Si Teratai Emas Chapter 32

NIC

“Setan gila! Apakah engkau tidak mau membiarkan orang mengaso? Sedang tidurpun diganggu!” Shi Men mengomel, akan tetapi ketika dia membuka matanya dan melihat kecantikan itu, diapun kalah dan Kim Lian mendapatkan apa yang diinginkannya. Belum selesai permainan cinta mereka, Shi Men merasa haus dan diapun langsung saja memanggil Cun Bwe, pelayan Kim Lian, untuk mengambilkan arak dan membawanya ke dalam kelambu pembaringan.

“Ih, apa yang kau lakukan ini? Jangan gila kau! Mau apa memanggilnya ke sini?” Kim Lian menegur. Shi Men tertawa.

“Aku mempelajarinya di rumah Nyonya Hua. Ciu Hwa, pelayannya, juga datang menbawakan arak untukku, penambah semangat.”

“Hah, jangan sebut-sebut lagi nama Nyonya Hua! Karena ia wanita yang tidak tahan uji, yang tanpa menantimu menikah lagi, engkau menjadi murung dan siapa yang menjadi korban kemarahanmu? Aku! Bukan hanya menjadi sasaran kedongkolanmu, bahkan akupun dimaki-maki oleh isterimu yang pertama.”

“Ah, kalian wanita-wanita bodoh yang tidak mengerti urusan. Sebetulnya aku tidak marah kepada kalian, melainkan kepada wanita itu. la telah memilih Tabib Kiang menjadi suaminya, bahkan memberinya modal untuk membuka rumah obat , hendak menyaingi aku, Siapa yang tidak menjadi gemas?”

“Dasar engkau sendiri yang bodoh! Kenapa engkau tidak membawanya ke rumah ini sejak dulu? aku sudah menyetujuinya? Akan tetapi engkau hanya mendengar Goat Toanio yang selalu bicara jelek tentang orang lain.” Kim Lian mulai mengeluarkan isi hatinya yang penuh rasa penasaran dan dendam kepada madunya yang pertama itu. Racun ini sudah mulai disebarkannya dan makin lama wajah Shi Men menjadi semakin merah,

“Mulai besok aku tidak sudi melihatnya atau bicara dengannya” Pernyataan ini menyenangkan hati Kim Lian yang menghujankan kemesraan kepada suaminya itu. Betapa keji dan berbahayanya Kata-kata yang beracun terhadap hubungan baik antara dua orang atau dua pihak yang semestinya amat akrabnya. Suami dan isteri, Raja dengan menterinya, Ayah dengan anaknya, antara saudara kandung, dapat menjadi pecah berantakan hubungan antara mereka itu oleh desas-desus dan fitnah yang keji melalui kata-kata yang merdu merayu.

Isteri pertama Shi Men, yaitu Goat Toanio, adalah isterinya yang paling setia, namun tetap saja kata-kata yang beracun dapat merenggangkan hubungan antara suami-isteri ini, Mulai hari itu, benar saja Shi Men bersikap tak senang terhadap Goat Toanio, tak pernah menegur atau menyapanya, tak pernah mendekatinya, seolah-olah wanita itu tidak ada di dalam rumah itu, Di lain pihak, Goat Toanio juga bersikap acuh, bahkan kalau kebetulan Shi Men memasuki kamarnya, ia berpura-pura melakukan sesuatu dan sibuk. Hubungan antara mereka menjadi dingin dan tidak seperti suami-isteri lagi. Akan tetapi sebagai seorang isteri setia dan isteri pertama, Goat Toanio tidak pernah mengeluh di depan para madunya, dan sikapnya terhadap para madunya masih tetap ramah dan baik.

Beberapa bulan kemudian selesailah sudah bangunan tambahan di sebelah rumah Shi Men, yaitu di atas tanah yang dibelinya dari mendiang Hua Ce Shu. Dengan gembira Goat Toanio, ditemani oleh puteri tirinya, satu-satunya anak Shi Men dari isteri terdahulu, dan oleh empat madunya, berjalan-jalan untuk memeriksa bangunan dan taman yang baru selesai itu. Memang bangunan berikut tanamannya itu indah sekali karena Shi Men telah menghabiskan banyak uang untuk membuatnya. Di taman yang amat luas itu terdapat bukit-bukitan, kolam ikan, danau kecil penuh teratai, pohon-pohon buah dan bunga beraneka warna.

Untuk setiap pondok dan taman diberi nama yang muluk-muluk. Ada “Ruangan Perpindahan Burung- burung Walet,” ada pula “Lembah Sungai Hutan,” masih ada lagi “Menara Bukit Hijau,” dan “Ruangan Sumber Air Tersembunyi.” Setiap bagian ditanami bunga-bunga indah yang disesuaikan dengan nama tempat masing-masing. Sungguh sebuah taman yang amat indah, tidak kalah oleh taman-taman milik para pangeran di Kotaraja. Dengan gembira Goat Toanio bersama anak tirinya dan empat orang madunya berjalan-Jalan dan akhirnya ia beristirahat di pondok yang dinamakan “Peristirahatan Awan,” mengajak isteri ke tiga dan ke empat, yaltu Mong Yu Lok dan Sun Siu Oh, untuk bermain catur. wanita lainnya naik ke menara untuk menikmati keindahan taman itu dari atas. Para pelayan sibuk melayani majikan mereka dengan suguhan minuman anggur halus, dan manisan.

“Ah, aku lupa untuk mengundang suamimu” kata Goat Taanio kepada puteri tirinya. Akan tetapi pada saat itu, kebetulan sekali Chen Ceng Ki, mantu Shi Men, memasuki taman karena diapun ingin melihat taman yang baru dibangun oleh Ayah mertuanya. Melihat mantu tirinya, Goat Toanio segera menyuruh pelayan untuk memanggilnya dan mempersilakan masuk ke dalam pondok dimana ia dan dua orang madunya bermain Catur. Chen Ceng Ki memasuki pondok itu. Melihat datangnya laki-laki muda ini, Yu Lok dan Siu Oh cepat bangkit dan hendak mengundurkan diri, akan tetapi Goat Toanlo berkata kepada mereka.

“Dia bukan orang luar. Dia masih keluarga dekat maka tidak perlu kalian bersikap sungkan.” Lalu ia memperkenalkan dua orang madunya yang menjadi isteri ke tiga dan ke empat itu kepada Chen yang cepat, memberi hormat kepada mereka. Orang muda itu lalu dipersilakan duduk. Aku melihat engkau setiap hari bekerja keras, bengun pagi sekali dan tidur sampai jauh malam. Kalau engkau bekerja terlalu keras membantu Ayah mertua engkau bisa jatuh sakit. Maka marilah temani kami minum anggur dan menghibur diri di sini.”

“Terima kasih atas keramahan ini sedikit pekerjaan yang saya lakukan tidak ada harganya untuk disebut,” kata Chen merendah. Setelah minum beberapa cawan anggur, Chen menemani mereka bermain kartu, akan tetapi dia merasa kehilangan karena sejak tadi dia tidak melihat Kim Lian, isteri ke llma dari Ayah mertuanya yang pernah mengguncangkan hatinya karena kecantikannya.

Dia lalu berpamit untuk berjalan-jalan di taman mengagumi keindahan taman itu. Isterinya tinggal bersama para isteri Ayahnya untuk melanjutkan permainan kartu. Chen merupakan seorang pria muda yang cukup ganteng, dengan pakaian Sutera halus kepalanya memakai kain kepala berwarna biru, kakinya mengenakan sandal sutera hitam. Pada saat dia berjalan-jalan itu, tiba-tiba dia melihat sesuatu yang mendebarkan jantungnya, Kim Lian, isteri ke lima Ayah mertuanya sedang bermain-main seorang diri di kaki bukit dekat danau kecil penuh bunga teratai, dan ia menggunakan kipasnya mencoba untuk menangkap kupu-kupu yang beterbangan di sekelilingnya. Tiba-tiba Kim Lian yang sedang asyik seorang diri itu mendengar suara Chen yang sudah berada di belakangnya.

“Ah, Ibu Ke Lima, engkau tidak tahu bagaimana menangkap kupu-kupu. Mari kubantu engkau.” Kim Lian membalikkan tubuh dengan kaget dan melihat Chen, ia tersenyum akan tetapi pura-pura menegurnya,

“Hemm, anak kurang ajar. Engkau mengejutkan aku saja!” Akan tetapi sambil tersenyum, Chen Ceng Ki melangkah maju, merangkul Kim Lian dan tanpa banyak cakap lagi Mencium pipi dan bibirnya. Kim Lian mencoba untuk mendorong dada orang muda itu dalam perlawanan yang lemah. Akan tetapi pada saat itu terdengar Suara Yu Lok memanggil-manggil dan mencarinya. Tentu saja kedua orang itu cepat memisahkan diri. Chen Ceng Ki cepat menyelinap pergi meninggalkan Kim Lian yang sibuk membereskan rambut dan menyapu bibir dan pipi dengan saputangannya agar tidak nampak bekas peristiwa itu. Setelah pembangunan taman dan pondok-pondok baru selesai, Shi Men mulai banyak keluar lagi.

Pada suatu hari, dia bertemu dengan dua orang tokoh sesat, yang berjuluk Ular Rumput dan Tikus Jalanan. Dua orang ini adalah tukang-tukang pukul atau pembunuh-pembunuh bayaran yang ditakuti orang karena kekejaman mereka, dan untuk beberapa tail perak saja mereka siap untuk membunuh orang tanpa berkedip. Shi Men bukan hanya terkenal di kalangan atas, berhubungan baik dengan para pejabat dan pembesar, akan tetapi diapun dikenal baik oleh para penjahat di kota Ceng-Ho dan daerahnya karena tidak jarang dia memberi bantuan uang kepada mereka, tentu saja dengan maksud untuk memperkuat kedudukannya. Ketika melihat dua orang penjahat ini, Shi Men memperoleh suatu niat dan diapun menahan kudanya.

“Aku mempunyai pekerjaan untuk kalian” Tentu saja dua orang Penjahat, itu menjadi girang dan cepat menghampiri, karena pekerjan yang diperintahkan Shi Men berarti banyak uang sebagai imbalan atas jasanya,

“Aih, Kongcu yang mulia Kami sudah seringkali menerima kehormatan dan hadiah darimu. Kongcu tahu bahwa untukmu, kami, siap memasuki lautan api, kami Siap untuk membelamu sampai mati.” Shi Men membungkuk dan dengan suara berbisik-bisik dia menceritakan tentang pernikahan Nyonya Hua dengan Tabib Kiang. “Saudara-saudara, aku akan berterima kasih sekali kalau kalían mau menghajar Tabit Kiang yang tak tahu diri itu.” Dia mengeluarkan uang lima ons perak,

“Nah, ini hadiah pertama untuk saat ini. Kalau kalian melasanakan tugas dengan baik aku akan memberi lebih banyak lagi.”

Setelah dua bulan menikah, mulailah timbul penyesalan di hati Nyonya Hua. Ia merasa tidak puas mempunyai suami Tabib itu, karena di lubuk hatinya ia telah jatuh cinta kepada Shi Men. Seringkali ia mengusir keluar Tabib Kiang dari kamar tidurnya dan suami itu tidur di dalam toko obatnya.

Siang malam kini ia menyesali nasibnya mengapa Shi Men tidak memboyongnya ke dalam rumahnya. la merasa menyesal sekali memilih Tabib yang kurus kecil itu sebagai suaminya. Tabib Kiang juga merasa tak senang, Baru satu bulan saja menjadi suami janda muda yang cantik itu, isterinya sudah tidak mau lagi melayaninya, bahkan sering kali menghina dan mengusirnya. Padahal dia telah berusaha sedapat mungkin untuk memenangkan cintanya. Pagi itu, setelah semalam gelisah tak dapat tidur karena ditolak memasuki kamar oleh isterinya, Tabib Kiang membuka toko obatnya dengan bersungut-sungut. Ketika dua orang laki-laki itu, Si Ular Rumput dan Si Tikus Jalanan memasuki tokonya, dia menyambut mereka dengan muka muram, lalu bertanya dengan kasar apa yang mereka kehendaki.

Posting Komentar