Mereka bertiga mendapatkan masing--masing sebuah kamar di keluarga Lurah So yang amat menghormati tiga orang pendekar itu.
*** Bi Kim rebah di atas pembaringan kamarnya, menelungkup dan menangis menahan isak agar jangan sampai suara tangisnya terdengar oleh orang lain di luar kamar.
Ia merasa hatinya seperti diremas-remas, pedih dan perih bukan main rasanya.
Ingatannya melayang-layang pada segala peristiwa yang lalu, ketika untuk pertama kali ia bertemu dengan Yo Han.
Pertama kali Yo Han datang berkunjung ke rumah keluarga ayahnya sebagai murid mendiang paman-kakeknya Ciu Lam Hok, keluarga ayahnya sedang dilanda malapetaka.
Ayahnya yang men-jadi penanggung jawab gedung pusaka kerajaan, diancam hukuman berat karena banyak benda pusaka penting hilang di-curi orang.
Yo Han menyelidiki dan ter-nyata yang melakukan pencurian adalah Coan-ciangkun yang sengaja melakukan hal itu untuk memaksa keluarga Gan menyerahkan ia untuk menjadi isteri panglima itu.
Yo Han berhasil menyela-matkan Gan Seng, ayahnya dan dalam keadaan berbahagia itu, neneknya yang bersembahyang di depan meja sembah-yang paman-kakeknya, menetapkan per-jodohannya dengan Yo Han! Semua itu terbayang kembali olehnya.
Ikatan pertunangan itu pula yang men-dorongnya untuk dengan tekun tanpa me-ngenal waktu, melatih diri dengan ilmu silat dari guru-guru silat yang pandai dari istana atas bantuan ayahnya sehingga kini ia menguasai ilmu kepandaian silat yang lumayan.
Semua itu dilakukannya demi cintanya kepada Yo Han yang di-anggap calon suaminya.
Calon suaminya seorang pendekar besar, maka akan jang-gallah kalau ia tidak mengerti ilmu silat sama sekali.
Kemudian, karena merasa rindu kepada tunangannya itu yang tak kunjung datang, ia lalu meninggalkan rumah orang tuanya dan pergi mencari Yo Han! Dan sekarang, Si Bangau Merah Tan Sian Li yang mengagumkan hatinya itu mengaku terus terang bahwa Sian Li saling mencinta dengan Yo Han, bahkan hubungan mereka jauh lebih dahulu daripada pertemuannya dengan pemuda itu.
Pantas saja Yo Han belum dapat menerima usul perjodohan yang diajukan neneknya! Kiranya pemuda itu telah mempunyai seorang kekasih! 193 Bi Kim terpaksa mendekap mukanya dengan bantal karena tangisnya menjadi-jadi.
Nafasnya sampai terasa sesak karena ia menahan-nahan sekuatnya agar jangan sampai terdengar suara tangisnya.
Segala macam perasaan yang mengandung susah senang adalah permainan nafsu.
Nafsu memang selalu mempunyai satu arah tujuan, yaitu kesenangan yang dinikmati tubuh melalui panca-indrya.
Kesenangan itu dalam sekejap mata da-pat berubah menjadi kebalikannya, yaitu kesusahan kalau penyebab kesenangan itu lepas dari tangan.
Cinta asmara antara pria dan wanita merupakan suatu perasaan manusia yang paling rumit dan aneh.
Dalam perasaan yang ada pada tiap diri seorang manusia yang normal ini, yang agaknya memang sudah menjadi anugerah atau peserta sejak manusia dilahirkan, terkandung banyak hal.
Ada pengaruh naluri daya tarik antara lawan jenis yang alami, naluri yang ada pada setiap mahluk cip-taan Tuhan, yang bergerak maupun yang tidak, daya tarik yang merupakan syarat mutlak bagi pengembang-biakan mahluk itu.
Daya tarik alami ini yang membuat lawan jenis kelamin saling tertarik, sa-ling mendekati lalu terjadi penyatuan yang melahirkan mahluk baru sebagai proses penciptaan yang amat indah dan suci.
Di samping naluri, ini yang sifatnya suci dan alami, masuk pula pengaruhi nafsu dan dalam cinta asmara, nafsu memainkan peran sepenuhnya sehingga memberikan kesenangan selengkapnya kepada manusia yang dilanda cinta.
Ke-nikmatan dirasakan manusia melalui kesenangan yang terkandung dalam panca indrya.
Kalau orang sedang bercinta, mata melihat keindahan pada orang yang dicinta, telinga mendengar kemerduan, hidung mencium keharuman dan segala macam perasaan, sentuhan dan apa saja terasa teramat indah! Namun, karena nafsu memegang peran yang begitu besarnya, maka seperti aki-bat daripada permainan nafsu, semua ke-senangan itu setiap saat dapat berubah menjadi kesusahan.
Tidak ada kesenangan melebihi senangnya orang bercinta, dan tidak ada kesusahan hati melebihi orang gagal dalam bercinta! Dunia seakan kia-mat, harapan seakan-akan hancur lebur, hidup seakan-akan tiada artinya lagi! Da-lam saat seperti itu, betapa banyaknya orang yang kurang tabah dan kurang sadar melakukan perbuatan dungu seperti membunuh diri, atau membunuh orang yang menggagalkan cintanya termasuk orang yang dicintanya itu sendiri! Dalam mabuk cinta, kita lupa bahwa segala kesenangan itu ada batasnya, dan tidak abadi! Jelas bahwa nafsu yang bermain di dalam cinta kasih tidak abadi pula.
Yang abadi adalah sesuatu yang datang-nya bukan dari nafsu yang menggelimangi hati akal pikiran.
Yang aseli dan abadi adalah cinta yang tidak dikotori nafsu dan cinta inilah yang menjadi dasar dari segala perasaan yang baik, cinta ini yang mungkin biasa kita namakan kasih sa-yang! Kasih ini terdapat dalam sinar matahari, dalam titik-titik air hujan, dalam gelombang samudera, dalam ber-silirnya angin semilir, dalam merekahnya dan harumnya bunga-bunga, dalam se-nyum ranum dan matangnya buah-buahan, dalam air mata seorang ibu dalam belai-an tangannya, dalam pandang mata se-orang ayah, dalam tangis seorang bayi dan masih banyak lagi.Gan Bi Kim menjadi korban dari ulah nafsu itu.
Ia merasa seolah-olah hidupnya hancur lebur.
Dalam keadaan seperti itu, ia tidak tahu bahwa kesusahan, seperti juga kesenangan, tidak abadi, bahkan tidak panjang umurnya, walaupun diban-dingkan kesenangan, kesusahan lebih lama dirasakan manusia.
Tidak mungkin senang terus tanpa kesusahan, seperti tidak mungkinnya susah terus tanpa kesenangan.
Bahkan di waktu siang hari pun, tidak selalu terang benderang, kadang-kadang digelapkan awan mendung, dan malam gelap gulita pun kadang-kadang diterangi bulan atau bintang-bintang! Dalam ke-adaan senang, orang lupa bahwa kesusah-an sudah berada di ambang pintu.
Dalam keadaan susah, seseorang seolah-olah merasa bahwa tidak ada harapan lagi dan selalu dia akan menderita susah, seperti sakit yang tak mungkin dapat diobati lagi! Bi Kim merasa semakin tidak tahan.
Berduka di dalam kamar yang asing, se-orang diri digerogoti kenangan lama, membuat ia merasa sumpek dan pengap.
Malam telah tiba dan suasana sunyi.
Ia membuka daun pintu dan melangkah ke-luar, melalui gang masuk ke dalam ta-man bunga milik keluarga lurah itu.
Agak lega rasanya ketika ia berada di luar, di udara terbuka.
Ia melangkah terus.
Malam tidak gelap benar karena ada banyak sekali bintang di langit, tak terhitung banyak-nya karena langit cerah tanpa mendung sehingga hampir semua bintang bermun-culan ada yang tersenyum, ada yang berkedip-kedip.
Bunga-bunga di taman itu banyak yang mekar indah karena memang waktu itu musim bunga sudah berumur dua bulan sehingga suasana di taman itu indah sekali, bermandikan cahaya bintang yang kehijauan.
Ditambah lagi suara jangkerik dan belalang seperti sekumpul-an musik yang mendendangkan lagu ma-lam dalam irama yang bebas namun ti-dak kacau, bahkan serasi.
Tiba-tiba suasana itu, yang pada mula-nya menghibur, kini bagaikan menyentuh perasaannya, mendatangkan keharuan yang mendalam sehingga ia terhuyung, menutupi muka dengan tangannya dan menangis.
Kini ia berada di luar rumah dan ia tidak begitu menahan isak tangis-nya, dan terdengar rintihan kalbunya keluar melalui mulutnya dalam bentuk tangis lirih dan sedu sedan.
Ia sama sekali tidak tahu bahwa Gak Ciang Hun yang sejak tadi duduk me-lamun seorang diri di dekat kolam ikan, kini bangkit dan memandang kepadanya dari sebelah kiri.
Pemuda itu menghela napas panjang, dan alisnya berkerut.
Dia telah melihat perubahan sikap gadis itu sejak Sian Li mengaku bahwa ia dan Yo Han saling mencinta.
Dia melihat betapa Gan Bi Kim terbelalak dengan muka pucat dan napasnya terengah ketika mendengar pengakuan Sian Li itu dan betapa gadis itu berusaha untuk menenangkan diri secepatnya.
Dia menduga-duga, akan tetapi tidak menemukan jawabannya.
Dan kini, selagi dia melamun seorang diri di dalam taman mengenangkan nasib dirinya yang menderita penolakan cintanya ter-hadap Sian Li, atau lebih tepat lagi men-derita putusnya cinta karena Sian Li mengaku bahwa gadis itu hanya mencinta Yo Han, tiba-tiba saja dia melihat Bi Kim menangis sedih seorang diri di da-lam taman! Karena merasa terharu dan iba, bagaikan terkena pesona dan seperti tidak disadarinya, Ciang Hun melangkah perlahan menghampiri.
Setelah dekat, dia berkata lirih.
"Adik Bi Kim...." Bi Kim tersentak kaget, seperti di-seret dari dunia lamunan kembali ke dunia kenyataan yang pahit dan membingungkan.
Cepat-cepat ia menghapus air mata dengan tangannya, mengucek-ucek kedua matanya, memaksa bibirnya tersenyum.
"Aih, kiranya Gak-toako....
kaget sekali aku karena tidak mengira di sini ada orang lain." Hati Ciang Hun semakin terharu.
Gadis ini jelas sedang menderita batin yang membuatnya berduka, akan tetapi masih berusaha untuk bersikap wajar yang amat canggung.
Dia pun tidak ber-pura-pura lagi karena dia merasa kasihan dan ingin sekali dapat membantunya, kalau memang gadis itu membutuhkan bantuan.
"Kim-moi, sejak tadi aku berada di sini, ingin menikmati malam musim bu-nga yang indah ini.
Malam amat cerah, langit bersih terhias bintang-bintang.
Kenapa engkau malah berduka dan me-nangis, Kim-moi?" "Aku....
aku tidak berduka, tidak menangis...." Bi Kim cepat membantah, akan tetapi suaranya membuktikan bahwa ia memang habis menangis, bahkan sisa tangisnya, masih terkandung dalam getar-an suaranya.
"Ah, Kim-moi, biarpun kita baru ber-kenalan hari ini, akan tetapi tentu eng-kau juga sudah merasakan seperti yang kami rasakan, yaitu bahwa kita adalah satu golongan dan seperti keluarga sendiri.
Di antara saudara atau sahabat baik, kalau yang seorang mengalami ke-sulitan, sudah sepantasnya kalau yang lain membantu, bukan" Andaikata aku yang mengalami kesusahan, apakah eng-kau tidak bersedia untuk menolongku, Kim-moi?" "Tentu saja, Toako! Engkau sendiri dan Li-moi tadi pun sudah menolongku dari ancaman ketua Pao-beng-pai.
Tentu aku akan mengulurkan tangan membantu-mu kalau aku bisa.?"Nah, demikian pula dengar aku, Kim--moi.
Sekarang aku mengulurkan tangan dan aku bersedia untuk membantumu mengatasi kesusahanmu.
Nah, maukah engkau menceritakan mengapa engkau begini bersedih?" Ditanya orang lain tentang kesedihan-nya dengan suara yang demikian penuh perhatian dan ikut merasakan, keharuan memenuhi hati Bi Kim dan tak tertahan-kan lagi air matanya bercucuran.
Akan tetapi ia menggigit bibir dan tidak mau mengeluarkan suara tangis.
Ia menggeleng kepala dan menghapus air matanya de-ngan saputangannya yang sudah basah.
"Engkau....
engkau atau siapapun di dunia ini tidak akan dapat menolongku, Toako....memang sudah ditakdirkan bahwa nasibku amat buruk...." kembali ia mengusapkan saputangan ke arah ke-dua matanya.
"Siauw-moi, tidak ada nasib buruk itu! Segala sesuatu yang terjadi menimpa diri kita sudah sewajarnya, dan ada sebab akibatnya.
Bukan nasib buruk, karena nasib buruk itu hanya pandangan se-seorang yang kecil hati dan tidak tabah menghadapi kenyataan hidup.
Kenyataan hidup memang tidak selalu putih, ada kalanya hitam, tidak selalu manis, ada kalanya pahit.
Akan tetapi, manis atau pun pahit, kalau kita dapat menerimanya sebagai suatu kenyataan hidup yang tidak terlepas dari hukum alam, maka kita dapat menghadapinya dengan tabah.
Ti-dak ada masalah yang tidak dapat diatasi, asalkan kita tabah, tidak mening-galkan daya ikhtiar dan didasari penyerah-an kepada Yang Maha Kuasa, Kim-moi.
Aku tadi sudah melihat perubahan pada sikapmu.
Ketika Li-moi bercerita dengan terus terang, memang wataknya terbuka dan jujur, bahwa ia dan Yo Han saling mencinta, aku melihat engkau terbelalak kaget dan mukamu pucat sekali.
Kim--moi, aku yakin bahwa kedukaanmu tentu ada hubungannya dengan cerita Li-moi itu, atau setidaknya, ada hubungannya dengan Yo Han.