Sakit Hati Seorang Wanita Chapter 32

NIC

"Louw Ti! Bukankah engkau Louw Ti....?" tanyanya sambil berjongkok dan me mandang penuh rasa kaget dan heran. Dia ingat bahwa sahabatnya ini telah menjadi seorang yang cukup kaya dan berhasil, tinggal di tepi kota raja. Kenapa kini berada di sini seperti seorang gelandangan dalam keadaan cacat seperti itu?

Orang itu me mbuka mata tunggalnya me mandang kepada Cai Sun, lalu tertawa ha-ha-he-he, kemudian menang is. Tahulah Cai Sun bahwa orang ini telah menjad i gila!

Hai ini me mbuat dia me njadi se makin penasaran dan dipegangnya kedua pundak orang itu, diguncangnya agak keras.

"Louw t Ti! Sadarlah! Aku Koo Cai Sun, sahabat baikmu!"

Orang itu me mang Louw Ti yang telah menjadi cacat dan gila setelah Cui Hong melampiaskan denda mnya kepada musuh besar ini. Dia me mandang Cai Sun dan alisnya berkerut. Agaknya dia mula i ingat kepada wajah sahabatnya ini. "Koo Cai Sun? Ahhh, Koo Cai Su.... hu-hu-huuu. !" Dan dia

pun menangis dan menja mbak-ja mbak rambutnya.

"Louw Ti! Tenangkanlah dan ceritakan apa yang telah terjadi? Kenapa engkau menjadi begini?"

"Hu-hu-huuu.... Cai Sun.... hu-huuuuu, aku celaka. habis-

habisan. "

"Kenapa? Apa yang terjadi? Kenapa kau tinggalkan rumah mu. ?"

"Aku tidak punya rumah lagi, isteri dan anak-anakku pergi semua.... aku.... aku. "

"Kenapa? Dan engkau cacat seperti ini! Siapa yang me lakukan hal ini terhadap dirimu, Louw Ti?"

"Cui Hong.... ia Kim Cui Hong, anak guru silat Kim dari Ang- ke-bun itu.... ia gadis bertahi la lat di dagunya yang kita. perkosa dulu.... ha-ha-ha, ia hidup lagi, ia lihai dan aku disiksanya..... ha-ha-ha, engkau pun tentu dicarinya. Cai Sun..

.... ha-ha-ha...." Setelah tertawa-tawa, Louw Ti me nangis lagi.

Wajah Louw Ti menjadi pucat seketika Dan dia pun me lo mpat berdiri me mandang ke sekeliling, seolah-olah takut kalau-kalau gadis itu muncul di situ. Tentu saja dia teringat. Gadis man is itu! Gadis yang dimusuhi oleh Pui- kongcu di Thian-cin, kemudian ayah dan tunangan gadis itu dibunuhnya bersama dua orang temannya, yaitu Louw Ti dan Gan Tek Un, dan gadis itu diperkosa habis-habisan sampai disangka mati. Pertama oleh Pui-kongcu tentu saja, kemudian dioperkan kepada mereka bertiga, dan setelah me mper kosanya sampai sepuasnya, mereka lalu me le mparkan tubuh gadis itu di tengah hutan. Gadis itu kini menjad i lihai sekali dan me mba las dendam?

"Huh, takut apa menghadapi seorang gadis saja?" Hatinya me mbantah dan mencela diri sendiri. Akan tetapi dia me mandang Louw Ti dan bergidik. Dia tahu bahwa ilmu kepandaian Louw Ti cukup tinggi, tidak lebih rendah dari kepandaiannya sendiri, terutama ilmu ca mbuknya yang lihai. Dan kini Louw Ti dibikin cacat seperti itu oleh gadis itu. “Hemm, jelas bahwa gadis itu tentu merupakan lawan berbahaya,” pikirnya. Dia harus cepat mene mui Pui Ki Cong yang juga tinggal di kota raja, karena kalau gadis itu hidup lagi, menjadi lihai dan me mbalas denda m, tentu bukan hanya Louw Ti saja yang disiksa seperti itu, melainkan gadis itu tentu akan mencar i dia pula, dan tentu saja Pui Ki Cong! Gan Tek Un tidak tinggal di kota raja dan ada sesuatu yang me mbuat Cai Sun segan untuk menyampaikan berita mengejutkan tentang Louw Ti dan gadis bertahi lalat di dagunya itu kepada Tek Un. Bekas sahabatnya itu kini telah menjadi seorang pendeta! Dan telah condong bergaul dengan para pendekar, bahkan kabarnya Gan Tek Un yang telah me njadi pendeta itu kini berpihak kepada para pendekar, menentang golongan hitam! Biar lah gadis itu mencar i dan me ne mukan Tek Un dan menyiksanya, pikirnya. Akan tetapi dia harus mencar i Pui Ki Cong, berunding dan bersa ma-sa ma mencar i daya upaya dan persiapan untuk menghadapi gadis itu kalau-kalau benar- benar gadis itu akan datang men cari mereka!

Cai Sun tidak jadi pulang melainkan langsung saja dia pergi mengunjungi gedung te mpat tinggal Pui Ki Cong. Seperti telah kita ketahui, Pui Ki Cong adalah putera kepala jaksa Thian-cin. Kini usianya sudah tiga puluh tujuh tahun dan dia menikah dengan puteri seorang bangsawan di kota raja, masih kerabat keluarga kaisar. Karena ayah mertuanya adalah seorang pejabat tinggi di istana, maka Pui Ki Cong dengan mudah me mpero leh kedudukan pula sebagai seorang pejabat tinggi di bagian perpajakan. Kedudukannya itu me mbuat dia mudah mencari uang haram dan me mbuat dia menjadi kaya raya dan terhormat. Dia tinggal di sebuah gedung yang terjaga oleh pasukan pengawal, hidup bersama isterinya yang bangsawan dan telah me mpunyai seorang putera yang berusia empat tahun. Seperti juga Cai Sun yang mata keranjang, Pui Ki Cong setelah berkeluarga tidak pula meninggalkan kesenangannya itu, dan karena me miliki kesenangan yang sama, keduanya gemar mengejar paras cantik, ma ka selalu terjalin hubungan dekat antara Pui Ki Cong dan bekas pe mbantunya itu.

Akan tetapi, sudah sebulan lebih Cai Sun t idak pernah berjumpa dengan bekas majikannya yang kini tidak pernah nampak keluar ke tempat pelesir, dan tentu saja amat heranlah hati Cai Sun ketika berkunjung ke rumah Pui Ki Cong, dia ditahan oleh para penjaga. Penjagaan di gedung itu a mat ketat, nampak belasan orang pengawal berjaga dengan senjata tombak dan golok di tangan. Para pengawal itu tentu saja mengenal Cai Sun yang sudah sering datang berkunjung, akan tetapi pada pagi hari itu, mereka menahan Cai Sun dan tidak diperbolehkan dia langsung masuk.

"Eh? Apakah kalian tidak mengenalku lagi? Aku adalah Koo Cai Sun, sahabat baik tuan muda Pui Ki Cong!"

"Maaf, kami harus melaporkan dulu setiap orang tamu yang hendak berkunjung kepada majikan kami," kata kepala penjaga.

Terpaksa Cai Sun menunggu dengan hati yang tidak enak, dan kepala jaga lalu pergi melapor ke dalam. Tidak la ma kemudian, kepala jaga itu datang lagi dan Cai Sun dipersilakan masu k, akan tetapi diantar atau dikawal oleh dua orang pengawal! Hal ini merupakan hal baru baginya, akan tetapi walaupun merasa penasaran, terpaksa dia pun diam saja dengan hati mendongkol karena dia hanya seorang tamu yang harus tunduk akan peraturan tuan rumah.

Cai Sun merasa lebih heran lagi me lihat kenyataan betapa di gedung besar itu pun na mpak penjagaan yang ketat. Hampir di setiap sudut terdapat seorang pengawal berjaga.

Ketika akhirnya dia disa mbut oleh Pui Ki Cong, dia me mandang dengan kaget. Tidak berjumpa dengan bekas maj ikan itu sebulan saja, kini Pui Ki Cong na mpak kurus dan pucat, pada matanya terbayang kegelisahan. Cai Sun me mandang penuh selidik. Putera kepala jaksa di Thian-ciri itu me mang masih na mpak ta mpan dengan pakaian yang mewah, akan tetapi tubuhnya yang memang sudah tinggi kurus itu kini kelihatan se makin kurus dan mukanya yang tampan agak pucat seperti orang yang baru se mbuh dari penyakit berat.

"Pui- kongcu, ada terjadi hal apakah?" Cai Sun bertanya, hatinya merasa semakin tidak enak karena langsung saja dia menghubungkan keadaan sahabatnya itu dengan keadaan Louw Ti yang mengerikan. "Rumah mu penuh dengan pengawal, dan engkau nampak begini kurus dan pucat."

Pui Ki Cong menarik napas panjang. "Duduklah, Toako, kebetulan sekali kau datang karena me mang aku sebetulnya ingin bertemu dan bicara denganmu."

Semakin tidak enak rasa hati Cai Sun ketika dia duduk berhadapan dengan bekas majikan itu. "Pui-kongcu, katakanlah kepadaku, ada urusan apakah yang membuat mu nampak begini gelisah?"

"Urusan Ayahku "

"Ayahmu? Ah, apa yang terjadi dengan Pui-taijin?" Cai Sun masih pura-pura bertanya, padahal tentu saja dia sudah mendengar akan peristiwa yang menimpa diri Jaksa Pui di Thian-cin itu. Dia sudah mendengar betapa Jaksa Pui itu kini masu k penjara karena dianggap memberontak dan kesalahan terhadap pembesar atasannya.

"Koo-toako, jangan kau pura-pura lagi. Semua orang sudah mendengar akan apa yang terjadi dengan Ayahku." kata Ki Cong sambil me mandang tajam dengan alis berkerut.

Wajah Cai Sun menjadi agak merah dan dia pun mengangguk. "Me mang sesungguhnya saya sudah mendengar berita angin bahwa Pui-taijin tertimpa musibah dan dihukum penjara oleh atasannya." "Tahukah engkau apa yang telah terjadi sehingga Ayahku tertimpa musibah seperti itu?"

Cai Sun menggeleng kepalanya. "Saya tidak tahu, Kongcu, dan saya tidak berani menca mpuri "

"Dengar baik-baik, Toako, karena dalam urusan ini, engkau pun terlibat. Baru beberapa hari kemudian setelah ayah dipenjara, aku sempat berkunjung dan bertemu dengan ayah di dalam penjara. Ayah menceritakan semua yang telah terjadi dan ternyata bahwa ayah masuk penjara karena fitnah. Ada orang menukar batu-batu per mata yang oleh ayah diberikan kepada Kwa Taijin dengan batu-batu biasa. Batu-batu permata yang amat mahal harganya itu lenyap dicuri orang dan ditukar dengan batu-batu koral. Dan bukan itu saja, malam harinya ada orang mencuri cap kebesaran Kwa Taijin dan menye mbunyikan nya di dalam kamar ayah sehingga ketika diadakan penggeledahan, cap kebesaran yang hilang itu ditemukan di kamar ayah."

"Ahhh....! Aneh sekali!" kata Cai Sun. "Siapakah yang me lakukan fitnah keji itu, Kongcu?"

Pui Ki Cong menatap tajam wajah yang bulat itu. "Koo- toako, coba kau terka, siapa kiranya orang yang mence lakakan Ayah itu?"

Cai Sun merasa betapa jantungnya berdebar kencang, bulu tengkuknya mere mang karena dia merasa ngeri sekali. "Ia....

ia.... bukankah ia puteri Kim-kauwsu yang bernama Kim Cui Hong itu. ?"

Kini Pui Ki Cong yang terkejut bukan main. Dipegangnya lengan Cai Sun dan dengan suara gemetar dia bertanya, "Koo- toako, bagaimana engkau dapat menduga begitu?"

Posting Komentar