Dendam Si Anak Haram Chapter 65

NIC

“Bagus, engkau sudah datang bersama ibumu, sute?” kata Siok Lun dan pemuda inipun bersama Liem Bi Hwa lalu memberi hormat kepada Nyonya Bhe yang dibalas oleh ibu Kwan Bu dengan ramah.

“Ayah sedang keluar kota, sibuk mengirim undangan…..” kata Siok Lun kepada Giok Lan.

“Undangan? Undangan untuk apa?” Tanya Giok Lan. Siok Lun tersenyum memandang dengan lirikan ke arah sumoinya.

“Untuk pesta pernikahan kami ”

“Ahh, koko….. aku girang sekali!” Giok Lan merangkul Bi Hwa yang menjadi merah mukanya. Mendengar ini, Kwan Bu melangkah maju dan menjura,

“Suheng dan suci, terimalah ucapan selamat dariku!”

“Terima kasih, sute,” jawab Siok Lun dan ketika Kwan Bu memandang kepada sucinya yang berangkulan dengan Giok Lan, ia melihat sesuatu yang aneh, seolah-olah ia melihat sinar mata yang suram muram dari sepasang mata sucinya itu. akan tetapi tentu saja Kwan Bu tidak berkata apa-apa dan mengira bahwa dia salah lihat.

“Bibi, silakan mengaso di dalam. Ayah sedang keluar kota, mari kutunjukkan kamar bibi!” kata Giok Lan sambil membimbing tangan ibu Kwan Bu, diajak masuk ke dalam, duduk di ruangan depan bersama Siok Lun dan Bi Hwa.

“Sute, aku dan sucimu telah diterima oleh kaisar sendiri dan diberi kedudukan lumayan. Setelah selesai pernikahan kami di sini, kami akan kembali ke kota raja melakukan tugas kami. kuharap sute dapat ikut dan mencari kedudukan di sana. Dan... kulihat...... eh, tidak betulkah kataku dahulu bahwa engkau akan tertarik kalau melihat adikku? Siapa kira, malah telah berkenalan dan mejadi sahabat baik, ha-ha-ha! mudah-mudahan saja kelak cepat menyebutmu adik ipar!” Siok Lun tertawa bergelak dan Kwan Bu yang merasa hatinya tidak senang itu terpaksa ikut tersenyum. Bi Hwa sendiri kelihatannya pendiam dan tidak banyak bicara, bahkan beberapa kali Kwan Bu mempergoki sucinya itu sedang memandang jauh ke depan seperti orang melamun. Diam-diam ia merasa heran sekali. Mengapa sucinya yang menghadapi pernikahan dengan suhengnya itu kelihatan tidak gembira?

Iapun ingin bertanya kepada suheng dan sucinya apakah untuk pernikahan itu mereka tidak minta perkenan atau doa restu lebih dahulu dari guru mereka? akan tetapi karena urusan pribadi, ia merasa tidak enak kalau mengajukan pertanyaan di saat itu. Tak lama kemudian Giok Lan muncul keluar dan kini gadis ini telah bertukar pakaian sehingga makin jelas tampak kecantikannya yang mempesonakan. Akan tetapi hati Kwan Bu tetap tidak enak dan tidak senang, sungguhpun harus ia akui bahwa Giok Lan adalah gadis yang cantik sekali, cantik manis dan sepanjang pengetahuannya, memliki watak yang amat baik. Kalau dipertimbangkan, dialah yang akan untung besar kalau sampai menjadi suami Giok Lan, akan tetapi entah bagaimana, kalau teringat kepada Siang Hwi, kegembiraannya lenyap. Setelah melempar senyum manis kepada Kwan Bu gadis itu duduk, ia menghela napas panjang dan berkata.

“Bibi merasa senang di sini, terutama sekali ia merasa amat senang di dalam taman begitu melihat taman bibi lalu beristirahat di sana, senang sekali bibi melihat bunga bwee yang sedang mekar sambil minum teh.” Gadis itu tersenyum dan kelihatannya puas sekali bahwa ibu Kwan Bu kelihatan senang dan betah berada di rumah itu. Pada saat itu tiba-tiba terdengar seruan orang dari luar,

“Bagus sekali, semua anjing jantan betina berkumpul d sini!” Dan berkelebat bayangan orang. Ketika mereka memandang, ternyata di luar ruangan dalam itu, di atas pekarangan depan telah berdiri seorang gadis cantik yang pakaiannya kusut, rambutnya tak tersisir rapi, wajahnya membayangkan kemurkaan dan kedukaan, tangannya memegang pedang telanjang dan sinar matanya dengan penuh kebencian dan marah yang meluap-luap ditujukan kepada empat orang muda yang sedang duduk di ruangan itu. Betapa kaget hati Kwan Bu ketika mengenali gadis itu yang bukan lain adalah Siang Hwi! Wajah gadis itu agak pucat dan sinar matanya yang berapi-api itu selain memancarkan cahaya kemerahan dan kebencian, juga terselimut bayangan duka yang amat dalam.

“Siang Hwi !” Tak terasa pula Kwan Bu berkata lirih, hanya seperti orang berbisik. akan tetapi Giok

Lan yang memperhatikannya seolah-olah mendengar jeritan keluar bersamaan dengan bisikan itu. akan tetapi Bu Siang Hwi, gadis itu, sama sekali tidak memperdulikannya. bahkan seolah-olah tidak melihatnya karena sinar mata gadis itu memandang ke arah Siok Lun dan Bi Hwa, kemudian ia menudingkan pedangnya ke arah dua orang itu dan membentak.

“Sepasang anjing hina! aku Bu Siang Hwi datang untuk membalas kematian ayahku! Turunlah dan bereskan perhitungan diantara kita!”

“Nona Bu.... jangan….!!” Kwan Bu berseru dengan hati penuh kegelisahan karena dia maklum bahwa gadis ini bukanlah tandingan suheng dan sucinya, apalagi kalau harus menghadapi keduanya. “Jangan begitu, nona. ayahmu meninggal dalam perang tidak ada permusuhan pribadi dengan suheng dan suci..?”

“Siapa butuh keteranganmu? Kalau engkau membela suci dan suhengmu, kau pun boleh maju. Aku bu Siang Hwi bukanlah seorang pengecut, bukan penakut yang mudah saja tunduk kepada orang- orang lain karena takut! aku tidak takut mati! Hayo, kalian bertiga murid-murid Pat-jiu Lo-kai boleh maju semua mengeroyokku dan membuktikan nama besar Pat-jiu Lo-kai hanya nama yang kosong belaka, memiliki murid-murid yang jahat dan keji!”

“Eh-eh, engkau ini nona galak amat, datang-datang memaki orang. apa sih yang kau andalkan?” Bentak Giok Lan dengan marah sambil menudingkan telunjuknya.

“Hemm, engkau perempuan tak tahu malu! Engkaupun boleh membela kekasihmu dan mengeroyokku, siapa takut menghadapi manusia-manusia rendah seperti anjing macam kalian ini?” Siang Hwi membentak makin marah lagi, pedangya dikelebatkan di depan muka. Hati Kwan Bu seperti ditusuk rasanya.

Melihat nona ini, bekas nona majikannya itu yang dahulu selalu bersih dan rapi kini rambutnya kusut pakaiannya tidak rapi dan wajahnya suram muram membayangkan kedukaan hebat, ia menjadi kasihan dan juga khawatir karena gadis ini datang menantang orang-orang yang memiliki ilmu kepandaian jauh lebih tinggi dari padanya. Kwan Bu melihat sinar mata suhengnya berseri dan mengeluarkan kilatan aneh ketika sinar mata itu menjelajahi seluruh tubuh Siang Hwi, sinar mata yang seolah-olah menggerayangi tubuh itu, Siok Lun sama sekali tidak keliahatan marah, malah tersenyum-senyum. Juga Bi Hwa tidak kelihatan marah, hanya memandang tak acuh dengan sinar mata dingin. Hanya Giok Lan yang merah mukanya saking marah.

“Bedebah kalian! Majulah atau akan kuserbu rumah ini!” Bentak lagi Siang Hwi yang sudah tak dapat mengendalikan kemarahannya. Melihat Kwan Bu di situ, hatinya menjadi makin marah dan makin nekat, kalau tidak dapat membalas kematian ayahnya ia ingin mati saja di tangan musuh-musuh besarnya di saat itu juga! Seorang laki-laki tinggi besar berpakaian mewah, dengan kumis dan jenggot terpelihara baik-baik, berusia lima puluh tahun, melangkah lebar dari luar dan segera bertanya. suaranya nyaring dan besar.

“Ah, ada apakah ribut-ribut ini?” Semua mata memandang dan Kwan Bu melihat betapa kakek itu berwajah gagah dan tampan, memandang kepadanya dan kepada Siang Hwi yang tak dikenalnya.

“Ayah, bocah setan ini datang untuk membikin ribut. Dia ini anak seorang pemberontak!” kata Giok Lan.

“Harap ayah masuk saja karena urusan ini tidak menyangkut ayah. Biarlah aku bereskan gadis galak ini. ibu sute telah datang dan dia ini suteku. Harap ayah menemani ibu sute dan sebentar lagi kami akan dapat membereskan urusan dengan bocah galak ini!” kata Siok Lun. Kakek itu memandang kepada Kwan Bu, mengangguk-angguk kemudian dengan melangkah masuk ke dalam sambil mengomel,

“Kalau dia datang mengacau, lempar saja keluar!” Kwan Bu tidak mendapat kesempatan untuk memberi hormat. Melihat kakek itu, ia merasa kagum dan suka karena pribadinya membayangkan kegagahan, akan tetapi mendengar ucapannya ketika hendak memasuki rumah, timbul rasa tidak sukanya. Namun, ia tidak memperdulikannya lagi karena saat ini seluruh perhatiannya tertarik kepada Siang Hwi.

“Nona Bu, harap nona suka berpikir secara mendalam. Sesungguhnya diantara mendiang ayahmu dan suheng serta suciku tidak terdapat permusuhan apa-apa. ayahmu tewas dalam perang, tidak ada yang harus disesalkan. Memang benar terbunuh oleh suheng dan suci, akan tetapi dalam perundingan yang menyebabkan perang. bukan urusan pribadi…”

“Tak usah banya mulut! Urusanku sendiri engkau tidak berhak mencampuri! Pendeknya, saat ini aku harus membunuh atau terbunuh dan sepasang anjing ini adalah musuh-musuh besarku. Hayol aku tantang kalian dan kalau ada yang hendak membantu kalian, majulah tak perlu banyak cerewet lagi!”

“Ah, kau galak dan jahat seperti setan!” Giok Lan sudah membentak dan menerjang maju pedangnya. Siang Hwi menangkis dengan kuat.

“Trangggg. !!” Dua buah pedang bertemu dengan kekuatan seimbang dan keduanya terhuyung ke

belakang.

“Wah, engkau kuda betina yang liar dan menggairahkan hati!” Tiba-tiba Siok Lun meloncat maju dan ucapannya ini memancing sebuah jerit tertahan dari mulut Bi Hwa yang tidak lepas dari perhatian Kwan Bu. Pemuda ini sudah siap-siap untuk melindungi Siang Hwi, akan tetapi dia merasa sungkan sehingga sejenak ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan. Adapun Siang Hwi ketika melihat berkelebatnya tubuh pemuda yang selain telah membunuh ayahnya juga yang hampir saja memperkosanya, dan yang membunuh Liu Kong, cepat menggerakkan pedangnya menusuk. Namun sambil terkekeh Siok Lun mengelak ke samping dan tangannya mencengkeram dari samping dengan cepat sekali. Siang Hwi mengelak dan mengelebatkan pedangnya, akan tetapi tangan yang cepat itu telah ditarik kembali dan tahu-tahu telah mengelus dagunya yang halus.

“Kau. !!” Bi Hwa merintih perlahan dan memejamkan mata, hatinya seperti ditusuk.

“Bangsat terkutuk!” Siang Hwi menjadi marah sekali dan pedangnya mengamuk laksana seekor naga bermain di angkasa. Namun tingkat ilmu kepandaian Siok Lun jauh lebih tinggi daripada tingkatnya sehingga dengan mudah pemuda ini menghindarkan diri dari setiap bacokan maupun tusukan, dan agaknya memang Siok Lun hendak mempermainkan gadis ini karena tangannya selalu mencolek dan meraba. Beberapa kali hampir saja dada gadis itu dapat dicengkeramnya sehingga disamping kemarahannya. Siang Hwi menjadi malu dan merasa terhina. Ingin ia menangis dan menggorok lehernya sendiri, akan tetapi kalau teringat akan sakit hatinya, ia membulatkan tekad untuk menyerang sampai mati.

Posting Komentar