Dendam Si Anak Haram Chapter 66

NIC

“Nona manis, kau cantik dan galak, jangan main-main dengan pedang!” kata Siok Lun yang karena tergila-gila kepada Siang Hwi, sampai lupa diri dan lupa bahwa semua tingkah lakunya dan ucapannya dilihat dan didengar oleh Bi Hwa, Siang Hwi menusuk dadanya, Siok Lun sengaja memperlambat elakkannya sehingga pedang itu seolah-olah menancap di tubuhnya, akan tetapi sesungguhnya ia mengempit pedang itu di bawah ketiaknya dan sebelum Siang Hwi sadar, pergelangan tangannya yang memegang pedang telah tertangkap.

“Ha-ha, nona manis, kau hendak berbuat apa sekarang!” Cengkeraman pada pergelangan tangan itu amat kuat sehingga pedang itu terlepas dan tangan Siok Lun diulur ke arah dada.

“Suheng jangan. !!” Kwan Bu membentak marah. Siok Lun menarik tangannya dan menengok.

“Sute.” katanya tersenyum. “Apakah engkau hendak membela nona pemberontak ini?” Pada saat itu terdengar jerit melengking dari sebelah dalam rumah. Kwan Bu terkejut dan merasa bulu tengkuknya berdiri karena ia mengenal jeritan itu seperti suara ibunya.

“lbu !!” Teriaknya dan tubuhnya mencelat ke dalam. Juga yang lain-lain terkejut. Siok Lun sendiri

melepaskan Siang Hwi dan hampir berbareng dengan Bi Hwa iapun lari ke dalam, diikuti Giok Lan. Siang Hwi yang ditinggal sendiri, sejenak termenung, wajahnya masih pucat sekali dan diapun lalu menyambar pedangnya dan mengejar masuk. Dia harus membunuh musuh-musuhnya atau terbunuh di situ juga. Kwan Bu mempergunakan ginkangnya secepat mungkin, bagaikan terbang telah tiba di taman bunga. Sejenak ia ternganga karena keheranan ketika melihat ibunya menangis terisak-isak berhadapan dengan kakek gagah yang tadi masuk, yaitu ayah dari Siok Lun dan Giok Lan. Kakek itu terbelalak memandang ibunya, dan kini terdengar ibunya berkata dengan suara gemetar dan terputus-putus, telunjuknya menuding ke arah muka kakek itu.

“Kau...! Kau... kepala rampok itu... kau... manusia terkutuk... kiranya engkau pemilik rumah ini !!”

Mendengar ini, Kwan Bu merasa seolah-olah kepalanya disambar halilintar. Musuh besar yang selama ini dicari-carinya dengan susah payah dan belum juga berhasil ditemukannya, kiranya adalah ayah dari suhengnya! Ayah dari Giok Lan. Seketika amarah dan kebenciannya bangkit, tangan kirinya merogoh saku dan ia meloncat maju sambil membentak,

“Keparat jahanam! Terimalah pembalasanku!” Tangannya terayun dan terdengar suara bersiut nyaring. Kakek yang bernama Phoa Heng Gu, bekas kepala rampok yang dahulu bersama anak buahnya merampok Kwi-cun dan memperkosa Bhe Ciok Kim secara keji, terkejut dan menoleh. Ia hanya melihat sinar hitam menyambar. Dicobanya untuk mengelak namun terlambat karena sambitan jarum dari tangan Kwan Bu itu hebat bukan main. Pemuda ini yang diracuni dendam, bertahun-tahun melatih diri dengan jarum itu, jarum yang membutakan mata ibunya, jarum milik kepala rampok yang kini ia kirim kembali kepada pemiliknya. Tanpa dapat dicegah lagi jarum itu menyambar dan menancap memasuki mata kiri Phoa Heng Su. Kakek ini menjerit mengerikan. Tangannya mendekap mata, tangan kanannya mencabut goloknya yang besar, lalu ia menubruk ke arah Kwan Bu. Namun pemuda ini telah siap, mengelak ke kiri dan mengirim tendangan yang tepat mengenai lutut Phoa Heng Gu sehingga kakek ini terpelanting roboh dan goloknya terlepas dari tangannya. Dengan kemarahan meluap Kwan Bu menghampiri kakek itu, menyambar goloknya dan mengangkat golok itu untuk dibacokkan ke arah kepala si kakek yang ternyata adalah musuh besarnya.

“Kwan Bu......... jangan.........!!” Ciok Kim menjerit sehingga Kwan Bu terkejut, lalu menghampiri ibunya dan berlutut karena melihat ibunya tiba-tiba roboh lemas. Pada saat itu, Siok Lun dan Bi Hwa serta Giok Lan telah tiba di tempat itu. Melihat ayah mereka roboh dan berkelojotan dengan muka berlumuran darah, Siok Lun dan Giok Lan menubruk dengan hati terkejut sekali.

“Ayah…!!” Teriak mereka. Siok Lun lalu mengangkat kepala ayahnya dan melihat mata kiri ayahnya berlumur darah, ia makin kaget. apalagi ketika melihat gagang sebatang jarum sedikit menyembul keluar dari rongga mata, jarum milik ayahnya sendiri

“Ayah, apa yang terjadi...? Siapa yang melakukan ini?” bentaknya dengan suara saking marahnya. adapun Giok Lan hanya menangis dan merintih.

“Ayah… Ayah...!” akan tetapi kakek yang berkelojotan menahan menahan nyeri itu mengangkat tangan ke atas seolah-olah melarang puteranya melakukan sesuatu. dan pada saat itu terdengar suara Kwan Bu.

“Ibu, mengapa ibu menahanku...?”

“Kwan Bu, engkau tidak boleh...... dia...... dia...... kepala perampok jahanam itu...... dia itu adalah......

ayah kandungmu sendiri !” Nyonya itu tak dapat melanjutkan ucapannya karena sudah menangis

tersedu-sedu, menangis kemudian disusul suara ketawanya terkekeh-kekeh sambil menudingkan telunjuknya ke arah kakek yang sekarat itu.

“Heh-heh-heh...... anakmu sendiri yang membalas......! Ingatkah kau akan sumpahku dahulu. ? aku

akan membalasmu, dalam keadaan hidup ataupun mati ”

Kwan Bu seperti dipagut ular berbisa. Ia meloncat ke belakang menjauhi ibunya, memandang dengan mata terbelalak. kemudian perlahan-lahan ia menoleh ke arah kakek itu seperti orang kehilangan ingatannya. Kakek itu, ayah Giok Lan, musuh besarnya, perampok yang membunuh keluarga ibunya... dia itu ayahnya sendiri? Betapa mungkin ini...? adapun Siok Lun yang terkejut, bingung dan marah itu melihat betapa luka di mata ayahnya amat parah dan berbahaya. Jarum itu panjang dan telah menancap sampai hampir tak tampak. Hal ini amat berbahaya karena jarum itu tentu menembus ke otak!

“Ayah! apa artinya ini? Siapa yang melakukan ini? Kwan Bu kah? Biar kubunuh dia.........!!” akan tetapi kakek itu memegangi pundak Siok Lun, kemudian memaksa diri bangkit duduk, kemudian merangkul Siok Lun dan Giok Lan. mukanya penuh darah, keadaannya amat mengerikan, mata kanannya kini terbelalak dan menjendul keluar. Dia menggoyang-goyang kepalanya. “Jangan! Memang ini perbuatanku yang penuh dosa. Dengar baik-baik Siok Lun dan Giok Lan. kalian lihat wanita itu? Dia dahulu seorang gadis cantik jelita, puteri seorang kepala kampung dusun Kwi- cun, Dan aku, ayahmu ini yang sekarang menjadi Phoa wangwe..... ha-ha-ha! Phoa-wangwe... aku dahulu adalah seorang kepala rampok. Semenjak ibumu meninggal dunia karena sakit. Aku seperti gila, aku meninggalkan engkau. Siok Lun, puteraku satu-satunya kepada bibimu dan aku. aku

merantau, aku merampok dusun Kwi-Cun, membakar habis, membasmi keluarga lurah, memperkosa wanita itu. dan dengan jarum yang menancap di mataku ini aku membikin buta sebelah matanya!

Kemudian aku kawin lagi, mendapat seorang puteri, engkau Giok Lan.... akan tetapi ibumu mati. Dasar nasibku yang buruk. karena perbuatan-perbutanku yang penuh dosa, sekarang wanita yang kubunuh semua keluarganya, yang kuperkosa dan kubutakan matanya. datang ke sini membawa puteranya.... puteraku pula sebagai akibat dari perbuatanku memperkosanya dan puteraku sendiri

ini yang membalas dendam kepadaku, mengembalikan jarumku pada mataku! Ha-ha-ha memang

adil dan patut sekali.... eh, kau. wanita yang keras hati, aku kagum sekali padamu. siapa namamu?”

Kwan Bu terbelalak memandang kakek yang tadi diserangnya. Kini ia baru tahu akan riwayatnya. Pantas dia dimaki anak haram! Dan pada kenyataanya memang dia adalah seorang anak haram! Ibunya melahirkannya tanpa ayah. Dia adalah hasil dari sebuah perbuatan maksiat yang paling keji. Pria yang menjadi ayahnya itu, ayah tak resmi, ayah yang telah memperkosa ibunya. Dan dia dididik oleh ibunya untuk membalas dendam, untuk membunuh musuh besar yang sesungguhnya adalah ayah sendiri! Ah, baru terbuka matanya kini. Baru ia mengerti mengapa dahulu Bu Taihiap tidak suka mengajar silat kepadanya. Kiranya pendekar besar yang bijaksana itu sudah tahu, dan tidak suka melihat dia membalas dendam kepada ayahnya sendiri, betapapun jahatnya ayah itu! Karena bengong terlongong, Kwan Bu kurang waspada bahkan membelakangi ibunya.

“Aku Bhe Ciok Kim, setelah berhasil membalas dendam, bersedia untuk mati! Hidup pun tidak ada gunanya lagi bagiku. ” Kwan Bu terkejut dan menengok, namun terlambat. Ibunya telah memungut

golok milik Phoa Heng Gu yang tadi dibawa Kwan Bu dan diletakkan dekat ibunya dan ketika pemuda ini tadi berlutut dekat ibunya dan ketika terkejut mendengar pengakuan ibunya, ia meloncat mundur, lupa membawa goloknya. kini ibunya memungut golok itu dan menancapkan golok di perutnya sendiri. Golok yang tajam itu amblas ke perut sampai ke ujungnya menembus punggung!

Posting Komentar