Lembah Selaksa Bunga Chapter 67

NIC

“Bagaimana ciri-ciri para perajurit yang terbunuh?”

“Pada mayat-mayat itu tampak bekas tangan seorang yang memiliki kesaktian tinggi. Mereka semua tewas tanpa luka senjata tajam, agaknya semua terbunuh oleh pukulan jarak jauh yang amat kuat.”

“Mungkinkah penculik itu membawa lari kaisar ke luar kota raja?”

“Agaknya tidak mungkin, Paman, karena selain penjagaan di pintu gerbang ketat, malam itu juga Panglima Chang memerintahkan para komandan untuk mengerahkan pasukannya melakukan penjagaan dan perondaan sehingga betapa pun tinggi ilmu kepandaian penculik itu, rasanya tidak mungkin kalau dia dapat membawa Kaisar keluar dari kota raja.”

“Dan apakah ada tanda-tanda berapa kiranya jumlah mereka dan apakah meninggalkan tanda bahwa mereka itu terdiri dari pria atau wanita?”

“Menurut pelayan istana, penculik itu hanya seorang saja. Akan tetapi mereka tidak dapat mengatakan apakah penculik itu pria atau wanita karena memakai pakaian hitam dan penutup muka hitam, tubuhnya kurus, mungkin pria dan mungkin juga wanita.”

“Hemm, kalau dia dapat melakukan pembakaran di empat penjuru lalu melakukan penculikan, membunuh banyak perajurit, jelas dia memiliki ilmu silat yang amat tinggi dan tentu dia mengenal keadaan dalam istana. Jadi menurut pendapat Panglima Chang dan pendapatmu, penculik itu masih berada di dalam kota raja dan menyembunyikan Sribaginda Kaisar di suatu tempat?”

“Kami memang mengira demikian, Paman. Akan tetapi selama tiga hari ini kami menggeledah hampir semua rumah dan hasilnya nihil. Kami tidak menemukan jejak penculik itu. Sribaginda Kaisar seolah lenyap ditelan bumi. Kami khawatir sekali kalau-kalau, entah dengan cara bagaimana, penculik itu berhasil membawa Kaisar keluar dari kota raja. Kalau benar demikian, maka akan sulit untuk dilacak.” Bu-beng-cu mengerutkan alisnya dan berpikir sejenak, kemudian menggelengkan kepalanya.

“Aku kira dia belum membawa Kaisar keluar dari kota, Siang Lan. Resikonya ketahuan besar sekali kalau dia melakukan hal itu. Tentu dia mempunyai tempat persembunyian rahasia yang amat baik dan sukar ditemukan. Dan aku hampir yakin orang itu menyamar seperti orang biasa sehingga tidak dicurigai.

“Dan agaknya dia melakukan pekerjaan amat berbahaya bagi dirinya itu sudah pasti dia mempunyai pamrih. menculik dan membunuh Kaisar sekalipun, apa untungnya bagi dia? Tentu ada apa-apanya di balik perbuatannya yang nekat ini. Bagaimana dengan Pangeran Bouw Ji Kong? Apakah Panglima Chang tidak mencurigainya?”

“Inilah yang aneh, Paman. Panglima Chang dan aku memang mencurigainya karena dia merupakan bekas pemberontak yang menunggu diadili. Kami pergi ke sana dan apa yang kami temukan? Keluarganya menangis dan mengatakan bahwa Pangeran Bouw lenyap pada saat terjadinya penculikan terhadap Kaisar itu.”

“Hemm, mencurigakan sekali! Pasti ada hubungannya antara terculiknya Kaisar dan hilangnya Pangeran Bouw!” kata Bu-beng-cu.

“Kami juga berpikir demikian, akan tetapi Nyonya Bouw merasa yakin bahwa suaminya tidak terlibat dalam penculikan itu dan wanita itu tampak khawatir sekali. Entah ke mana hilangnya Pangeran Bouw, Paman, diliputi rahasia seperti juga terculiknya Kaisar.”

“Hemm, aku juga berpendapat bahwa Kaisar tentu disembunyikan di suatu tempat dalam kota raja. Sekarang kita berbagi tugas. Sebaiknya engkau menyelidiki ke gedung Pangeran Bouw ”

“Akan tetapi panglima Chang dan aku sudah ke sana tadi, Paman.”

“Maksudku, kau datangi tempat itu malam ini secara rahasia. Kau tadi mengatakan bahwa Nyonya Bouw tampak khawatir atau ketakutan, mungkin ia berbohong atau karena tertekan dan terancam maka ia terpaksa berbohong. Selidiki malam nanti, siapa tahu akan ada kebocoran kalau keluarga itu menyimpan rahasia. Sedangkan aku sendiri, tolong mintakan surat dari panglima Chang untukku agar aku dapat memasuki tempat di mana mereka ditawan. Aku akan menanyai mereka dan aku punya cara untuk memaksa mereka mengaku kalau mereka tersangkut dan mengetahui akan penculikan ini.”

“Baiklah, Paman. Sekarang juga akan kumintakan surat itu. Paman tunggu saja di sini, sehingga sebentar akan kuantarkan ke sini.”

Siang Lan lalu pergi ke kantor Panglima Chang dan segera mendapatkan surat yang diinginkan Bu-beng-cu, kemudian menyerahkan surat itu kepada Bu-beng-cu yang menanti di rumah penginapan Hok An.

Bu-beng-cu menanti sampai malam tiba, baru dia pergi ke penjara di mana Hwa Hwa Hoat-su ditahan. Dia tidak ingin mengunjungi para tawanan lain seperti Kang-lam Jit-sian bekas pengawal Pangeran Bouw yang juga ditawan, atau Hongbacu tokoh Mancu dan Tarmalan dukun suku Hui. Dia menduga bahwa kalau ada kawan-kawan dari para pemberontak yang menculik kaisar, tentu datang dari golongan Pek-lian-kauw yang memiliki banyak orang sakti. Maka dia sengaja malam itu mengunjungi Hwa Hwa Hoat-su.

Karena berbekal surat perintah Panglima besar Chang Ku Cing, dengan mudah saja tanpa dihalangi Bu- beng-cu dapat memasuki penjara dan langsung menuju ke kamar tahanan Hwa Hwa Hoat-su yang kokoh kuat. Atas permintaannya, para perajurit penjaga menjauhkan diri dan tidak ada yang dapat melihat atau mendengarkan percakapannya dengan Hwa Hwa Hoat-su.

13.37. Rahasia Penculikan Kaisar Beng

Hwa Hwa Hoat-su sedang duduk bersamadhi dalam kamar tahanan itu. Sebuah lampu yang cukup terang tergantung dalam kamar yang tidak memiliki perabotan lain kecuali sebuah bangku panjang yang menjadi tempat duduk dan tempat tidur. Dindingnya tebal dan dilapisi baja, bagian depannya merupakan jeruji baja yang sebesar lengan orang, amat kokoh.

Biasanya, di depan kamar tahanan ini masih terdapat lima orang perajurit jaga yang menjaga secara bergiliran, siap dengan senjata tombak dan panah. Akan tetapi malam ini, para penjaga itu pun menjauhkan diri atas permintaan Bu-beng-cu. Suara terbukanya pintu membuat Hwa Hwa Hoat-su membuka mata dan memandang ke arah pintu. Pintu kamar tahanannya terbuka dan di ambang pintu tampak seorang laki-laki yang dengan sinar mata mencorong menatapnya.

Mula-mula Hwa Hwa Hoat-su merasa girang sekali karena dia mengira bahwa tentu Pek-lian-kauw telah mengirim seseorang untuk membebaskannya dari tahanan. Akan tetapi dia mengerutkan alisnya karena tidak mengenal laki-laki itu.

Bagaimanapun dia melihat kesempatan meloloskan diri. Kalau yang datang ini bukan kawan yang hendak membebaskannya, mudah saja baginya untuk membunuhnya dan menggunakan kesempatan selagi kamar tahanan terbuka dan tidak tampak ada penjaga, untuk melarikan diri. Maka dia cepat melompat turun dari atas bangku panjang dan kini berdiri berhadapan dengan Bu-beng-cu yang sudah melangkah masuk. Sejenak kedua orang ini saling berpandangan dan Bu-beng-cu berkata tenang.

“Hwa Hwa Hoat-su, apakah keadaanmu baik-baik saja di tempat ini?”

Hwa Hwa Hoat-su memandang penuh selidik, lalu bertanya. “Siapakah engkau dan apa perlumu memasuki kamar tahanan ini?”

“Siapa adanya aku tidaklah penting, Hwa Hwa Hoat-su. Aku datang mewakili panglima besar Chang Ku Cing dan minta agar engkau mau berterus terang mengaku siapa yang melakukan penculikan atas diri Sribaginda Kaisar!”

Sepasang mata Hwa Hwa Hoat-su, terbelalak, lalu dia tertawa bergelak. “Kaisar diculik? Ha-ha-ha-ha! Bagus, bagus sekali!”

“Hwa Hwa Hoat-su, dengarlah baik-baik. Kalau penculikan itu dilakukan seorang temanmu, hal itu sama sekali tidak menguntungkan engkau atau Pek-lian-kauw. Seratus orang kaisar boleh kalian culik dan binasakan, akan tetapi seratus orang kaisar lain akan bermunculan dan pemerintah Kerajaan Beng akan masih tetap berdiri teguh. Akibatnya, engkau dan teman-temanmu tidak mungkin akan mendapatkan pengampunan lagi, bahkan pemerintah pasti akan berusaha keras untuk membasmi Pek-lian-kauw. Karena itu, katakan saja siapa yang telah menculik Sribaginda Kaisar!”

“Ha-ha-ha, orang macam engkau dapat memaksa aku mengaku?” Tiba-tiba tokoh Pek-lian-kauw itu menyerang dengan dorongan kedua telapak tangannya.

Sejak tadi dia memang diam-diam sudah mengumpulkan sin-kang (tenaga sakti) dan kini dia bermaksud sekali serang membuat orang di depannya itu tewas agar dia dapat melarikan diri keluar dari tempat tahanan. Angin bagaikan badai menyambar ketika dia menyerang Bu-beng-cu dengan pukulan jarak jauh yang dahsyat itu.

Akan tetapi tentu saja Bu-beng-cu bukan seorang yang bodoh dan lengah. Sejak semula dia sudah tahu bahwa dia berhadapan dengan seorang yang selain lihai, juga terkenal licik. Maka sejak masuk kamar tahanan itu, dia sudah membekali dirinya dengan pengerahan sin-kang. Maka begitu lawan menyerang, dia sudah siap dan dia pun mendorongkan kedua telapak tangannya menyambut serangan dahsyat itu.

“Syuuuuttt...... blaarrrr......!” Tubuh Hwa Hwa Hoat-su terlempar ke belakang dan membentur dinding lalu terjatuh. Dia terbelalak dan cepat bangkit berdiri, heran dan terkejut bukan main. Dipandangnya lawannya. Hanya seorang laki-laki yang belum tua benar, baru sekitar empatpuluh dua tahun usianya, akan tetapi bagaimana mungkin dia bukan hanya mampu menandingi tenaga saktinya, bahkan membuat dia terlempar? Kemudian teringatlah Hwa Hwa Hoat-su.

“Keparat! Kiranya engkau yang dulu membantu dan melindungi Hwe-thian Mo-li!” Dia merasa penasaran sekali dan menyesal bahwa kedua senjatanya, yaitu pedang dan kebutan putih, telah dirampas sehingga dia tidak dapat menggunakan senjata untuk melawan orang yang dia tahu amat tangguh ini. “Siapakah engkau?”

Bu-beng-cu tersenyum. “Hwa Hwa Hoat-su, bukan baru sekali itu saja kita bertemu. Lupakah engkau ketika sekitar enam-tujuh tahun yang lalu kita saling bertemu di See-ouw dan ketika itu engkau tidak kubunuh dan kubebaskan setelah engkau bersumpah untuk tidak melakukan kejahatan lagi?”

Tiba-tiba wajah Hwa Hwa Hoat-su yang biasanya pucat itu menjadi semakin pucat sehingga kehijauan dan sinar matanya menjadi redup kehilangan semangat.

Posting Komentar