Walet Besi Chapter 01

NIC

Beringas Bulan ke tiga, Pakhia, Angin segar berhembus pada bulan ke tiga hari ke tiga.

Sepanjang tepian sungai Tiang-an tampak perempuan cantik pergi berlalu lalang.

Sepotong syair ini tidaklah menggambarkan keadaan Pakhia yang sesungguhnya.

Di negara di sebelah utara, musim semi datang terlambat.

Pada hari-hari di bulan ketiga, salju dan air-air yang membeku belum semua meleleh.

Bahkan rerumputan liar pun belum menampakkan pucuk daun mudanya.

Angin utara masih berhembus sangat dingin.

Langit pun sebagian besar masih terlihat muram.

Orang-orang yang berlalu lalang belum bisa melepas jaket kulit dengan topi kupluk kulit yang biasa mereka kenakan.

Apalagi pada pagi hari.

Dari sepuluh orang yang keluar rumah, sembilan diantaranya pasti akan menyembunyikan kedua tangannya ke dalam kantong jaketnya.

Kehidupan sungguh pahit dan menyakitkan, kedua tangan itu harus dipertahankan hidup bagaimana pun caranya.

Atau orang itu tidak akan hidup sama sekali.

Keempat blok rumah bertingkat dan sepuluh gang kecil di sebelah timur adalah tempat tinggal para bangsawan kelas atas.

Rumah-rumah yang ada di kesepuluh gang itu semuanya adalah rumah yang dilengkapi taman mewah.

Temboknya tinggi dan pintunya berhiaskan mutiara.

Apalagi rumah kedua disebelah kanan di dalam gang yang pertama.

Ini adalah rumah kediaman seorang konglomerat yang bermarga Leng (dingin).

Marga ini benar-benar cocok menggambarkan pemilik namanya.

Nama lengkapnya adalah Leng Souw-hiang.

Nama Souw-hiang dalam bahasa mandarin bunyinya mirip dengan nama rak buku.

Namun sosok Leng Taiya ini, seumur hidupnya tidak pernah menaruh berminat pada buku.

Dia juga tidak pernah menjadi seorang pejabat yang memegang kedudukan yang tinggi.

Kalau bukan termasuk dalam keluarga yang terpelajar, dan juga bukan keturunan bangsawan, bagaimana dia bisa menjadi seorang konglomerat" Semua ini karena dia memiliki banyak uang, tidak masalah orang sedang berada di belahan bumi manapun, uang dan emas selalu memiliki kekuatan yang sangat luar biasa.

Ketika masih muda, Leng Souw-hiang adalah seorang kepala bagian di dalam keluarga kerajaan.

Raja Su-cen bisa dibilang adalah seorang raja yang paling terbuka di kalangannya.

Dia bukan seorang pejabat korup.

Ketika dinasty Ceng sudah goyah dan nyaris rubuh, demi mempertahankan dinasty, dia sudah memikirkan banyak sekali siasat.

Sosok raja besar ini sudah menolong menyelesaikan banyak sekali perkara selama tiga ratus tahun Dinasty Ceng berjaya.

Pendiriannya adalah pembaharuan terus-menerus.

Namun dia juga menyetujui sistem kerajaan.

Sayang sekali pejabat dinasty Ceng sudah terlalu banyak yang korup, sebuah tiang tidak akan dapat menyangga sebuah bangunan yang besar.

Akhirnya tetap saja dinasty tersebut runtuh.

Karena Raja Ceng senantiasa mengkhawa-tirkan keadaan negara yang dipimpinnya, dia memberi-kan kesempatan pada Leng Souw-hiang untuk bertindak bebas.

Mengunakan kesempatan ketika keadaan sedang kacau seperti ini, dia mendapat kesempatan mencari uang.

setelah raja mengungsi ke Tong-yang, dan tinggal di luar negri.

dia mempercaya-kan harta dan bisnisnya agar diurus oleh Leng Souw-hiang.

Dari sepuluh bagian, dia mendapat tujuh sampai delapan bagian.

Hanya dalam waktu dua-tiga tahun yang singkat, dia sudah menjadi salah seorang konglomerat terkaya yang hanya berjumlah beberapa orang di kota Pakhia.

Lagi pula pada waktu itu pemerintahan baru saja berdiri, keadaannya belum stabil.

Desas-desus tentang kembali berdirinya dinasty Ceng, kadang-kadang sering terdengar.

Raja Su-cen tinggal di sebuah negara yang sangat jauh, namun dia tetap berpikir untuk pulang dan mendirikan kembali dinasty Ceng.

Apalagi Leng Souw-hiang adalah kepala bagian raja Su-cen, sementara ini dia masih bisa mempertahankan hubungan.

Sebagian besar orang yang ingin mengambil kesempatan, pasti akan terus mempertahankan hubungan baiknya.

Oleh sebab itu, Leng Souw-hiang menjadi seorang yang sangat termasyur di kalangan masyarakat di dalam kota Pakhia.

Setiap hari saat masih sangat pagi, kira-kira suasana masih sunyi-senyap, pintu utama yang berhiaskan permata masih terkunci, pintu-pintu kecil di sudut juga tertutup rapat, seolaholah bangunan mewah dengan taman yang besar ini tidak pernah memiliki penghuni.

Dari kejauhan terdengar sayup-sayup suara derap langkah kaki kuda sedang mendekat.

Tidak lama kemudian, sebuah kereta yang ditarik oleh sepasang kuda datang memasuki gang perumahan mewah itu.

Kereta ini lalu berhenti didepan rumah mewah milik Leng Taiya.

Hari masih sangat pagi, namun keluarga Leng sudah kedatangan tamu.

Ini benar-benar kejadian yang sangat langka.

Sais kereta adalah seorang pria separuh baya yang kira-kira berumur empat puluh tahun lebih.

Namun penampilan dan caranya berpakaian sedikit pun tidak menyerupai seorang sais kereta.

Perawakan-nya tinggi besar dan terkesan kasar, namun pakaiannya sangat rapi.

Tingkah lakunya juga sangat sopan, dia menuruni kereta, setelah itu dia merapikan bajunya.

Perlahan-lahan dia menaiki tangga yang terbuat dari batu granit.

Setelah itu dia menarik pegangan pintu yang berkilau, dan mulai mengetuk perlahan-lahan.

Dia hanya mengetuk sebanyak tiga kali, dan suaranya benar-benar terdengar sangat lembut.

Namun walaupun demikian, pintu di pojok segera membuka.

Ini menggambarkan bahwa rumah kediaman keluarga Leng memiliki penjagaan yang sangat ketat.

Dilihat sepintas keadaan terlihat sangat tenang, namun sebenarnya didalam entah ada berapa banyak orang yang sedang sibuk berjaga.

Tentu saja, seorang konglomerat seperti Leng Souw-hiang sangat mem-butuhkan orang-orang untuk menjaganya dengan ketat.

Orang yang datang menyambut tamu dan kemudian membukakan pintu adalah seorang pemuda yang tampak berumur sekitar tiga puluh tahun, raut mukanya terlihat sangat lelah, sepertinya dia belum tidur semalam suntuk, namun tatapan matanya memancarkan kilau yang biasanya hanya dipancarkan oleh orang kaya.

Setelah membukakan pintu, dia mengamati sais ini dari ujung rambut sampai ke ujung kaki, barulah dia bertanya dengan perlahan lahan: "Mau apa?" "Maaf, apakah ini kediaman Leng Taiya?" sepertinya sais ini sangat mengerti tata krama, juga menunjukkan bahwa dia pernah memiliki pendidikan bersopan santun.

"Tidak salah.

Ada urusan apa?" "Majikanku memiliki urusan penting yang harus diselesaikan, dan dia harus langsung menemui majikanmu Leng Taiya.

Tolong sampaikan" Secara reflek, pemuda itu langsung menengok ke arah tirai bambu yang menggantung menutupi jendela kereta kuda.

Dalam hatinya dia pasti berpikir, 'tamu ini sangat sombong, dia bahkan tidak turun dari kereta dan menunjukkan diri!' "Datang dari mana?" "Luar kota" Dua kata ini "Luar kota" sepertinya menimbulkan berbagai macam perasaan dan pikiran.

Sinar mata pemuda tadi jadi bertambah terang.

"Apakah anda memiliki kartu nama?" "Maaf" sais kereta itu menjawab dengan sangat sopan "majikanku sedang mendapat tugas yang sangat rahasia, tidak baik untuk memberikan kartu nama.

Setelah menemuinya, Leng Taiya pasti akan langsung mengerti." Pemuda yang menyambut tamu terlihat sedikit ragu.

dia lalu menjawab dengan sopan dan berkata: "Karena tidak memiliki kartu nama, aku tidak berani membuat keputusan.

Maaf menyusahkan anda, Silahkan anda menunggu diluar dan menunggu kedatangan majikanku." "Silahkan...

silahkan..." Pemuda yang menyambut tamu kembali melangkah masuk kedalam rumah.

Pintu di pojok tadi kembali menutup.

Namun sepertinya dibalik pintu terdapat banyak pasang mata yang diam-diam memperhatikan.

Sang tamu lalu menunggu diluar.

Dia menunggu kira-kira setengah jam lebih.

Majikan yang duduk didalam kereta sama sekali tidak bertanya sepatah katapun pada sang sais.

Sais kereta juga tidak terlihat tidak sabar, kedua orang ini, majikan dan bawahannya terlihat sangat tenang.

Tidak lama keluar lagi orang lain yang datang menyambut.

Kali ini berganti menjadi seorang tua yang sudah berumur lima puluh tahun lebih.

Tingkah lakunya sangat rendah hati.

hanya beberapa langkah besar saja dia sudah menuruni tangga granit, dia lalu merangkupkan kedua tangannya didepan dada dan berkata: "Mohon maaf, mohon maaf! Maaf sudah merepotkan anda menunggu sangat lama.

Leng Taiya tidak terbiasa bangun sepagi ini.

setelah mendengar bahwa dia mendapat tamu yang datang dari tempat jauh, dia segera bangun dan langsung membersihkan diri.

oleh karena itu dia harus menghabiskan sedikit waktu.

Sekarang ini dia sudah menunggu anda berdua di ruang tamu bagian depan.

Silahkan...." Sepertinya dari dalam tirai bambu terlihat gerakan.

Sais kereta cepat-cepat mendekat ke kereta dan membukakan pintu.

Orang yang ada didalam kereta segera keluar.

Ternyata dia adalah seorang nona yang masih berusia sangat muda.

Pria berumur lima puluh tahun lebih yang datang menyambut tamu benar-benar merasa kaget.

Secara reflek mulutnya menganga.

Sepertinya dia sama sekali tidak menyangka bahwa tamu besar yang datang mengunjungi majikannya dari tempat yang jauh ini adalah seorang tamu wanita.

Perempuan muda ini sepertinya baru berumur sekitar dua puluh tahun, tubuhnya tegap dan kekar namun sangat ramping, wajahnya cukup rupawan, sangat menarik perhatian.

Sekali melihat semua orang pasti langsung tahu kalau dia sudah berpengalaman, perempuan ini tidak dapat dibilang cantik sekali.

Namun dia memiliki kharisma yang sangat menarik perhatian.

Dia berkata dengan perlahan-lahan: "Mohon tunjukkan jalan" Kalimat ini bagaikan kicau burung kutilang, apalagi karena hari masih sangat pagi, kata-katanya terasa sangat enak didengar.

Pria tua yang menyambut tamu tiba-tiba tersentak dan kembali sadar.

Dia segera membalikkan tubuh, mengulurkan tangannya dan berkata: "Nona, silahkan..." Perempuan ini mengenakan celana sutra, diluarnya dia masih mengenakan mantel panjang berwarna ungu kemerahan yang memiliki kerah bulu tebal.

Gerakannya sangat ringan bagaikan sedang melayang.

Dia terlihat unik.

Leng Souw-hiang sekarang sudah hampir berusia enam puluh tahun, namun karena dia pandai merawat tubuhnya, dia masih tetap terlihat sangat sehat dan tegap.

Posting Komentar