"Hayo, A-cauw, apakah engkau kehilangan nyalimu setelah berhadapan dengan wanita cantik?" de mikian antara lain orang itu berkata.
Agaknya laki-laki yang berada di dekat meja Cui Hong itu bernama A-cauw dan kini dia me mbungkuk dengan sikap hormat dibuat-buat kepada Cui Hong. "Nona, apakah Nona sendirian saja ma kan di sini?"
Cui Hong ma klum bahwa laki-laki ini hendak kurang ajar, akan tetapi ia tidak mau mencari keributan. Dengan suara datar ia pun menjawab, "Benar, aku duduk dan makan sendirian. Ada sangkutan apakah hal itu dengan dirimu?"
"Begini, Nona. Aku dan teman-teman ku itu, kami berempat baru saja menang taruhan, dan kami mengadakan pesta di restoran ini. Melihat Nona seorang diri saja, kami bere mpat ingin sekali mengundang Nona untuk makan bersama kami, bersenang-senang dan ikut menghab iskan uang kemenangan kami." Cui Hong mengerutkan alisnya dan ingin mena mpar muka yang bopeng itu. Akan tetapi ia menahan diri. Ia sedang berada di kota raja dan dengan tugas yang a mat penting. Kalau ia me mbuat ribut tentu akan menarik perhatian, apalagi kalau sampai ia me mperlihatkan kepandaiannya, tentu akan men imbulkan kecurigaan. Ia harus merahasiakan dirinya agar tidak ada yang tahu bahwa ia adalah Kim Cui Hong yang sedang berusaha membalas dendam terhadap musuh- musuhnya. Untuk ini pula ia sudah bersusah payah menghias mukanya dengan penyamaran sehingga tahi lalat di dagunya juga tidak nampak. Ia percaya bahwa seperti juga Louw Ti, musuh-musuhnya yang lain tidak akan dapat mengenalnya tanpa adanya tahi lalat di dagunya itu. Kalau kini ia me layani segala urusan kecil seperti gangguan laki-laki kurang ajar ini, hai itu amat berbahaya karena dapat membocorkan rahasia tentang dirinya yang hendak dirahasiakan. Pula, sejauh ini, laki- laki bermuka bopeng itu belum me mperlihatkan sikap kurang ajar, bahkan me mpersilakannya dengan sopan, walaupun kesopanan itu dibuat-buat.
"Terima kasih, Saudara. Akan tetapi aku sudah kenyang, maka terpaksa aku tidak dapat menerima undanganmu. Terima kasih, aku ma lah sudah selesai makan dan hendak pergi." Berkata demikian, Cui Hong bangkit dan me mberi isyarat kepada pelayan untuk datang agar ia dapat membayar harga ma kanan dan pergi secepatnya dari situ. Akan tetapi, ketika pelayan itu datang dengan sikap takut-takut Si Muka Bopeng me mbentaknya,
"Mau apa kau? Pergi!" Pelayan itu mundur lagi dengan muka me mbayangkan ketakutan. Hal ini menyadarkan Cui Hong bahwa e mpat orang itu me mang sudah dikenal di situ dan agaknya sudah biasa ditakuti orang.
"Nona, seorang gadis secantik engkau tidak patut kalau makan sendirian, maka mar ilah ikut bersama kami, Nona. Nanti kami akan mengantar Nona pulang. Di manakah rumah mu dan siapa pula nama mu, Nona?" Si Muka Bopeng kini se makin berani dan pertanyaan-pertanyaannya itu mulai kurang ajar.
"Apakah sudah ada yang punya, Nona man is?" terdengar seorang temannya berteriak dari meja sebelah.
"Aihh, jangan jual mahal, Nona manis," kata yang lain.
"Ka mi baru saja mendapat rejeki besar, jangan khawatir, kami ma mpu me mber i hadiah besar kepadamu, Nona man is" sambung orang ke tiga.
O 0 o odwo o 0 O
MENDENGAR ucapan-ucapan itu dan me lihat sikap mereka. Cui Hong mulai naik darah. Ia merasa serba salah, menghajar mereka berarti akan me mbuka rahasianya. Mendiamkan saja, mereka tentu akan semakin kurang ajar dan ia tidak akan kuat menahan kesabarannya lagi.
Akan tetapi pada saat itu, terdengar suara seorang laki-laki yang terdengar tegas dan halus, biarpun penuh dengan nada teguran. "Saudara-saudara adalah laki-laki, maka tidak sepatutnya kalau mengganggu seorang wanita baik-baik di tempat umum. Nona ini sudah ma kan dan meno lak undangan kalian, kenapa me ngeluarkan ucapan yang tidak sopan?"
Cui Hong cepat me mandang dan ternyata yang menge luarkan kata-kata itu adalah pe muda yang berpakaian kuning yang tadi duduk seorang diri di sudut belakang. .Kini pemuda itu telah bangkit dari tempat duduknya dan me mandang kepada Si Muka Bopeng dengan sinar mata penuh teguran.
Tentu saja Si Muka Bopeng menjadi marah. Mukanya berubah merah sekali. Dia dan kawan-kawannya terkenal sebagai jagoan-jagoan di lorong itu, dan kini seorang pe muda yang asing berani menegur mereka! Si Muka Bopeng men inggalkan meja Cui Hong dan cepat melangkah mengha mpiri meja Si pe muda berpakaian kuning dengan mata me lotot dan tangan terkepal. Akan tetapi dia berhati-hati, ingin tahu dulu siapa adanya orang yang berani menegur dia dan teman-temannya. Di kota raja banyak terdapat orang pandai dan golongan-golongan yang kuat, maka dia tidak boleh salah tangan menentang orang yang lebih tinggi kedudukannya atau lebih kuat. Memang, di bagian ma na pun di dunia ini, orang-orang yang suka bertindak sewenang- wenang, yang suka me mpergunakan kekerasan untuk menekan orang la in, selalu me miliki watak pengecut dan beraninya hanyalah kepada orang-orang yang lebih lemah dari padanya. Sekali bertemu yang lebih kuat atau lebih tinggi kedudukannya, maka akan na mpaklah wataknya yang aseli dan dia akan berubah dari s inga buas menjadi seekor do mba yang mengembik, menjad i seorang penjilat yang tidak mengenal malu.
"Siapakah engkau, berani menca mpuri urusan kami?" bentak Si Muka Bopeng. Juga tiga orang kawannya sudah bangkit berdiri dan me mandang ke arah pe muda berpakaian kuning itu dengan mata me lotot dan muka menganca m.
Dengan sikap mas ih tenang pe muda itu menjawab, "Na maku Tan Siong dan aku tidak ber maksud menca mpuri urusan kalian, me lainkah hanya menasihatkan bahwa tidak sepatutnya laki- laki menggoda wanita di te mpat umum."
"Perduli apa engkau? Apa sih kedudukan dan pekerjaan mu maka engkau berani menentang kami?" Si Muka Bopeng kembali bertanya karena dia mas ih ragu-ragu untuk turun tangan terhadap pemuda yang belum dikenalnya ini. Sementara itu, sambil me lir ik dan mengikuti peristiwa itu dengan sudut matanya, Cui Hong men gha mpir i pelayan dan menyerahkan pembayaran harga makanannya. Akan tetapi ia masih berdiri di dekat pintu, me mandang ke arah dua orang laki- laki yang sedang bertengkar itu. Hatinya semakin tertarik karena pemuda berpakaian kuning itu bersikap de mikian tegas, jujur dan penuh dengan keberanian. juga hatinya senang sekali karena pemuda itu telah me mbe lanya, walaupun ia yakin bahwa pemuda itu akan me mbela wanita mana pun yang diganggu orang. Pemuda itu tidak me mbela pribadinya, me lainkan me mbe lanya karena ia wanita yang mengalami gangguan laki-laki kurang ajar .
"Aku tidak mempunyai kedudukan apa-apa, dan pekerjaanku adalah bertani Aku seorang perantau yang baru saja masuk ke kota raja dan kebetulan melihat apa yang kalian lakukan terhadap Nona itu. Aku hanya memberi nasihat kepada kalian, tidak ber ma ksud buruk..
Mendengar bahwa pemuda itu hanya seorang petani dan perantau, Si Muka Bopeng men jadi marah sekali. "Keparat! Kiranya hanya seorang petani dusun busuk! Berani engkau menegur aku? Tidak tahu engkau siapa aku? Aku adalah Si Harimau Sakti, jagoan di kota raja. Manusia usil maca m engkau ini harus dihajar!" Dan Si Muka Bopeng lalu menendang meja di depannya itu.
"Brakkk....!" Meja itu terpelanting, berikut man gkok piring dan semua benda itu menabrak pe muda berpakaian kuning. Ada kuah sayur me mercik ke pakaian pe muda dusun itu yang terpaksa melangkah ke belakang dan agak terhuyung karena meja itu men impa dadanya cukup keras.
Melihat ini, Cui Hong mengerutkan alisnya. Pemuda itu adalah pemuda dusun yang sama sekali tidak pandai ilmu silat. Kalau pemuda itu pandai ilmu silat, tentu akan dapat menghindarkan diri dengan mudah. Akan tetapi, kenyataan ini me mbuatnya semakin kagum. Kalau pe muda itu gagah perkasa, maka tidak aneh kalau dia berani menentang Si Muka Bopeng yang berjuluk Harimau Sakti itu bersama teman- temannya. Akan tetapi, pemuda tani ritu t idak pandai ilmu silat namun berani menentang. Kegagahan ini amat mengagu mkan hatinya dan ia pun siap untuk me lindungi pemuda itu kalau sa mpai terjadi perkelahian karena ia dapat menduga bahwa tentu pemuda tani itu akan disiksa oleh Si Muka Bopeng dan kawan-kawannya yang kini sudah datang beramai-ra mai dan mengep ung pe muda itu.