Sikakek tua ini adalah seorang ahli silat yang cukup berpengalaman, dari gaya lemparannya membanting orang, dapatlah ia mengetahui asal usul pihak lawan. Mau tak mau ia berpikir: "Keempat orang ini pasti adalah Su-tay kim-kong dari Ceng-liong-pang yang kenamaan itu. Takut sih, tidak, soalnya entah mereka masih punya bantuan yang lebih kuat tidak, entahlah apakah perempuan ini merupakan komplotannya bukan?!"
Begitu segenggam pasir Ciok Goan ditaburkan, segera in tiong yan mengebutkan lengan bajunya seraya membentak; "Nih, kukembalikan !''
Waktu pertempuran dikarang kepala harimau Hwek-swan-hong menggunakan Bik khong-ciang memukul baik pasir pasir beracunnya itu sehingga melukai tuannya sendiri, meski kebutan lengan baju In tiong-yan ini tidak sekuat pukulan Bik-khong-ciang Hek swan hong tapi jarak mereka rada dekat, sekali kebut saja taburan pasir beracun itu kontan beterbangan balik laksana setabir kabut putih semua menungkrup kepala Ciok-Goan.
Saking kaget dan ketakutan serasa arwah Ciok Goan sudah copot dari badan kasarnya lekas-lekas ia berteriak minta tolong ; "Lian-lo cianpwee!"
Sikakek tua itu segera melompat maju berbareng lengan bajunya menggulung ke depan meraup taburan pasir itu, akan tetapi karena terhalang oleh kedua opas yang terlempar keluar itu, sehingga perhatiannya sedikit pecah sedikit terlambat saja meski ia berhasil menggulung banyak pasir-pasir itu, tak urung ada sebagian yang lolos belum lagi teriakan minta tolong Ciok Goan sempat diucapkan tahu-tahu beberapa butir pasir beracun itu sudah nyelonong masuk kemulut-nya, yang lebih celaka lagi ialah pasir itu langsung tertelan masuk kedalam perutnya.
Sementara itu pemuda bermuka kuning seperti berpenyakitan itu, masih menempur In-tiong yan dengan sengitnya. Waktu In-tiong yan mengebutkan lengan bajunya menghalau balik pasir beracun, tapi, gerak serangan balasan terhadap musuh pemuda ini sedikitpun tidak berkurang kecepatannya.
Tatkala itu kebetulan ia sedang melancarkan jurus Jiu Theingo sian atau (jari lima memetik senar) berbareng kelima jarinya terpentang kedepan tiga jalan darah penting didepan dada sipemuda sudah berada dicengkeraman jari tangannya paling tidak satu di-antaranya pasti bakal kena tertutuk dengan telak.
Tepat benar kedatangan sikakek itu melihat muridnya terancam bahaya tanpa ayal ia dorong sebuah hantaman telapak tangannya, kontan sipemuda tersurung sempoyongan kesamping beberapa langkah, secara kebetulan terhindar dari tutukan jari In-tiong-yan yang telak tadi.
Kiranya dorongan tangan kakek tua ini, yang digunakan adalah tenaga lunak yang diperhitungkan lebih dulu. Soalnya serangan In-tiong-yan terlalu cepat, bila ia gunakan cara kekerasan umumnya untuk menolong muridnya, seumpama ia berhasil melukai In-tiong-yan paling tidak muridnya akan terima akibatnya paling ringan tubuhnya bakal cacat seumur hidup. Justru tenaga dorongan yang dia gunakan kali ini sungguh sangat kebetulan dapat menolong jiwa muridnya. Pemuda itu laksana dijinjing kebelakang dan diletakkan lagi dengan entengnya.
Bercekat hati In tiong-yan, tahu dia lawannya ini merupakan musuh tangguh, sebat sekali ia susuli dengan gerakan mengitari pohon menerobos rumpun kembang, gerak kakinya begitu ringan dan lincah, tahu-tahu tubuhnya sudah mengitar kesamping lawan berbareng ia susuli dengan serangan Hong-biau loh-hoa (angin menghembus menjatuhkan kembang), dengan menyerang tapi penjagaannyapun merapat, beruntun ia lancarkan tiga serangan yang berantai.
Si kakek tua cukup menarik lengan baju telapak tangan nyelonong kedepan nyerempet lewat kesamping cukup sejurus saja ia berhasil memunahkan seluruh rangsekan In-tiong-yan yang bergelombang tiga ini malah tenaga dalamnya yang kuat dari samberan tangannya mendesak In tiong yan mundur, ia terpaksa melejit mundur.
Biasanya orang berkata : Seorang ahli sekali turun tangan lantas dapat mengukur betapa tinggi kepandaian lawannya. Demikianlah sekali kakek turun tangan, meski hanya satu jurus saja, In-tiong-yan sudah maklum bahwa kepandaian orang jauh berada diatas kemampuannya. Baru ia menanti rangsekan pihak lawan, tak duga kakek tua itu malah berdiri tegak dan menghentikan gerakannya, terus mengangkat tangannya serta menjura, ujarnya : "Kita datang menemui para kawan dari Ceng-liong-pang itu untuk menyelesaikan urusan umum, tidak bisa kita harus menggeledah seluruh hotel ini, karena kegegabahan mereka sampai mengganggu nona, kelakuan yang kurang hormat ini harap suka diberi maafkan."
Setelah menelan pasir beracunnya sendiri lidah Ciok Goan sudah merah melepuh dan tidak kuasa bicara lagi, melihat sikakek tua yang diandalkan ternyata mencari jalan damai terhadap In-tiong-yan, hatinya terasa menjadi dongkol dan gemas, batinnya, "Mereka hanya memikirkan mendapatkan pahala tanpa hiraukan mati hidupku pula, buat apa aku harus menjual jiwa bagi kepentingan mereka ?" Maka tanpa bicara lagi segera ia ngeloyor keluar dan melarikan diri. Maklum pasir beracunnya itu sangat lihay dan jahat sekali, meski ia sendiri punya obat pemunahnya, juga perlu mencari tempat untuk berobat diri. Untung luka-lukanya ini jauh lebih ringan dibandingkan luka-luka yang ditimbulkan oleh Hek swan-hong tempo hari. Untuk bergebrak lagi dengan musuh terang ia tidak mampu, tapi mengembangkan gin-kang untuk lari dia masih mampu melakukan.
Si kakek tua ini dapat berpikir demi kepentingan pihaknya, dan tak ingin ia membuat permusuhan lebih banyak. Maka In-tiong-yan pun berpikir : "Sepak terjang ke empat orang ini belum dapat kusegani seluruhnya, aku sudah menghukum kepada opas itu serta melukai Ciok Goan, selanjutnya aku tidak perlu turut campur urusan mereka lagi," karena pikirannya ini segera ia membuka suara : "Cerg-liong-pang tiada sangkut paut denganku, jalankan menurut tugas yang harus kalian lakukan, jangan mengusik diriku lagi." secara tidak langsung ia menyatakan bahwa untuk selanjutnya ia hanya berpeluk tangan dan menonton saja.
Melihat maksud hatinya tercapai si kakek tua menjadi girang, serunya : "Kami tidak akan berani ganggu nona lagi. Harap nona suka bermurah hati membebaskan opas itu." In-tiong-yan malah mendengus Ialu kembali kekamarnya, sekali tendang ia lempar opas itu mencelat keluar pekarangan, tendangannya ini sekaligus membebaskan jalan darahnya yang tertotok. Keruan saja kepala Opas dan kedua temannya yang terluka itu malu dan marah sekali; namun mereka hanya berani mendelik belaka tanpa berani sembarangan bergerak lagi, hanya mulutnya saja yang komat-kamit. Dasar kepandaian mereka memang tidak becus, akhirnya mereka saling pandang dan mengundurkan diri kesebelah samping.
Terdengar sikakek berseru lantang: "Para kawan dari Ceng-liong-pang silahkan keluar semua!"
Pintu kamar terbuka, beruntun empat orang keluar semua.
Kakek tua itu berkata lagi, "Kalian berempat kuduga adalah saudara Nyo, Pek, Lo dan Ong empat Kim-kong besar dari Ceng liong pang bukan? Aku pernah jumpa sekali dengan pangcu kalian, demikian juga nama dan ketenaran kalian berempat sudah lama kudengar, hari ini aku beruntung dapat bertemu disini, sungguh betapa bahagia aku orang tua ini.''
Kiranya Lotoa dari keempat orang ini bernama Nyo Su-gi, Loji bernama Pek Kian bu, Losam bernama Lo Hou wi dan Losi bernama Ong Beng-im.
Usia keempat orang ini masing masing terpaut sangat jauh, masuknya mereka menjadi anggota Ceng-liong-pang juga mendahului. Lotoa Nyo Sugi sudah berusia hampir setengah abad, Loji Pek Kianbu sudah lebih empat puluhan, sedang Losam Houwi dan Ong Beng-im masing masing baru berusia dua puluhan. Tapi karena mereka masing-masing punya bekal ilmu silat yang sama lihay-nya, maka setelah bergabung didalam Ceng liong-pang lantas mereka dapat angkat nama bersama dan diberi julukan Su-tay-kim-kong.
Dalam pada itu terdengar Lotoa Nyo Su gi menjengek dingin, katanya: "Siapa kira siapa nyana si Elang hitam Lian Tin san yang kenamaan itu rela merendahkan diri jadi cakar alap musuh."
Dia cuma menggunakan istilah cakar alap-alap bukan mengunakan "anjing alap" ini sudah berlaku cukup sungkan dan menghormat pada Lian Tinsan.
Baru sekarang In-tiong yan dapat mengetahui asal usul si kakek tua ini keruan ia terkejut, batinnya : "Kiranya Elang hitam Lian Tinsan, tak heran memiliki ilmu silat begitu tinggi. Sipenyakitan ini mungkin adalah muridnya yang bersama Ko Tengo itulah. Nama Sutay- kimkong dari Ceng liong pang memang kedengarannya bisa mengejutkan hati orang, tapi belum tentu mereka kuasa melawan guru dan murid ini."
Peristiwa Hong thian lui dihajar babak belur oleh si Elang hitam Lian Tinsan sejak lama sudah diketahui oleh Ing tiong yan. Karena alasan inilah sekarang terpaksa ia harus mengubah haluannya diam diam ia berpikir, "Sutay kimkong dari Ceng-liong pang ini bagaimana asal usul mereka aku tidak tahu, yang terang bahwa Lian Tin san adalah musuh besar Hong thian-lui, pasti dia bukan orang baik baik. Bila Sutay kimkong tidak kuasa melawannya terpaksa aku harus ikut turun tangan."
Maka terdengarlah Ji Pek Kianbu berkata melanjutkan : "Lian locianpwe bernama julukan Heking (elang hitam), baru sekarang aku paham, kiranya dimaksud bukan karena kelihayan ilmu silatnya," sindiran ini mengandung arti maksudnya bahwa Lian Tinsan hakikatnya adalah cakar alap alap yang terima diperbudak dan menjadi antek musuh soalnya mereka tidak tahu akan rahasia ini.
Sebenarnya julukan Elang hitam yang diperoleh Lian Tinsan ini karena berkah ilmu Eng-jiau kim najiu yang lihay itu. Justru Loji Pek Kianbu memang pandai menyindir, karuan Lian Tinsan merah padam saking gusar dan berjingkrak seperti kebakaran jenggot.
Meski gusar namun elang hitam Lian Tin san masih kuat menahan sabar, katanya tawar, "Jangan kalian pandang orang dari sela pintu, menjadikan bentuk orang itu gepeng. Memang kedatangan mereka adalah untuk menjalani tugas keamanan, tapi Lohu justru cuma ingin minta keterangan seseorang kepada kalian, seumpama kalian tak bisa menyerahkan orang ini maka kuharap kalian memberi tahu dimana sekarang dia berada."
"Siapa yang maksudkan ?" tanya Nyo Sugi.
"Sam-tianjiu Geng Tian yang datang dari Kanglam !"
Pek Kianbu bergelak tawa serunya, "Kau minta padaku lalu kepada siapa aku minta dia."
"Lian-locianpwe," imbrung Nyo Sugi, "Biarlah aku bicara terus terang memang kami mendapat perintah untuk menyambut kedatangan Geng-kongcu tapi sampai sekarang masih belum mengetahui dimana jejaknya," Karena Lian Tinsan sudah terang-terangan mengatakan tidak sejalan dengan para opas itu maka bicaranya menjadi rada sungkan.
Tapi Lian Tinsan tertawa dingin, jengeknya, "Apa benar belum mengetahui jejaknya ? Paling tidak pasti mendapat beritanya bukan ?"
Losam Lo Hou wie yang sejak tadi tetap bungkam sekarang mendadak menyela, katanya, "Sepuluh tahun yang lalu orang yang berusaha membegal Geng kongcu bukankah kau adanya ?"
"Kalau benar lantas mau apa ?" Tantang Lian Tinsan dengan congkaknya.