"Suhu adalah guru silat yang mendirikan Silat Monyet Sakti, namanya terkenal sebagai seorang yang menghargai persahabatan dan tidak pernah mengganggu golongan lain."
"Aha! Kiranya Sin-kauw-jiu (Kepalan Monyet Sakti) Liong Keng Lo-enghiong di kota Sin-yang."
Lima orang itu cepat saling pandang dan wajah mereka berubah girang.
"Hemm, kau sudah mengenal Suhu, sudah mengacau rumahnya tiga hari yang lalu, masih berpura-pura lagi!"
Tegur Si Muka Hitam.
"Ha-ha-ha! Liong-lo-enghiong memang patut menjadi monyet tua sakti, akan tetapi kalian ini benar-benar monyet buntung yang lancang sekali. Sudah kukatakan tadi, kalian hendak menangkap anjing, akan tetapi keliru menangkap hariamau, bukankah itu amat lucu? Sudahlah, aku hendak pergi!"
Setelah berkata demikian, Kwee Seng melempar guci arak yang sudah kosong ke atas tanah, kemudian tanpa menoleh lagi ia berjalan melewati mereka dengan lenggang seenaknya dan bernyanyi-nyanyi!
Kalau To menyuram, dianjurkan prikebajikan!
Prikebajikan muncul tampak pula kemunafikan!
Kalau rumah tangga hancur berantakan dianjurkan kerukunan!
Setelah negara kacau, baru timbul pahlawan!
Hayaaaaa......!
Hayaaaa...!
Hayaaaaa......!!!"
Nyanyian itu adalah ayat-ayat dalam kitab To-tek-khing pelajaran Nabi Lo Cu. Kwee Seng amat tertarik oleh pelajaran Agama To-kauw ini setelah selama tiga tahun ia berada di Neraka Bumi, dimana terkumpul banyak kitab-kitab kuno tentang To-kauw milik nenek penghuni Neraka Bumi, dan banyak pula kitab-kitab ini dibacanya. Agaknya pengaruh pelajaran To ini pulalah yang membuat Kwee Seng kini menjadi tak acuh akan keduniawian, bersikap bebas lepas seperti orang tidak normal! Adapun lima orang itu ketika melihat Si Gila seperti hendak melarikan diri, cepat lari mengejar dan mengurungnya dengan senjata ditangan, sikap mengancam dan siap menerjang. Si Muka Hitam yang tinggi besar berdiri menghadapi Kwee Seng sambil membentak.
"Kau tidak boleh pergi sebelum ikut kami menghadap Suhu!"
"Ha-Ha-Ha, aku akan menghadap Suhumu sekarang juga!"
Kwee Seng berkata sambil berjalan terus tanpa mempedulikan mereka. Tentu saja lima orang itu tidak sudi percaya dan menyangka Kwee Seng mempergunakan siasat untuk dapat melarikan diri. Si Muka Hitam memberi tanda dan menyerbulah mereka semua dengan golok dan pedang mereka. Senjata-senjata itu mereka tujukan pada tempat-tempat yang tidak berbahaya, bahkan ada yang hanya dipakai mengancam karena mereka tidak berniat membunuh Si Gila ini yang perlu dihadapkan kepada guru mereka untuk diperiksa.
"Siuuuttt... wrr-wrr-wrrr!"
Lima orang itu menjadi silau matanya melihat sinar menyilaukan mata disambung tubuh mereka terpental kebelakang. Entah apa yang terjadi, mereka tahu-tahu sudah terlempar dan jatuh duduk terjengkang sedangkan senjata mereka lenyap entah kemana bersamaan pula dengan lenyapnya orang gila yang mereka serang tadi! Mereka saling pandang dengan penuh keheranan. Mereka adalah murid-murid pilihan dari Sin-kauw-jiu Liong Keng, jagoan Sin-yang! Bagaimana mereka dapat dengan mudah saja, dalam segebrakan dirobohkan seorang lawan tanpa mereka ketahui bagaimana caranya?
"Eh, Twa-suheng (Kakak Seperguruan Tertua)... lihat...!"
Seorang diantara mereka berkata sambil menudingkan telunjuknya kebelakang. Si Muka Hitam dan adik-adik seperguruannya menoleh dan ternyata golok dan pedang mereka yang lenyap tadi telah menancap diatas tanah, disekeliling guci arak yang kosong! Entah bagaimana bisa menancap disitu, dan kapan terjadinya, mereka sama sekali tidak dapat menerka.
Dengan penuh keheranan, kekaguman, juga kekhawatiran karena perguruan mereka menghadapi seorang musuh yang sedemikian saktinya, mereka bangkit, membersihkan pakaian lalu mengambi senjata dan meloncat keatas kuda yang mereka kaburkan cepat-cepat ke Sin-yang untuk memberi laporan kepada guru mereka. Dengan cepat lima orang itu membalapkan kuda karena mereka amat khawatir akan keselamatan perguruan mereka. Guru mereka harus diberi peringatan akan datangnya malapetaka dari tangan Si Jembel yang sakti itu. Lima ekor kuda mereka sampai mandi peluh ketika akhirnya mereka memasuki Sin-yang dan cepat-cepat mereka melompat turun didepan rumah besar yang pintu depannya terdapat tulisan Sin-kauw-bu-koan. Mereka berlima lalu lari masuk tanpa mempedulikan pertanyaan para murid lain yang berada didepan gedung.
"Mana Suhu? Kami harus cepat-cepat menghadap Suhu!"
Demikianlah ucapan mereka sambil berlari terus menuju keruangan dalam. Akan tetapi begitu mereka membuka pintu ruangan tamu, lima orang murid ini berdiri seperti patung, membelalakkan mata karena hampir tidak percaya kepada pandang mata dan pendengaran telinga sendiri. Suhu mereka, seorang tua berusia enam puluh tahun yang jenggotnya sudah putih semua, duduk diruangan tamu, menjamu seorang tamu yang tertawa-tawa bergelak sambil minum arak, menimbulkan suasana gembira sedangkan suhu mereka juga tertawa-tawa, seorang tamu berpakaian compang-camping yang bukan lain adalah.... Jembel gila yang mereka keroyok tadi! Orang gila itu kini menoleh kearah mereka sambil mengangkat cawan arak dan berkata sambil tertawa.
"Ha-ha, percayakah kalian sekarang bahwa aku akan menghadap Liong-lo-enghing (Orang Tua Gagah she Liong)?"
Lima orang murid itu masih bingung dan khawatir. Orang gila itu memang sikapnya edan-edanan, jangan-jangan suhu mereka kena ditipu pula. Suhu mereka memang selalu ramah kepada siapapun juga, siapa tahu bahwa Si Gila inilah mungkin orang jahat yang mengacau tiga hari yang lalu.
"Suhu... eh, dia ini..."
Si Muka Hitam berkata akan tetapi segera menghentikan kata-katanya ketika melihat sepasang mata suhunya memandang marah kepadanya.
"Hemm, apa-apaan kalian ini? Bersikap tolol terhadap tamu agung? Hayo lekas memberi hormat kepada yang terhormat Kim-mo Taisu!"
Lima orang itu merasa seakan-akan kepala mereka disiram air es! Tentu saja mereka sudah mendengar suhu mereka bicara dengan kagum akan seorang pendekar aneh yang menggemparkan dunia persilatan, yaitu seorang pendekar muda yang amat sakti dan jarang dapat ditemui orang namun yang perbuatan-perbuatannya membuat namanya menjulang tinggi diantara para pendekar lainnya, yaitu Kim-mo Taisu. Siapa kira nama besar ini dimiliki oleh seorang jembel muda! Patutnya nama julukan Kim-mo Taisu dipakai oleh seoarang tua yang berwibawa. Kalau saja bukan suhu mereka yang memperkenalkan, sampai mati pun mereka takkan dapat percaya. Meremang bulu tengkuk mereka menawan dan menyeret-nyeret Kim-mo Taisu. Serempak lima orang itu lalu menjatuhkan diri berlutut di depan Kwee Seng sambil berkata,
"Mohon Taisu sudi mengampuni kekurangajaran kami berlima!"
Sin-kauw Liong Keng yang sudah tua itu tercengang dan bercuriga ketika melihat murid-murid kepala ini memberi penghormatan seperti itu kepada tamu-tamunya, maka cepat ia bertanya dengan suara keren.
"Hemm, apakah yang telah kalian perbuat terhadap dia?"
Si Muka Hitam segera menjawab, suaranya penuh penyesalan,
"Suhu, teecu berlima dalam menyelidiki penjahat, telah salah duga dan kesalahan tangan menangkap Taisu, mohon Suhu dapat mengampunkan teecu."
"Hah...?? Kalian menangkap Kim-mo Taisu? Wah celaka! Gila betul murid-muridku. Harap Taisu suka memaafkan aku orang tua yang mempunyai murid-murid tolol."
Liong Keng cepat-cepat menjura kepada Kwee Seng. Kwee Seng tertawa dan balas menjura.
"Wah, mengapa begini sungkan? Tidak aneh bila terjadi kesalahpahaman, kalau tidak ada kejadian itu, mana aku dapat mengetahui bahwa Lo-enghiong diganggu orang?"
Liong Keng duduk kembali, mengelus jenggotnya dan wajahnya kelihatan murung. Ia menarik napas panjang lalu memberi perintah kepada lima orang muridnya untuk bangun. Dengan taat mereka bangkit dan mengambil tempat duduk dibelakang suhu mereka. Kini pandang mata mereka terhadap Kim-mo Taisu berobah sama sekali, penuh keseganan dan kekaguman.
"Memang murid-muridku goblok, akan tetapi dapat dimengerti juga kesalahdugaan mereka karena dia pun seorang muda yang suka memakai pakaian jembel seperti Taisu. Dan dia lihai bukan main... hemm, ataukah agaknya aku yang sudah terlalu tua dan tiada guna...."
Kembali guru silat tua itu menarik napas panjang dan menggeleng-gelengkan kepalanya. Tiba-tiba ia bangkit berdiri, gerakannya cepat sekali, lalu ia menghadapi Kwee Seng sambil berkata.
"Kim-mo Taisu, aku sudah tahu sampai dimana hebatnya kepandaianmu ketika kau membantuku setahun yang lalu di Hutan Ayam Putih membasmi perampok, coba sekarang kau uji, apakah kepandaianku sudah amat merosot?"
Setelah berkata demikian, guru silat tua itu tiba-tiba menerjang Kim-mo Taisu yang masih duduk diatas bangkunya.
Guru silat tua itu memukul dengan tangan kanannya, pukulan yang antep dan ampuh, namun Kwee Seng hanya duduk tersenyum. Ketika pukulan sudah tiba pada sasarannya, terdengar suara keras dan bangku yang diduduki Kwee Seng tadi hancur berkeping-keping, akan tetapi pendekar sakti itu sendiri sudah tidak berada disitu! Kejadian ini berlangsung cepat sekali, menghilangnya Kwee Seng juga amat luar biasa sehingga guru silat dan lima orang muridnya melongo, lalu celingukan mencari-cari dengan mata mereka.
"Ha-ha, pukulan tanganmu masih ampuh sekali, Lo-enghiong!"
Tiba-tiba terdengar suaranya dan ketika semua orang memandang, ternyata Kim-mo Taisu atau Kwee Seng itu telah berada disudut ruangan, punggungnya menempel pada sudut dinding bagian atas, seperti orang enak-enak duduk saja! Ternyata pendekar sakti itu sekaligus telah membuktikan kehebatan gin-kangnya ketika ia "menghilang"
Dan juga kekuatan lwe-kangnya dengan cara menempelkan punggung pada dinding!
"Hemm, kau anggap pukulan tanganku masih cukup ampuh? Sekarang harap kau suka melihat ilmu toyaku, bagaimana?"
Cepat sekali guru silat itu tahu-tahu sudah menyambar sebatang toya, yaitu senjata tongkat atau pentung terbuat daripada sebuah kuningan dengan ujungnya baja, sebuah senjata yang berat dan keras bukan main. Kemudian toya itu diputar-putarnya sampai mengeluarkan angin berciutan, toyanya sendiri hilang bentuknya karena yang tampak hanya gulungan sinar kuning yang makin lama makin berkembang lebar. Terdengar suara keras berkali-kali dan dilain saat Si Guru Silat sudah meloncat turun, toyanya melintang didepan dada, dan ia bengong memandang keatas dimana tadi Kim-mo Taisu berada. Pendekar sakti itu sudah tidak berada diatas dinding itu memperlihatkan akibat serangan yang hebat tadi, yaitu berlubang-lubang pada tujuh tempat, tepat dibagian tubuh yang berbahaya.