"Giok Cu! Selama lima tahun lebih aku mendidikmu, merawatmu seperti anak sendiri, dan inikah balasanmu kepadaku? Apakah engkau sudah bosan hidup? Kau ingin melihat aku membunuhmu?" "Wah, jangan dibunuh, Mo-li. Sayang kalau dibunuh. Serahkan saja padaku dan aku dapat menjinakkan anak manis inil" kata Hok-houw Toa-to Lui Seng Cu sambil menyeringai dan memandang Giok Cu dengan sinar mata yang amat dibenci gadis itu. Sinar mata penuh kecabulan dan teringat akan keadaan dua orang muda tadi di dalam kamar subonya, ia bergidik.
"Subo, aku lebih suka seratus kali kaubunuh daripada menyerah kepada iblis busuk itu!" bentak Giok Cu sambil memandang kepada Lui Seng Cu dengan mata penuh kebencian. Ia amat membenci orang itu karena orang itulah yang telah merusak gurunya, membuat gurunya menjadi seorang yang amat kejam. Memang tadinya ia pun tidak dapat mengatakan bahwa gurunya seorang baik baik, akan tetapi setelah subonya menjadi pengikut Lui Seng Cu, menjadi penyembah Thian-te Kwi-ong, gurunya menjadi semakin kejam luar biasa!
"Keparat!" Ban-tok Mo-li memaksa muridnya. "Seekor anjing pun akan memiliki kesetiaan kalau diberi makan setiap hari, akan tetapi engkau, yang kuperlakukan sebagai anak sendiri dan murid, kini malah hendak menentang aku. Engkau lebih rendah daripada seekor anjing! Lui Seng Cu, kuserahkan ia padamu!"
Mendengar ucapan gurunya itu, Giok Cu menjadi marah bukan main. Bukan marah oleh makian itu, melainkan marah karena ia diserahkan kepada pria yang amat dibencinya itu. "Orang she Lui keparat jahanam!" teriaknya. "Engkau hanya akan dapat menjamahku setelah aku menjadi mayat!" Dan ia pun memasang kuda-kuda, siap untuk melawan mati-matian.
Lui Seng Cu tersenyum gembira. Hatinya girang bukan main. Sudah lama dia tergila-gila kepada gadis remaja yang bagaikan setangkai bunga sedang mulai mekar ini. Akan tetapi, dia tidak berani karena gadis itu murid Ban-tok Mo-li. sekarang, dalam kemarahannya, Ban-tok Mo-li menyerahkan gadis itu kepadanya!
"Bu Giok Cu, engkau cantik dan segar bagaikan seekor kuda betina liar yang amat berharga untuk ditundukkan! Engkau akan menjadi kudaku yang cantik yang jinak, yang penurut akan tetapi juga kudaku yang kuat dan liar! Ha-ha-ha, manis lihatlah, pandanglah aku. Aku bukan musuhmu, aku sahabat baikmu dengan niat hati yang baik. Senyumlah padaku dan jangan memusuhi aku, sayang " Suaranya
mengandung getaran aneh dan sungguh luar biasa sekali. Tarikan wajah yang penuh kebencian itu perlahan-lahan lenyap dari muka Giok Cu. Pandang matanya berubah sedikit demi sedikit, menjadi redup seperti api mulai kehabisan minyak, dan mulutnya mulai tersenyum!
Pada saat itu terdengar seruan lembut, "Omitohud ,
kekuasaan iblis selalu ada saja di mana-mana mengganggu kehidupan manusia. Nona Kecil, mundur lah!"
Tiba-tiba saja, seolah-olah kepalanya disiram air dingin, Giok Cu sadar akan keadaannya dan ia terkejut sekali. Pada saat itu, tangan Lui Seng Cu sudah dijulurkan untuk menangkapnya akan tetapi mendadak tubuh Giok Cu tertarik kebelakang. Kiranya tangan hwesio bermuka hitam telah mencengkeram leher bajunya dan menarik tubuh Giok Cu kebelakang.
"Nona, engkau jagalah baik-baik ke dua orang muda itu, dan biarkan pinceng menghadapi mereka yang sesat ini!”
Giok Cu bukan seorang gadis remaja yang bodoh. Ia tahu bahwa hwesio muka itam itu tentu seorang yang sakti, dan Ia sadar pula bahwa kalau ia maju serang diri, ia tidak akan mampu menandingi gurunya sendiri dan Lui Seng Cu. Tentu saja, secara aneh ia sudah hampir tertawan! Maka, ia pun cepat menghampiri dua orang muda yang masih berlutut, dan ia pun berdiri di bela¬kang mereka, siap melindungi mereka! Matanya memandang ke arah hwesio muka hitam dan dua orang calon lawannya dengan hati berdebar tegang. Ia maklum benar betapa lihainya gurunya, juga betapa lihainya Lui Seng Cu. Akan mampukah hwesio tua renta muka hitam
.itu menandingi mereka?
Melihat betapa hwesio tua renta bermuka hitam itu berani melindungi Giok Cu dan menentang mereka, Lui Seng Cu mengerutkan alisnya. Dia lalu melangkah maju menghadapi hwesio itu, dan Ban-tok Mo-li mendiamkannya saja, he¬dak melihat dulu sampai di mana kekuatan hwesio tua renta itu. Hok-houw Toa-to Lui SengCu juga ingin menghadapi hwesio itu dengan perbantahan dan ilmu sihir, maka begitu berhadapan dekat dengan hwesio itu dia lalu menegur dengan suara lantang.
"Dengan pendeta dari kuil manakah, dan dengan siapakah kami berdua, Lui Seng Cu dan Phang Bi Cu, berhadapan? Harap Lo-suhu suka memperkenalkan diri kepada kami."
Hwesio berperut gendut itu terkekeh, matanya berseri. "Omitohud……, kiranya engkau pun dapat bersikap lembut, walau sikapmu itu meliputi lahir batin. Alangkah baiknya dan tentu tidak aka mudah menyeleweng, ha-ha-ha! Nama pinceng? Lihat muka pinceng yang, buruk dan hitam dan engkau akan mengenal nama pin-ceng. Orang menyebut Pin- ceng Hek-bin Hwesio (Pendeta Muka litam)."
Hwesio ini adalah seorang yang sakti, akan tetapi dia tidak pernah mencampuri urusan duniawi, maka namanya tidak dikenal di dunia persilatan Seperti telah kita ketahui, Hek-bin Hwe sio ini adalah suheng dari mendiang Thian Cu Hwesio, ketua Siauw-lim-si yang membakar diri ketika kuil itu di¬serbu pasukan pemerintah. Karena tidak mengenal nama ini, Lui Seng Cu tentu saja memandang rendah. Dia adalah seorang datuk sesat yang terkenal dan juga mengenal nama-nama orang sakti di dunia persilatan. Akan tetapi tentu saja dia tidak mengenal Hek-bin Hwesio yang merupakan seorang pertapa yang suka merantau di Pegunungan Himalaya dan negara- negara bagian barat.
oooOOooo
"Hek-bin Hwesio? Hem, biarpun mukamu hitam dan mungkin hatimu juga hitam, akan tetapi engkau mencukur
rambut dan menge nakan jubah pendet a. Setidak nya engkau tentu tahu akan peratur an, tahu pula bahwa menca mpuri urusan orang lain merupa
kan hal yang amat tercela dan tentu tidak akan dilakukan oleh seorang yang sudah berani menjadi pendeta! Akan tetapi mengapa engkau, yang sudah tua dan tentu berpengalaman ini, sekarang lancang mencampuri urusan kami? Kami berurusan dengan seorang murid kami, dan dua orang anggauta perkumpulan kami sendiri, harap engkau orang tua tidak mencampurinya!"
Sepasang mata itu terbelalak dari mulutnya tertawa lebar. "Ha-ha-ha-ha ha! Sungguh lucu sekali, lucu bukan main! Bagaimana mungkin seorang murid berani menentang gurunya? Hal ini hanya ada dua kemungkinan! Si murid itu meinjadi jahat dan tidak mentaati perintah gurunya yang baik! Atau, si guru itu jahat akan tetapi muridnya tetap menjaga diri dan berpihak kepada yang benar, sehingga terpaksa ia menentang gurunya yang jahat. Nah, di antara dua kemungkinan ini, mana yang benar? Pin-ceng tadi mendengar bahwa Nona Cilik itu menentang gurunya yang hendak membunuh dua orang yang tidak berdosa! Berarti bahwa Nona itu, biarpun bergaul dengan para tokoh sesat, tetap ia bersih dan murni seperti setangkai bunga teratai di antara pecomberan, tetap bersih! Karena itu, apa anehnya kalau pin- ceng membelanya?"