupakan kamar penganten benar-benar! Ketika Tiong San berada di dalam kamarnya seorang diri dan naik ke pembaringan, tiba-tiba ia memasang telinga dan segera tersenyum sambil menarik selimut untuk menutupi tubuhnya dan sebentar saja ia telah mendengkur. Ia maklum bahwa di sekeliling kamarnya dijaga orang- orang pandai dan maklum pula bahwa ini tentu perbuatan Pangeran Lu Goan Ong dan Pangeran Ong Tai Kun yang diam-diam menyuruh para perwiranya menjaganya, khawatir kalau-kalau ia akan lari kabur!
Pada keesokan harinya, para pelayan Pangeran Ong Tai Kun datang membawakan air hangat dan setelah Tiong San mencuci badan, mereka lalu membantu pemuda itu mengenakan pakaiannya yang indah. Bahkan Pangeran Ong Tai Kun sendiri membantu dan membereskan pakaian Tiong San. Setelah saatnya untuk berangkat tiba, Pangeran Ong Tai Kun datang membawa guci arak dan dua buah cawan.
“Shan-tung Koay-hiap,” katanya sambil tertawa, “Sebagai seorang wali, juga sebagai kawan baik menghormati kawan yang gagah perkasa dan menerima keberuntungan, sukalah kiranya kau minum tiga cawan arak!”
Tiong San tersenyum dan menerima cawan arak itu. Ketika ia membawa cawan ke mulutnya dan arak sudah masuk ke mulut, ia merasa betapa lidahnya menjadi lemas dan gatal-gatal. Diam-diam ia terkejut sekali, dan tahu bahwa diam-diam pangeran Ong Tai Kun ini sengaja menjalankan maksud keji dan hendak meracuni pada saat terakhir.
Melihat betapa pemuda itu menunda minumnya, wajah Pangeran Ong Tai Kun menjadi pucat, akan tetapi ia menarik napas lega ketika pemuda itu melanjutkan minumnya dan sekali tenggak arak secawan itu memasuki perutnya!
Ong Tai Kun tertawa girang. “Arak dalam cawan pertama itu untuk ucapan selamat, cawan kedua untuk menambah tng kepada penganten pria dan cawan ketiga untuk menambah kekal persahabatan kita!”
Tanpa menjawab sesuatu, Tiong San minum dua cawan arak yang mengandung racun itu. Kemudian ia menggandeng tangan Pangeran Ong Tai Kun yang sebagai walinya akan mengantarnya menjemput mempelai perempuan.
Bagaimana Tiong San berani minum tiga cawan arak yang telah diketahuinya mengandung racun itu? Ternyata bahwa ketika ia belajar ilmu kepandaian di bawah bimbingan suhunya yang sakti dan aneh, ia mendapat gemblengan hebat dalam ilmu lweekang secara ajaib dan suhunya itu yang bicara dengan tegas dan jelas apabila sedang memberi pelajaran, telah memberi tahu kepadanya bahwa bahaya besar bagi seorang ahli silat yang paling sukar dijaga adalah serangan lawan yang mempergunakan tipu muslihat halus, yakni dengan jalan meracuninya.
“Ada dua macam racun,” kata Thian-te Lo-mo kepada muridnya itu yang mendengarkan dengan penuh perhatian, “Racun yang bersifat keras dan bekerjanya cepat sekali sehingga begitu racun ini memasuki perut, orang yang meminumnya akan mati pada saat itu juga, dan ada pula racun yang bersifat halus dan bekerjanya amat lambat sehingga yang meminumnya baru akan tewas dalam beberapa hari atau beberapa pekan menurut ukuran racun dan si peminum itu sendiri. Racun yang pertama, yakni yang keras, begitu memasuki mulut, apabila kita menggunakan hawa dari dalam perut yang dikerahkan ke dalam mulut dan ujung lidah, maka lidah kita akan menjadi kaku dan ada rasa getir pada lidah itu. Jika kau merasai ini, sekali-kali jangan kau minum racun itu dan segera semburkan minuman itu ke arah muka lawan dan seranglah ia dengan pukulan maut. Akan tetapi apabila kau minum minuman yang membuat lidahmu terasa lemas dan agak gatal-gatal ketika kau mengerahkan hawa dari dalam perut, itulah tanda racun kedua yang kerjanya dengan halus. Kau boleh segera semburkan arak atau minuman beracun halus itu ke arah mata lawanmu dan memberi pukulan yang cukup untuk membuat ia roboh pingsan. Akan tetapi, apabila keadaan menghendaki, ada jalan bagimu untuk menelan minuman beracun halus itu tanpa membahayakan keselamatan nyawamu. Kerahkan lweekang dan hentikan jalan darah dan pernapasanmu dan apabila kau mengerahkan khikang di dalam perut untuk mendesak minuman itu keluar lagi dari mulutmu, maka semua minuman itu akan keluar bersama racun di dalamnya dan perutmu akan menjadi bersih kembali. Akan tetapi ingat, jangan sekali-kali kau bicara ketika menahan napas dan menghentikan jalan darah. Kalau kau berbuat demikian, maka tidak semua racun akan ikut keluar dan perutmu akan menjadi terluka!”
Oleh karena itu, ketika tadi Tiong San merasa betapa lidahnya menjadi lemas dan agak gatal, ia maklum bahwa ia diberi minum racun halus yang bekerja lambat. Ia adalah seorang pemuda yang pemberani dan tabah, serta sudah memiliki adat aneh dari suhunya, maka ia sengaja menelan masuk tiga cawan arak itu. Setelah minum tiga cawan arak itu, ia lalu menggandeng tangan “walinya” masuk ke dalam kereta yang telah tersedia di depan istana Pangeran Ong Tai Kun.
Kendaraan lalu dijalankan, didahului dengan barisan bertombak dan rombongan musik yang memukul tambur dan gembreng. Di belakang kendaraan itu orang-orang sibuk memasang petasan sehingga keadaan menjadi ramai dan gembira sekali. Penonton berdesak-desakan dan ketika Tiong San naik ke dalam kereta tadi, para penonton memuji-muji kegagahan pemuda yang terpilih oleh Gui-siocia itu. Pakaian Tiong San dari sutera hijau tertutup oleh jubah pengantin yang berwarna merah dan dikembang-kembang dengan benang emas. Kepalanya mengenakan topi penganten yang dihias dengan batu-batu permata.
Ketika kendaraan berjalan dan tambur serta gembreng ditabuh, penonton mengantarkan penganten dengan tepuk tangan dan sorak riuh rendah!
Di gedung Pangeran Lu Goan Ong tidak kalah meriahnya. Di depan gedung dihias indah, dan musik terdengar semenjak pagi. Tamu-tamu yang terdiri dari para pembesar dan Pangeran-Pangeran di kota raja, berangsur-angsur datang. Tak seorangpun pembesar yang berada di kota raja tidak datang menghadiri perayaan itu, karena siapakah yang tidak menghormat dan segan terhadap Pangeran Lu Goan Ong? Bahkan kaisar sendiri telah mengirim hadiah berupa hiasan rambut mempelai wanita.
Yang paling merasa berbahagia adalah Siu Eng sendiri. Semenjak pagi gadis ini telah dirias sehingga wajahnya yang telah cantik jelita itu menjadi makin menarik. Kedua pipinya kemerah-merahan membayangkan perasaan gembira dan bahagia.
Ia duduk di dalam kamar, dikelilingi para pelayan wanita, ada yang mengipasinya, ada yang memberes- bereskan pakaian pengantin yang dipakainya, ada yang membereskan rambutnya dan sebagainya. Ia telah siap untuk menanti datangnya mempelai laki-laki atau calon suaminya yang akan datang menyambutnya.
Tiba-tiba terdengar suara petasan di luar dan para pelayan sambil tertawa-tawa lalu memasang penutup kepala yang dihias penuh dengan batu permata dan emas di kepala Siu Eng yang tersenyum-senyum malu karena maklum bahwa calon suaminya telah tiba.
Di Luar juga terjadi kesibukkan luar biasa. Lu Goan Ong sebagai paman dan wali dari mempelai wanita, segera membawa rombongannya menyambut keluar. Kendaraan penganten berhenti tepat di depan gedung setelah memasuki pekarangan gedung yang amat luas. Para penonton tidak boleh masuk, hanya sampai di pintu gerbang dan mereka berdesak-desakan di situ sambil menjenguk ke dalam.
Karena pintu dan tirai kendaraan belum juga dibuka, maka Lu Goan Ong sendiri melangkah maju. Pangeran ini mengulur kedua tangannya, membuka tirai dan menjenguk ke dalam. Akan tetapi ia berdiri terheran-heran seperti patung, matanya terbelalak memandang ke dalam kendaraan. Apakah yang ia lihat??
Ternyata bahwa di dalam kendaraan itu hanya duduk satu orang yang bukan lain ialah Pangeran Ong Tai Kun sendiri! Pangeran ini mengenakan jubah penganten laki-laki, akan tetapi ia duduk di atas bangku kereta itu bagaikan arca, sama sekali tidak bergerak!
Pangeran Lu Goan Ong berteriak dan semua orang memburu ke situ. Beramai-ramai mereka lalu menurunkan Pangeran Ong Tai Kun yang ternyata telah menjadi kaku tubuhnya karena tertotok secara hebat sekali.
Keadaan menjadi gempar dan Pangeran Ong Tai Kun dipepayang masuk ke ruang yang penuh tamu. Di situ terdapat banyak perwira tinggi dan di antaranya bahkan jago-jago kelas satu dari kaisar hadir pula. Melihat keadaan Pangeran Ong Tai Kun, mereka lalu turun tangan dan dengan susah payah karena totokan itu benar-benar aneh, mereka akhirnya dapat juga membebaskan Pangeran itu dari pengaruh totokan.
Pada saat yang sudah kacau dan gempar itu, ditambah dengan kegemparan lain yang lebih mengagetkan. Ternyata bahwa Siu Eng yang berada di dalam kamarnya, menanti “si dia” dengan hati berdebar-debar, mendengar pula warta mengejutkan itu dari seorang pelayan.
“Penganten laki-laki tidak ada, yang ada hanya Ongya yang mengenakan baju penganten. Agaknya Ongya akan menggantikan penganten laki-laki,” kata pelayan itu dengan napas megap-megap.
Mendengar ini, serentak Siu Eng melompat bangun, melemparkan penghias dan penutup kepalanya, mencabut pedang dan berlari keluar. Ia melihat betapa Ong Tai Kun sudah duduk di atas kursi, sedang dihujani pertanyaan-pertanyaan oleh semua orang. “Kurang ajar!” tiba-tiba Siu Eng membentak dan ia menyerang pangeran Ong dengan pedangnya! Akan tetapi pamannya, Pangeran Lu Goan Ong, segera mencegahnya dan memegang lengannya.
“Sabar , Siu Eng, tenanglah dan mari kita bicara di dalam secara baik-baik. Tentu telah terjadi sesuatu
yang hebat dengan saudara Ong Tai Kun!”