Kisah Sepasang Rajawali Chapter 80

NIC

"Hemm, daratan begini luas akan tetapi seperti penjara saja!"

"Memang, kita manusia hidup seperti dalam penjara, dikurung dan dibelenggu oleh segala macam peraturan dan hukum. Akan tetapi, semua itu sudah menjadi kebiasaan umum, kalau dilanggarnya, kau akan dianggap liar dan kurang ajar, tidak tahu kesopanan dan lain sebagainya sehingga engkau akan dianggap jahat dan dimusuhi."

"Konyol!"

Kian Bu makin tidak puas dan makin penasaran. Memang pemuda itu belum mau mengerti akan semua kebiasaan di dunia "sopan"

Ini. Hidup di Pulau Es tentu saja merasa bebas, tidak terikat oleh peraturan apa pun karena mereka hanya hidup bersama ayah dan ibunya, sedangkan pertemuan yang kadang-kala dengan para nelayan yang menjelajah di pulau-pulau agak jauh dari Pulau Es, juga merupakan pertemuan dengan orang-orang sederhana yang hidup wajar dan polos, tidak banyak terikat oleh segala macam peraturan. Kini, darah mudanya yang menuntut sehingga timbul daya tarik terhadap kaum wanita, menghadapi penghalang yang sangat besar dan dirasakan amat mengganggu kebebasannya.

Berbeda dengan Kian Lee yang sungguhpun keadaan hidupnya di Pulas Es tiada bedanya dengan Kian Bu, namun pemuda ini memperhatikan semua yang diceritakan tentang dunia ramai oleh ibunya, bahkan suka membaca-baca kitab tentang sejarah dan kehidupan di dunia ramai. Oleh karena itu biarpun dia baru sekali ini turun ke daratan besar, namun segala peraturan tidaklah terlalu mengejutkan hatinya dan dapat dihadapinya dengan tenang dan sabar. Demikianlah, Kian Bu hanya dapat memandang saja ketika melihat gadis yang mengagumkan hatinya itu meloncat ke atas kuda bersama kakek itu, lalu keduanya membalapkan kuda keluar dari dusun itu. Hatinya ingin sekali menegur, bertanya dan berkenalan, namun dia memaksa diri diam saja, hanya memandang dan makin tertarik hatinya ketika melihat betapa dara itu mengerling ke arah mereka sambil tersenyum manis!

"Siapakah mereka....?"

Souw Kee It bertanya setelah mereka keluar dari dusun.

"Hi-hik, pemuda-pemuda yang lucu."

Ceng Ceng lalu menceritakan pertemuannya dengan dua orang muda itu ketika dia menjual kuda.

"Hemm, mereka mencurigakan. Nona, kita harus berhati-hati."

"Kau sendiri mengatakan bahwa ini daerah aman, Lopek."

"Benar, memang tadinya kuanggap demikian. Akan tetapi di dalam pasar kuda tadi, aku melihat banyak mata yang memandang kepadaku secara sembunyi. Hal seperti itu sudah terlalu sering kualami sehingga aku dapat merasakannya. Juga, kalau aku tidak salah, aku melihat wajah seorang kakek yang menyelinap di antara banyak orang, padahal kalau aku tidak salah ingat, itu adalah wajah seorang tosu Pek-lian-kauw. Dan kabarnya Pek-lian-kauw juga sudah memasukkan tangan-tangan kotor ke dalam usaha pemberontakan ini."

"Ihhh....!"

Ceng Ceng menjadi kaget mendengar ini.

"Keadaan menjadi berbahaya kalau begini, Nona."

Souw Kee It mengerutkan alisnya dan menahan kudanya agar dia dapat menerangkan lebih jelas lagi.

"Kalau sampai di dusun itu terdapat orang-orangnya pemberontak tanpa diketahui oleh Jenderal Kao, maka hal itu hanya berarti bahwa kaki tangan pemberontak sudah menyelundup ke utara. Mungkin saja di antara para pembantu Kao-goanswe sendiri ada yang sudah terpengaruh. Dan ini berbahaya bagi pertahanan di utara."

"Habis, apa yang hendak kau lakukan, Lopek?"

Ceng Ceng bertanya, khawatir juga mendengar suara orang tua itu yang amat serius. Tiba-tiba kakek itu memandang ke depan dan matanya terbelalak, lalu berkata,

"Tenang, tak usah khawatir, akan tetapi siap menghadapi mereka itu. Kurasa mereka bukan orang-orang yang mengandung niat baik...."

Ceng Ceng juga memandang ke depan dan tampaklah olehnya dua orang tosu dan dua orang laki-laki yang dikenalnya sebagai dua di antara para pembeli kuda tadi telah menghadang di depan. Kuda tunggangan empat orang itu ditambatkan pada pohon tak jauh dari situ dan jelaslah bahwa empat orang ini memang sengaja menanti dan menghadang mereka di tempat ini!

"Lopek, hajar saja mereka!"

Ceng Ceng berteriak dengan gemas dan kedua tangannya sudah meraba sepasang pisau belati yang diselipkan di pinggangnya. Memang mereka sudah bersiap sedia dan Souw Kee It telah memberikan dua batang pisau itu sebagaimana yang dipilihnya sendiri ketika pengawal itu menawarkan senjata apa yang paling digemarinya.

"Kau hadapi dua orang mata-mata yang menyamar sebagai pedagang kuda itu, dan biarlah aku yang menghadapi dua orang tosu Pek-lian-kauw itu,"

Bisik Souw Kee It. Ceng Ceng mengangguk dan dengan tenang keduanya turun dari atas kuda, menambatkan kuda mereka di pohon lalu menghampiri empat orang yang mengawasi gerak-gerik mereka tanpa berkata-kata itu. Biarpun dia merasa amat gemas dan marah, namun Ceng Ceng tidak berani sembrono turun tangan, melainkan membiarkan pengawal itu yang bicara.

Posting Komentar