Mutiara Hitam Chapter 54

NIC

"Benar, ada juga yang datang berbelanja namun keuntungannya tipis sekali.."

"Banyak alasan. Kalau kau naikkan harganya setiap mangkuk, bukankah kau mendapatkan banyak untung dan tidak berat menyumbang sepuluh tail? Pendeknya, tak usah banyak cerewet. Kami Khong-sim Kai-pang bukannya orang-orang yang boleh dihina. Kalau kau sekarang tidak mengeluarkan sepuluh tail, jangan harap kau akan dapat membuka lagi kedaimu ini"

Sambil berkata demikian, seorang di antara para pengemis itu menggerakkan tongkatnya ke bawah dan..

"ceppp.."

Tongkat itu amblas masuk ke dalam lantai sampai setengahnya lebih. Si Pemillk Kedai menjadi pucat wajahnya dan tubuhnya menggigil. Dengan suara bercampur isak ia berkata,

"Kalau begini.. bakal bangkrut.."

"Kau pilih saja. Bangkrut atau mampus"

Keadaan sudah memuncak dan pada saat itu terdengar orang menggebrak meja sambil berseru,

"Bangsat tak tahu malu. Dari mana datangnya pengemis-pengemis yang begini kurang ajar"

Ternyata yang menggebrak meja dan marah-marah ini adalah tiga orang piauwsu tadi yang kini sudah bangkit berdiri dan menghampiri dua orang pengemis yang berdiri di luar pintu. Piauwsu setengah tua bermuka merah tadi kini menudingkan telunjuknya kepada dua orang pengemis sambil membentak,

"Kalian ini golongan apakah? Melihat sikap dan pakaian seperti pengemis-pengemis yang biasanya mencari sisa makanan di kedai-kedai atau minta sedekah kepada orang yang lewat. Akan tetapi ternyata kalian lebih rendah daripada pengemis maupun perampok. Pengemis tidak minta secara paksa sedangkan perampok tidak akan berkedok pengemis"

Dua orang pengemis itu saling pandang, kemudian mereka memandang piauwsu itu dengan mata melotot lebar.

"Apa kamu mencari mampus berani mencampuri urusan kami dua orang anggauta Khon-sim Kai-pang?"

Sebutan Khong-sim Kai-pang ini dikatakan oleh seorang di antara pengemis itu dengan keras-keras, agaknya ia hendak mempergunakan pengaruh nama ini untuk mendatangkan kesan.

"Khong-sim Kai-pang (Perkumpulan Pengemis Hati Kosong) semestinya mempunyai anggauta-anggauta yang berhati kosong tanpa pamrih akan tetapi kalian ini perampok-perampok berkedok pengemis amat menjemukan. Kami adalah tamu-tamu yang sedang makan di kedai ini, memang tidak ada sangkut-pautnya dengan urusan pemilik kedai. Akan tetapi kami sedang makan kalian berani datang mengganggu. Huh, melihat saja membuat perut kami muak dan tidak ada nafsu makan. Hayo enyah dari sini"

Bentak piauwsu setengah tua muka merah. Dua orang piauwsu muda di kanan kirinya juga bersikap galak. Malah seorang di antara dua orang muda ini segera mengulur tangan ke depan, menggunakan dua buah jari menjepit tongkat yang tertancap di lantai kemudian sekali berseru keras, tongkat itu sudah tercabut keluar dari lantai.

"Phuhh, Yang macam ini dipakai menakut-nakuti orang? Menyebalkan"

Katanya sambil melempar tongkat itu sehingga tongkat besi itu jatuh berkerontangan di atas lantai. Semua tamu kedai itu terkejut dan kagum. Sebaliknya dua orang pengemis itu menjadi marah sekali. Pemilik tongkat sudah menyambar tongkatnya, kemudian mereka berdua meloncat mundur lalu berdiri di jalan sambil menantang.

"Pengacau dari mana begitu buta matanya berani memusuhi Khong-sim Kai-pang?"

Piauwsu setengah tua sudah meloncat maju pula diikuti dua orang piauwsu muda.

"Tak tahu malu, menggunakan nama perkumpulan yang begitu muluk, kiranya Khong-sim Kai-pang hanyalah sarang sekumpulan manusia jahat. Kami datang dan pergi tak pernah menyembunyikan nama. Di selatan kami terkenal piauwsu-piauwsu yang paling, benci terhadap penjahat-penjahat berkedok pengemis, seperti srigala-srigala berkedok domba. Aku Lim Kiang atau Lim-piauwsu, dan ini kedua orang puteraku. Lekas kalian enyah dari sini, atau perlukah kalian kuusir dengan gebukan seperti orang mengusir anjing-anjing rendah."

Dua orang pengemis itu marah bukan main.

"Keparat she Lim. Kau dan anak-anakmu sudah bosan hidup rupanya. Majulah, hendak kami lihat sampai di mana hebatnya kepandaianmu, apakah sehebat mulutmu yang lebar itu?"

"Ayah, biarkan kami menghajar dua penjahat ini"

Seru dua orang muda sambil meloncat ke depan dan pedang mereka sudah berada di tangan. Sang Ayah yang agaknya cukup percaya akan kepandaian putera-puteranya, lalu mengangguk dan tersenyum mengejek, mundur berdiri sambil bertolak pinggang.

Dua orang pengemis itu sudah berseru nyaring sambil memutar tongkat besi mereka, menyerang dua orang piauwsu muda yang sudah menangkis dengan pedang mereka pula. Terjadilah pertandingan yang seru, di atas jalan raya di depan kedai bakmi"

Mereka yang tadinya enak-enak makan bakmi, kini sudah keluar pula dari kedai untuk menonton, wajah mereka tegang dan khawatir karena semua orang di Kang-hu tahu belaka akan pengaruh Khong-sim Kai-pang yang akhir-akhir ini berlaku sewenang-wenang. Tentu saja diam-diam mereka mengharapkan kemenangan bagi piauwsu-piauwsu asing dari selatan itu.

Pengharapan mereka itu ternyata terkabul. Dua orang piauwsu muda dari selatan ini memiliki ilmu pedang yang hebat. Tidak sampai lima puluh jurus mereka berempat bertanding dan dua orang pengemis Khong-sim Kai-pang itu sudah roboh dengan pundak terluka tusukan pedang dan tongkat mereka runtuh. Suling Emas yang ikut menonton menjadi terkejut ketika melihat ilmu pedang dua orang piauwsu itu yang segera ia kenali. Itulah ilmu pedang Beng-kauw. Tak disangsikan lagi bahwa piauwsu-piauwsu itu adalah anak murid Beng-kauw dan melihat sepak terjang mereka, ia menjadi bangga, Mereka ini murid-murid Bengkauw yang baik, bukan hanya terbukti dari sikap mereka memberi hajaran dua orang pengemis jahat, juga melihat betapa dua orang piauwsu muda itu hanya melukai pundak lawan, tidak membunuhnya. Beberapa orang di antara penonton yang tadi makan bakmi segera menghampiri tiga orang piauwsu itu sambil berbisik,

"Sam-wi harap lekas-lekas pergi dari sini. Kalau terlambat, bisa celaka. Khong-sim Kai-pang bermarkas di luar kota ini dan selain anggautanya banyak, juga mereka mempunyai pemimpin-pemimpin yang pandai dan amat kejam. Lekas, Sam-wi (Tuan Bertiga) pergilah dari sini."

Piauwsu tua mengerutkan alisnya dan berkata lantang,

"Kami bukan golongan pengecut yang berani berbuat tidak berani bertanggung jawab. Kami memberi hajaran kepada dua orang pengemis ini karena kelakuan mereka yang jahat. Kalau teman-temannya datang menuntut balas, biarlah kami hadapi mereka itu dengan pedang kami."

Ucapan ini dikeluarkan dengan nada marah akan tetapi sama sekali tidak membayangkan kesombongan.

Banyak orang yang sudah tahu akan kekejaman orang-orang Khong-sim Kai-pang yang akhir-akhir ini berubah banyak sekali, membujuk-bujuk agar mereka bertiga lekas pergi saja karena kalau tidak, mana mungkin mereka dapat melawan banyak anggauta Khong-sim Kai-pang. Namun bujukan-bujukan itu sia-sia belaka. Si Piauwsu Tua bersama dua orang puteranya bahkan menyatakan hendak mendatangi markas besar Khong-sim Kai-pang dan mengancam perkumpulan itu agar jangan berbuat sewenang-wenang kepada penduduk Kang-hu. Tiba-tiba terdengar suara orang yang amat jelas mengatasi semua suara orang yang sedang membujuk-bujuk,

"Ah, orang yang sudah mabok kemenangan mana bisa dibujuk-bujuk? Kalau mereka sudah bosan hidup, biarkanlah mereka mati"

Semua orang menoleh dan ketika orang-orang di situ melihat bahwa yang mengucapkan kata-kata nyaring ini adalah seorang berpakaian pengemis bertopi butut dengan muka bagian bawah tertutup sehelai kain, mereka menjadi kaget sekali dan cepat-cepat menyingkir. Ada suara bisikan-bisikan terdengar.

"Nah, mereka sudah mulai datang.."

Piauwsu setengah tua dan dua orang puteranya she Lim cepat membalikkan tubuh dan memandang Suling Emas dengan tajam. Melihat pakaian orang ini tentu seorang di antara pemimpin-pemimpin Khong-sim Kai-pang, maka Lim Kiang segera melangkah maju dan hendak menegur. Akan tetapi Suling Emas sudah menghampiri mereka sambil mendorong-dorong dengan tangan kirinya dan menegur,

"Kalian ini orang-orang apa berani hendak mengancam Khong-sim Kai-pang? Kalau ada satu dua orang pencuri di kota ini, apakah bisa dikatakan semua orang kota ini pencuri belaka? Kalau ada satu dua orang piauwsu menyeleweng, apakah boleh dibilang bahwa semua piauwsu adalah penjahat belaka? Demikian pula, kalau ada seorang dua orang Khong-sim Kai-pang menyeleweng, apakah benar kalau dikatakan bahwa Khong-sim Kai-pang perkumpulan orang jahat? Setelah memperoleh kemenangan berlaku merendah dan waspada, tidak mabok akan kemenangannya, Itulah sikap seorang bijaksana. Kalian bertiga tidak lekas pergi, mengandalkan apakah? Hayo pergi.. pergi.. pergi.."

Ia mendorong-dorong sehingga jari-jari tangannya menyentuh pundak dan punggung tiga orang piauwsu itu.

Posting Komentar