Tanpa menanti jawaban kakaknya, Kian Bu sudah meloncat keluar dari perahunya, dipandang dengan mata penuh kegelisahan oleh kakaknya. Kakak ini maklum akan keberanian dan kenakalan adiknya, akan tetapi kadang-kadang dia harus menahan napas menyaksikan kenakalan Kian Bu, apalagi sekarang! Kian Bu yang meloncat keluar itu, menggunakan kakinya hinggap di atas sirip seekor ikan hiu besar,
Sedangkan dayung di tangannya, dayung yang ujungnya dipasangi besi, dihantamkan ke kanan kiri mengenai dua ekor ikan hiu lain, tepat di bagian kepala sehingga kepala dua ekor ikan itu pecah. Segera terjadilah pesta pora, karena dua ekor ikan hiu yang terluka kepalanya dan mengeluarkan darah itu telah dikeroyok oleh belasan ekor ikan hiu lainnya sehingga dalam waktu sebentar saja daging mereka terobek-robek dan ditelan habis. Kian Bu sudah meloncat lagi ke atas perahunya dan sambil tertawa-tawa dia membantu kakaknya untuk mendayung perahu meninggalkan tempat itu. Akan tetapi karena gelombang lautan masih amat besar, usaha mereka mendayung perahu itu hanya sedikit sekali hasilnya, perahu mereka tetap saja diombang-ambingkan dan mereka tidak tahu lagi ke mana mereka akan dibawa oleh perahu.
"Bu-te, lihat di sana ada pulau!"
Kian Bu menoleh ke kiri dan tampak olehnya sebuah pulau kadang-kadang tampak kadang-kadang tidak karena perahu mereka masih dipermainkan ombak yang naik turun bergelombang.
"Lee-ko, mari kita ke sana!"
Dengan susah payah kedua orang kakak beradik ini mendayung perahu mereka dan akhirnya mereka dapat juga mendarat di pulau kecil itu dan menarik perahu sampai ke atas daratan yang tidak tercapai oleh air yang bergelombang. Tiba-tiba mereka dikejutkan suara riuh rendah seperti ada puluhan ekor anjing menggonggong dan menyalak. Ketika mereka naik ke tengah pulau yang agak tinggi, tampaklah oleh mereka pemandangan yang menakjubkan. Kiranya pulau itu merupakan tempat tinggal atau sarang dari sekawanan anjing laut yang jumlahnya mungkin lebih dari seratus ekor!
"Lee-ko, betapa lucunya mereka. Mari kita menangkap seekor anak anjing laut yang jumlahnya mungkin lebih dari seratus ekor dan kita bawa pulang!"
Kian Bu sudah berlari menuju ke tempat itu.
"Jangan, Bu-te!"
Kian Lee melarang, akan tetapi karena adiknya sudah berlari cepat, terpaksa dia mengejarnya. Rombongan anjing laut itu makin hiruk-pikuk mengeluarkan teriakan-teriakan mereka ketika melihat dua orang manusia yang berlari menuju ke arah mereka itu, dan dalam sekejap mata saja mereka telah terjun ke air dan berenang ke tengah laut. Tampak tubuh mereka itu timbul tenggelam dan suara mereka masih menguik-nguik sebagai tanda kemarahan karena ketenangan mereka terganggu.
"Bu-te, jangan ganggu mereka. Bukankah tujuanmu mencari enci Milana, mengapa kau hendak menangkap anjing laut?"
Kian Lee menegur. Kian Bu tertawa.
"Aihhh, aku sudah lupa lagi akan tujuan perjalanan kita, Lee-ko. Padahal, selain kita masih jauh dari kota raja, sekarang kita bahkan tidak tahu lagi di mana kita berada."
Suara gerengan dahsyat yang menggetarkan pulau itu mengejutkan mereka.
Ketika mereka membalikkan tubuh, ternyata di depan mereka telah berdiri seekor binatang yang besar sekali. Besar dan tinggi binatang itu ada satu setengah kali manusia dewasa dan binatang itu adalah seekor biruang es yang bulunya putih seperti kapas, mata dan moncongnya kemerahan. Biarpun jarang mereka bertemu dengan seekor biruang es, namun kedua kakak beradik itu mengerti bahwa binatang itu marah sekali. Mereka sudah siap dan waspada menghadapi segala kemungkinan. Sekali lagi binatang itu menggereng dan tiba-tiba saja dia sudah menerjang ke depan. Biarpun tubuhnya amat besar dan canggung, namun ternyata binatang itu dapat bergerak dengan cepat sekali, dan dari sambaran angin tahulah dua orang kakak beradik itu bahwa biruang es ini memlliki tenaga yang amat besar.
"Awas, Bu-te!"
Kian Lee berseru memperingatkan karena yang terdekat dengan biruang itu adalah Kian Bu, maka pemuda inilah yang lebih dulu menjadi sasaran serangannya. Kian Bu adalah seorang pemuda yang berani dan agak ugal-ugalan, terlalu mengandalkan kepandaian dan tenaganya sendiri, berbeda dengan kakaknya yang lebih berhati-hati. Melihat biruang itu menubruknya dengan kedua kaki depan diangkat hendak mencengkeramnya dari kanan kiri, Kian Bu cepat menggerakkan kedua tangan menangkis.
"Dukk!"
Tubuh Kian Bu terjengkang dan tenaga dahsyat dari biruang itu membuat dia terguling-guling. Biruang itu agaknya juga merasa nyeri kedua kakinya ketika terbentur oleh lengan pemuda yang mengandung tenaga sin-kang itu, maka dia menggereng lagi penuh kemarahan, kemudian secepat kilat dia menubruk pemuda yang masih bergulingan di atas tanah itu!
Melihat bahaya mengancam adiknya, Kian Lee cepat menyambar dari samping, memukul ke arah kepala biruang sambil mengerahkan tenaga Inti Es yang dahsyat. Dengan tenaga sin-kang istimewa ini, Kian Lee sanggup menghantam remuk batu karang! Akan tetapi ternyata biruang yang besar itu gesit sekali, kegesitan yang dikuasainya bukan karena ilmu silat melainkan karena keadaan hidupnya yang penuh bahaya setiap saat membuat dia gesit dan waspada. Nalurinya tajam sekali dan perasaannya amat peka, maka begitu pukulan dahsyat itu menyambar, dia sudah dapat mengelakkan kepalanya dan kedua kaki depannya yang tadi menubruk ke arah Kian Bu kini menyimpang dan menghantam pundak Kian Lee.
"Wuuuuttt.... dessss!"
Kian Lee cepat mengelak, melempar diri ke kanan, kemudian dari kanan dia sudah menampar dengan telapak tangan kanannya yang tepat mengenai punggung biruang es. Tamparan ini keras sekali, namun agaknya tidak terasa oleh biruang itu yang hanya terhuyung sedikit, menurunkan kedua kaki depannya ke atas tanah, kemudian secara tiba-tiba dia meloncat dan menubruk orang yang telah menampar pundaknya itu.
"Awas, Lee-ko....!"
Kian Bu yang terkejut melihat serangan biruang itu yang menubruk dengan cepat dan agaknya tak mungkin dapat dielakkan oleh kakaknya karena jaraknya terlalu dekat, sudah berteriak dan menubruk ke depan. Dia merangkul kedua kaki belakang biruang itu dari belakang sehingga biruang yang sedang menubruk itu terguling, membawa tubuh Kian Bu terguling bersamanya! Karena Kian Bu mempergunakan gin-kangnya, membuat tubuhnya ringan dan gerakannya gesit sekali, dia berhasil jatuh di bagian atas, menindih tubuh biruang es itu. Akan tetapi celaka baginya, binatang raksasa itu telah menggunakan kedua kaki depannya yang amat kuat untuk merangkul pinggangnya dan menarik sekuat tenaga, agaknya berusaha untuk mematahkan tulang punggung pemuda itu.
"Auggghhh....!"
Kian Bu mengerahkan seluruh tenaganya untuk mempertahankan diri, akan tetapi ternyata binatang itu memiliki tenaga kasar yang kuat sekali!
"Plak! Desss!"
Tubuh binatang itu terlempar ketika pada saat yang tepat Kian Lee telah menolong adiknya dengan memukul tengkuk binatang itu dari atas, dan tepat pada saat itu juga, Kian Lee telah menggunakan kedua tangannya untuk menghantam dada binatang itu. Menerima pukulan Kian Lee yang dahsyat, seketika pelukan binatang itu mengendur, maka ketika dadanya dihantam, dia terlempar dan bergulingan.
"Bu-te, hati-hati, dia buas sekali!"
Kian Lee memegang tangan adiknya dan kini kakak beradik itu berdiri berdampingan, siap untuk mengeroyok binatang yang amat kuat itu. Biruang es itupun berdiri di atas kedua kaki belakang, matanya makin merah menatap kedua orang muda penuh kemarahan, mulutnya mendesis-desis memperlihatkan taringnya, tetapi agaknya dia gentar juga menghadapi dua orang lawan yang cepat itu. Akhirnya, tidak kuat dia menghadapi tatapan pandang mata yang amat tajam dan pantang menyerah dari kedua orang muda itu, biruang ini mundur-mundur, kemudian membalikkan tubuhnya dan melarikan diri dari situ.
"Bu-te, mari kita lekas kembali ke perahu. Tempat ini berbahaya,"
Kata Kian Lee yang segera lari diikuti oleh adiknya, kembali ke perahu mereka. Mereka cepat menarik perahu ke laut dan ternyata bahwa laut telah mulai tenang. Kini tampaklah sebuah pulau memanjang yang berwarna hitam, tak jauh membentang di depan.
"Agaknya pulau itu tidak seliar tempat ini, Lee-ko. Mari kita ke sana, siapa tahu kita dapat bertemu dengan nelayan dan kita dapat bertanya arah ke daratan besar kepadanya."
Kian Lee setuju dan mereka lalu mengembangkan layar. Angin perlahan meniup layar dan tak lama kemudian mereka telah tiba di pulau yang kelihatan penuh dengan hutan liar itu. Tadinya mereka merasa ragu-ragu untuk mendarat, akan tetapi ketika mereka melihat sebuah perahu kecil berwarna hitam berada di tepi pantai, mereka menjadi girang dan cepat mendaratkan perahu mereka dekat perahu hitam, kemudian mereka meloncat turun. Akan tetapi baru saja kedua orang kakak beradik ini melangkah menuju ke tengah pulau, tiba-tiba dari dalam hutan tampak belasan orang berlari-larian keluar dan yang mengejutkan hati kedua orang pemuda Pulau Es itu adalah ketika mereka melihat gerakan belasan orang itu.