Pusaka Pulau Es Chapter 68

NIC

"Ayah, Keng Han itu amat berbahaya, apakah tidak sebaiknya kalau dia dibunuh saja?"

Tanya Gulam Sang kepada Pangeran Tao Seng setelah mereka semua kembali berunding.

"Jangan! Aku menyayangkan ilmu kepandaiannya yang hebat. Akan kubujuk dia agar mau membantu. Dia akan merupakan tenaga bantuan yang penting sekali."

Jawab sang pangeran.

"Bagaimana kalau dia tidak mau?"

"Kalau dia keras kepala dan tidak dapat dibujuk, maka kuserahkan dia kepadamu."

Gulam Sang nampak gembira sekali. Pemuda ini ingin sekali dapat membunuh Keng Han karena diam-diam dia merasa khawatir kalau-kalau ayah angkatnya menerima Keng Han sebagai puteranya dan tentu kedudukannya akan kalah oleh anak kandung itu. Keng Han merupakan duri dalam daging baginya yang harus dilenyapkan.

"Akan tetapi aku membutuhkan bantuanmu. Kita berikan racun perampas ingatan darimu itu. Kalau sampai dia hilang ingatan, tentu dia tidak mempunyai niat macam-macam lagi dan akan tunduk kepada semua perintah kita."

Gulam Sang mengerutkan alisnya. Dia teringat betapa Keng Han sudah minum racun itu yang dicampurkan dalam arak yang disuguhkan kepada pemuda itu, akan tetapi sama sekali tidak nampak tanda-tanda bahwa pemuda itu keracunan! Mungkin racunnya kurang banyak, demikian pikirnya.

"Baik, akan saya laksanakan dan mencampurkan racun perampas ingatan di dalam makanan dan minumannya."

Pada keesokan harinya, Keng Han duduk bersila dalam kamar tahanannya. Kaki tangannya tidak dibelenggu, akan tetapi kaki tangannya dipasangi rantai yang terikat pada dinding sehingga dia tidak akan dapat melarikan diri. Rantai itu terbuat dari baja dan tebal sekali tak mungkin diipatahkan. Keng Han juga tidak bodoh untuk mencoba mematahkan rantai itu. Penjaga banyak terdapat di luar tahanan dan di sana masih terdapat empat orang sakti itu.

Dia tidak mungkin dapat melawan mereka kalau mereka maju bersama. Dia hanya menanti saatnya untuk dapat meloloskan dirinya. Maka, dia pun menjaga kesehatan dan tenaganya dan dia makan semua makanan dan minuman yang dihidangkan walaupun dia dapat menduga bahwa makanan dan minuman itu dicampuri racun. Dia tidak takut akan segala racun. Tubuhnya kebal terhadap segala macam racun. Asal saja mereka tidak mempergunakan asap pembius, pikirnya. Pernah dia tertawan karena ledakan asap pembius yang dipergunakan orang-orang Kwi-kiam-pang. Akan tetapi kalau racun itu masuk ke tubuhnya melalui makanan, atau melalui luka, dia tidak akan terpengaruh. Darahnya memiliki daya menolak pengaruh racun itu. Pada keesokan harinya, pagi-pagi sekali, Pangeran Tao Seng sudah mengunjungi kamar tahanannya.

"Anakku, kenapa engkau berkeras hati? Aku adalah ayah kandungmu. Engkau darah dagingku. Sungguh sengsara hatiku melihat engkau tertawan seperti ini. Anakku, kenapa engkau tidak mau membantu gerakanku? Katakanlah bahwa engkau akan membantuku dan kau akan dibebaskan dan menjadi puteraku yang tersayang dan terpercaya."

Hati Keng Han panas sekali mendengar ucapan ayahnya itu. Hatinya sudah kecewa sekali melihat orang yang menjadi ayah kandungnya. Ternyata orang itu licik dan curang.

"Aku memang puteramu dan engkau adalah ayah kandungku. Akan tetapi kalau engkau berpikir bahwa aku akan membantu engkau melakukan kejahatan, engkau mimpi di siang hari. Sampai mati sekalipun aku tidak ingin membantumu. Sebaliknya engkau yang menyadari kekeliruan tindakanmu dan ikut dengan aku menemui ibu. Kalau engkau mau melakukah itu, tentu aku akan menganggap engkau seorang ayah yang telah bertaubat dan baik, dan aku akan berbakti kepadamu."

"Jangan khawatir, Keng Han anakku. Kalau sudah tercapai cita-citaku, pasti aku akan memboyong ibumu ke istanaku. Aku juga amat mencinta ibumu."

Pangeran Tao Seng membujuk.

"Sudahlah, tidak perlu membujukku lebih lanjut. Akan sia-sia saja. Biarpun engkau ayah kandungku, akan tetapi kalau kau lanjutkan usahamu untuk berkhianat dan memberontak, aku akan berdiri di pihak Kaisar kakekku dan Pangeran Mahkota Tao Kuang pamanku."

Pangeran Tao Seng meninggalkan tempat tahanan itu dengan muka merah karena marah, Akan tetapi dia tidak putus asa dan mengharapkan agar racun perampas ingatan dari Gulam Sang itu akan bekerja dengan baik sehingga dia dapat membujuk puteranya itu. Pada malam kedua, sesosok bayangan putih berkelebat di atas pagar tembok di belakang rumah Hartawan Ji. Bayangan ini bukan lain adalah Cu In. Setelah mendapatkan keterangan dari The-ciangkun di mana letak rumah Hartawan Ji, Cu In datang berkunjung pada malam itu. Ia meloncat dari dalam taman itu ke atas sebatang pohon ketika melihat ada dua orang peronda berjalan menghampiri tempat ia bersembunyi. Ia berada di atas pohon, siap bertindak kalau sampai ketahuan. Dan ia men-dengarkan mereka bercakap-cakap.

"Menjemukan sekali, malam-malam gelap begini harus meronda. Biasanya kita hanya berjaga di gardu dan dapat terlindung dari cuaca yang amat dingin, membuat api unggun yang hangat."

"Ah, ini semua gara-gara pemuda yang bandel itu. Kabarnya dia berkepandalan tinggi dan dibujuk untuk membantu Ji Wan-gwe dia tidak mau. Heran aku mengapa ada orang tidak mau bekerja kepada Ji Wan-gwe yang kaya raya dan royal."

"Ketika hendak menangkapnya pun susah bukan main. Kabarnya dari teman-teman yang melihatnya, setelah ketiga locianpwe dikerahkan untuk membantu Kongcu, barulah dia dapat ditawan. Kongcu sendiri kewalahan menghadapi pemuda ini."

"Hebat. Sayang kalau pemuda lihai macam itu akhirnya mesti mati karena tidak mau terbujuk." "Percakapan itu cukup bagi Cu In. Tubuhnya melayang turun dan sekali dua tangannya menyambar, dua orang peronda itu sudah roboh tanpa dapat berteriak, roboh tertotok tidak mampu bergerak maupun bersuara. Ang Hwa Nio-nio memang memiliki keistimewaan dalam ilmu menotok sehingga ilmunya itu disebut Tok-ciang (Tangan Beracun) karena sekali totok saja mampu mencabut nyawa orang. Cu In juga menguasai ilmu ini dan dua orang yang ditotoknya itu sama sekali tidak mampu berkutik. Akan tetapi dara bercadar ini tidak membunuh mereka. Cu In melolos pakaian hitam seorang di antara mereka dan mengenakan pakaian itu menutupi. pakaian-nya sendiri yang serba putih. Kemudian ia berkata kepada orang kedua.

"Cepat lakukan perondaan sampai ke tempat tahanan itu. Awas, sekali saja engkau berteriak nyawamu akan melayang."

Setelah berkata demikian dia membebaskan orang kedua dari totokan, lalu memaksanya berjalan di depan sebagai penunjuk jalan. Ia berjalan di belakangnya sambil menyembunyikan mukanya yang bercadar. Peronda itu ketakutan setengah mati. Dia maklum bahwa orang yang kini berada di belakangnya itu tidak hanya menggertak kosong belaka. Kalau dia berteriak, tentu dia akan tewas. Dia pun tidak tahu bagaimana nasib temannya yang ditinggalkan dibelakang semak dalam keadaan tidak bergerak seperti sudah menjadi mayat.

"Bawa aku ke tempat tahanan dan berbuatlah seolah-olah engkau melakukan ronda."

Desis suara Cu In di dekat telinga peronda itu. Peronda itu hanya mengangguk, membawa lampu teng dan memukul kentungannya, melangkah menuju ke bagian belakang rumah besar Ji Wangwe. Segera dua orang penjaga yang berada di luar tempat tahanan menghadap mereka.

"Kenapa engkau sampai di tempat ini?"

Tanya seorang diantara dua orang penjaga itu. Pemuda yang sudah mendapat pesan dari Cu In berkata dengan suara ketakutan.

"Ah, tolonglah.... tadi aku melihat banyak bayangan orang di sana. Aku khawatir akan datang serangan musuh!"

Mendengar ini, dua orang itu masuk ke dalam dan memberitahu kepada kawan-kawannya di sana. Empat orang lain keluar dan kini enam orang itu bertanya,

"Di mana bayangan-bayangan itu?"

"Di sana....!"

Peronda itu menudingkan telunjuknya ke arah taman, sedangkan Cu In bersembuny di balik tubuh peronda sehingga mukanya tidak nampak.

"Mari kita periksa!"

Kata seorang di antara enam penjaga itu dan mereka, segera berlarian dengan golok di tangan memasuki taman. Melihat ini, Cu In segera menotok peronda itu sehingga roboh tak mampu berkutik lagi. Ia pun cepat menyelinap melalui pintu dari mana enam orang penjaga tadi keluar. Ternyata di sebelah dalam masih terdapat tujuh orang penjaga lagi. Mereka sedang bermain kartu dan melihat bayangan memasuki tempat mereka berjaga, tujuh orang itu serentak bangkit. Melihat bahwa yang masuk adalah seorang yang menutupi tubuhnya dengan pakaian hitam dan mukanya bercadar semua menjadi kaget dan menyambar golok mereka.

"Siapa engkau?"

Bentak seorang kepala jaga. Akan tetapi Cu In tidak memberi kesempatan kepada mereka. Sabuk sutera putihnya menyambar-nyambar dengan totokan yang jitu sehingga tujuh orang itu roboh malang melintang dalam keadaan tertotok. Dengan cepat ia dapat menemukan serangkai kunci di atas meja, dan ia segera berlari masuk. Dari jeruji baja ia dapat melihat Keng Han yang duduk bersila dengan kaki terikat rantai.

"Keng Han...."

Bisiknya. Keng Han membuka matanya dan segera dia mengenal orang bercadar itu.

"Cu In....!"

Bisiknya kembali. Cu In bekerja cepat. Sebuah kunci membuka pintu tahanan yang berat itu, kemudian dengan sebuah kunci lain ia membuka rantai mengikat kaki Keng Han.

"Cu In, terima kasih...."

Kata Keng Han girang dan juga terharu. Lagi-lagi gadis bercadar ini yang menolongnya. Ketika dia ditawan Kwi-kiam-pang, gadis ini pula yang menyelamatkannya. Ketika dia hendak dibunuh Bi-kiam Nio-cu, Cu In pula yang mencegahnya.

"Ssttt, kita harus cepat pergi dari sini sebelum mereka semua datang!"

Kata Cu In yang segera melompat keluar dari situ, diikuti oleh Keng Han. Baru saja mereka tiba di luar, enam orang penjaga yang tadi memeriksa dalam taman, sudah kembali dan melihat bahwa tawanan mereka lolos, mereka terkejut sekali dan menggunakan golok mereka untuk menyerang Keng Han dan Cu In. Ada pula yang berteriak-teriak minta tolong sehingga ributlah keadaan, di tempat itu.

"Cepat robohkan mereka dan lari!"

Kata pula Cu In kepada Keng Han. Ia sendiri telah merobohkan tiga orang penjaga. Keng Han juga lalu menggunakan tenaganya, menampar ke sana sini dan tiga orang penjaga dapat dia robohkan dalam waktu singkat. Pada saat itu, nampak orang-orang berdatangan dengan obor di tangan.

"Cepat lari!"

Posting Komentar