Mestika Golok Naga Chapter 40

NIC

Bagi kebanyakan orang, tentu alasan yang dikemukakan Tio ng Li itu tidak dapat diterima. Orang yang berjasa mendapat imbalan, hal itu sudah semestinya dan sepatutnya, demikian anggapan kita pada umumnya. Justeru karena pendapat inilah, maka kita semua terjerumus ke dalam perbuatan yang selalu berpamrih untuk mendapatkan imbalan. Semua perbuatan kita itu kita perhitungkan untung rugi nya seperti berdagang. Apa artinya sebuah pertolongan kalau, pertolongan itu dilakukan dengan harapan memperoleh imbalan ? Apakah artinya sebuah kebaikan kalau dibaliknya terkandung harapan memperoleh balasan?! Perbuatan itu bukan lagi baik, bukan lagi pertolongan, melainkan suatu alasan untuk mendapatkan sesuatu. Kalau tidak akan ada imbalan, mungkin pelakunya akan mundur. Perbuatan yang seutuhnya adalah perbuatan yang dilakukan tanpa pamrih bagi dirinya sendiri, tanpa pamrih memperoleh sesuatu sebagai buah dari perbuatannya itulah. Bahkan mengharapkan imbalan dari Tuhan atas perbuatannya yang "baik" pun merupakan pamrih dan karenanya menodai perbuatan itu sendiri. Perbuatan baik muncul dari hati sanubari, digerakkan oleh perasaan iba melihat orang lain sengsara, merasa penasaran melihat perlakuan yang tidak adil dan sebagainya lagi. Bukan oleh pamrih untuk kesenangan diri sendiri yang akan memperoleh buah dari hasil perbuatannya. Imbalan ini justeru melahirkan munafik-munafik dipermukaan bumi. Orang-orang "baik" yang sesungguhnya hanyalah pengejar-pengejar keuntungan bagi dirinya sendiri.

Tiong Li dan Siang Hwi meni nggalkan istana dengan diberi bekal sekantung emas oleh Kaisar. Hia ng Bwee mengantarkan mereka sampai ke pintu depan di mana Hiang Bwee merangkul Siang Hwi sambil berbisik, "Enc! Hwi, jagalah Tan-taihiap baik-baiki"

Siang Hwi terharu sekali, la merasa betapa puteri itu sesungguhnya mencinta Tio ng Li! Akan tetapi ia hanya mengangguk sambil tersenyum. Tentu saja Tiong Li yang berpendengaran tajam itu dapat mendengar bisikan ini namun dia pura-pura tidak mendengar dan memberi hormat kepada gadis yang ketika berada di depan Kaisar disebutnya tuan puteri itu.

"Sung-siocia (Nona Sung), selamat tinggal." katanya hormat.

"Tan-taihiap, selamat jalan dan selamat berpisah. Mudah-mudahan kita akan dapat saling bertemu kembali dan Enci Siang Hwi, selamat jalan dan jagalah diri kalian baik-baik." kata puteri itu yang merasa sedih juga ditinggalkan dua orang yang begitu baik kepadanya. Rasanya ingin ia meninggalkan! keputria nnya untuk ikut mereka berpetualang di dunia bebas! .

0o—dw—o0

Nasihat Tiong Li kepada Kaisar agar tidak memusuhi para pejuang membuat Kaisar berpikir-pikir dan dia segera memanggil seorang puteranya. Putera ini adalah Pangeran Kian Cu, seorang yang merasa kagum kepada kesetiaan Gak Hui.

"Pergilah menghubungi para pejuang dan selidiki apakah benar para pejuang itu sama sekali tidak mempunya keinginan untuk memberontak, melai nkan hanya membenci bangsa Kin." demikian perintah kaisar.

Pangeran Kian Cu, seorang Pangeran berusia duapuluh lima tahun adalah putera dari selir dan dia seorang pangeran yang sejak lama mengagumi sepak terjang para pejuang yang menjadi pengikut Gak Hui. Mendengar perintah ayahnya itu, Pangeran Kian Cu merasa gembira dan dia segera berangkat meninggalkan istana dan menghubungi para pejuang. De ngan mudah saja dia dapat mengadakan hubungan dengan pimpinan pejuang, bahkan para pejuang dapat membawanya menemui Gak Li u. yaitu pejuang putera mendiang Panglima Gak Hui yang terkenal.

Gak Liu menerima pangeran itu dengan baik dan mengadaka n pertemuan dengan para pimpinan pejuang lainnya. "Sebetulnya aku datang mengadakan hubungan dengan kalian ini atas perintah ayahanda Kaisar," kata sang pangeran. "Selama ini beliau berpendapat bahwa kalian adalah pemberontak pemberontak yang ingin merebut kedudukan Ayahanda Kaisar. Akan tetapi menurut laporan dari seorang pendekar muda bernama Tan Tiong Li, kalian adalah patriot-patriot, pejuang yang hanya memusuhi penjajah Kin dan sama sekali tidak memusuhi pemerintah Sung. Benarkah keterangan itu?"

Gak Liu memberi hormat kepada sang pangeran dan berkata dengan suaranya yang lantang. "Sebetulnya hal ini seharusnya sudah diketahui oleh Sribaginda sejak dahulu. Mendiang ayah saya, seorang patriot sejati yang setia kepada Sri baginda, bahkan dituduh pemberontak dan dihukum mati! Sebetulnya kami sama sekali tidak berniat memberontak, bahkan ingin mengembalikan kejayaan kerajaan Sung dan merebut kembali wilayah utara yang dikuasai bangsa Kin. Akan tetapi kalau kami dianggap pemberontak dan diserang, tentu saja kami membalas."

"Kalau begitu, selama ini hanya terdapat kesalah pahaman belaka dan aku akan melaporkan kepada Ayahanda Kaisar." kata Pangeran Kian Cu dan setelah selesai pertemuan itu, dia menyumbangkan sejumlah besar uang untuk keperluan perjuangan, dan mengharapkan agar seluruh kekuatan pejuang digalang persatuannya.

Usaha Pangeran Kian Cu menghubungi para pejuang atas perintah Kaisar ini telah diketahui oleh Ji n Kui melalui mata-mata yang disebarnya diantara para thai- kam di istana. Dia merasa khawatir sekali. Kalau Kaisar sudah menaruh kepercayaan kepada para pejuang, ini berbahaya sekali. Berarti hubungan antara Sung dan Kin dapat menjadi renggang, dan dia sendiri tentu akan mendapat kemarahan dari Raja Kin. Juga mungkin Kaisar lambat laun akan terpengaruh dan bahkan memusuhi nya, yang sejak semula memang memusuhi para pejuang. Cepat dia memanggil Si Muka Tengkorak Tang Boa Lu, Ciang Sun Hok, Ma Kiu It, Kui To Cinjin dan kedua orang sutenya yang baru saja dipanggil membantu mereka, yaitu Ouw Yang Kian dan Ouw Yang Sian. Mereka lalu mengadaka n perundingan dan akhirnya Perdana Menteri Jin Kui berkata dengan marah.

"Hal ini tidak dapat didiamkannya saja! Kaisar melalui Pangeran Kian Cu mengadakan pertemuan dengan para pemberontak! Ini berbahaya sekali dan aku tahu jalan apa yang harus ditempuh untuk menggagalkan itu!"

"Jalan apakah yang taijin maksudkan? Harap memberi tahu kami agar dapat segera kami laksanakan." kata Kui To Cinjin sambil mengelus jenggotnya yang tipis panjang.

"Pangeran itu harus dibunuh dan kita fitnah para pemberontak itu sebagai pembunuhnya. De ngan begini selain pertemuan itu akan gagal, juga Kaisar akan marah dan sakit hati kepada para pemberontak!"

Para kaki tangan Perdana Menteri Jin Kui mengangguk-angguk setuju dan menganggap akal itu baik sekali.

"Akan tetapi bagaimana pembunuhan itu dapat dilaksanakan tanpa menimbulkan kecurigaan?" tanya pula Kui To Cin jin. "Sekarang juga harus dilaksanakan. Kalau pangeran kembali dari tempat para pemberontak, itulah kesempatan yang baik sekali. Karena itu aku perintahkan Ouw Yang Kian dan Ouw Yang Sian dibantu oleh Tang Boa Lu untuk melaksanakan pembunuhan itu."

Tiga orang itu menyatakan kesanggupan mereka dan segera mereka berangkat setelah mengetahui jalan mana yang ditempuh pangeran untuk menemui para pemberontak.

Bagi orang yang lemah dan menjadi budak nafsunya seperti Jin Kui. memang selalu berlaku pegangan bahwa yang terpenting adalah tujuan, dan tujuan menghalalkan segala cara. Kita sendiri memang seringkali lupa akan hal ini. Kita mengagungkan tujuan dengan sebutan cita- cita yang muluk-muluk, yang kita kejar-kejar. Padahal, dalam pengejaran tujuan inilah letak bahayanya, yaitu dalam caranya. Cara atau jalan untuk mengejar cita-cita ini kadang berbahaya sekali. Kita terbius oleh gemer lapnya tujuan sehingga untuk mendapatkannya, kita lupa bahwa cara yang kita pergunakan tidak benar. Padahal, bukan tujuannya yang menjadi ciri baik buruknya perbuatan, melainkan cara itu sendiri. Kalau cara yang dipergunakan itu buruk, bagaimana mungkin dapat mencapai tujuan yang baik ? Gemerlapnya tujuan memang condong untuk membuat kita lupa akan cara kita yang kita pergunakan. Misalnya, demi untuk tujuan memberi kehidupan mewah kepada anak isteri, kita melakukan korupsi atau mencuri. Demi untuk tercapai nya tujuan menjadi, sarjana kita melakukan sogokan dan suapan atau membeli ijazah. Tujuan itu tentu sifatnya menyenangkan dan menyenangkan itu mendorong nafsu untuk mendapatkannya. Segala nafsu itu wajar saja, akan tetapi kalau kita sudah diperbudaknya, celakalah kita, Nafsu mencari keuntungan i tu wajar saja, akan tetapi kalau kita diperbudak, kita bisa saja menipu atau mencuri. Nafsu sex itu wajar saja, akan tetapi kalau kita diperbudak, kita bisa saja melacur memperkosa dan sebagainya lagi. Demikian dengan mengejar kedudukan, harta benda, nama dan pengejaran apa saja yang menjadi cita-cfta dapat menyelewengkan kita. Betapa baik dan muliapun tujuan yang hendak kita capai, bisa saja melahirkan cara pengejaran yang menyeleweng.

Demikian pula dengan Jin Kui. Demi tercapainya segala cita-citanya, demi terlaksananya tujuannya, maka dia pun menghalalkan segala cara. Cara yang curang dianggapnya cerdik dan benar. Cara yang kejam dianggapnya gagah! .

Setelah selesai mengadakan pertemuan dan perundingan dengan Gak Liu dan para pejuang lainnya, sang pangeran lalu berangkat pulang naik kuda di antar oleh lima orang anggauta pejuang. Enam orang penunggang kuda itu melarikan kuda mereka menuju ke Hang-couw. Akan tetapi ketika mereka menuruni sebuah lereng bukit dan tiba di daerah yang sunyi, nampak tiga orang menghadang perjalanan mereka. Sang pangeran menahan kudanya, demikian pula lima orang pengawalnya. Dan pada saat mereka menahan kuda mereka itulah Tang Boa Lu Si Muka Tengkorak, Toat- beng-jia uw (Cakar Pencabut Nyawa) Ouw Yang Kian dan Hek-bin-kui (Setan Muka Hitam) Ouw Yang Sian bergerak menyerang!! Si Muka Tengkorak sendiri yang menyerang Pangeran Kian Cu tanpa peringatan lagi. Pangeran itu meloncat turun dari kudanya, akan tetapi bagaimana mungki n dia dapat menghi ndarkan serangan Si Muka Tengkorak yang amat lihai itu? Hanya dua kali dia dapat mengelak, akan tetapi pukulan yang ke tiga kalinya mengenai kepalanya. Pangeran Kian Cu tidak sempat mengaduh lagi, langsung terpelanting dengan kepala retak dan tewas seketika. Lima orang pengawalnya tidak mampu meli ndunginya karena mereka berlima juga sudah diserang kalang kabut oleh dua orang kakak beradik yang amat lihai itu. Para pejuang yang mengawal itu hanya memi liki Ilmu silat biasa saja, mana mungki n mereka mampu menandingi kedua saudara Ouw Yang Ini . Dalam belasan jurus saja mereka berlima juga sudah roboh semua dan tewas!

Pada hari itu juga Kaisar menerima laporan bahwa Pangeran Kian Cu telah tewas terbunuh lima orang pemberontak yang sebaliknya terbunuh pula oleh kedua adik seperguruan Kui To Cin-jin.

Kaisar terkejut dan sedih Sekail mendengar ini dan dia segera memanggil kedua orang saudara Ouw Yang untuk menceritakan apa yang telah terjadi.

"Hamba berdua sedang melakukan perjalanan ke luar kota ketika dari jauh hamba melihat kuda sang pangeran di kepung lima orang dan mereka itu mengeroyok Pangeran Kian Cu. Hamba berdua segera lari menghampiri akan tetapi hamba terlambat dan melihat sang pangeran sudah terguling dan roboh ,terkena hantaman ruyung. Meli hat Ini, hamba berdua lalu mengamuk, menyerang lima orang itu dan akhirnya hamba berdua dapat membunuh mereka. Hanya itulah yang hamba ketahui, Yang Mulia," kata Ouw Yang Kian.

Posting Komentar