"Bukankah Cian-pwe ..."
"Kalau bertemu dengan gurumu, beritahu kepadanya. Katakan bahwa Koan It-kiat tidak membencinya dan tidak menyalahkan dia. Tapi hatiku juga belum tunduk setulus hati. Kalau ada kesempatan bertemu, seperti cara semula dulu, bagaimana juga haras ditentukan lagi siapa lebih unggul siapa asor."
"Wanpwe paham, pesan Cian-pwe ini tentu kusampaikan !"
"Baik, pergilah !"
"Permisi !"
Laksana terbang lekas-lekas Giok-liong meninggalkan gubuk bambu pengasingan Koan It-kiat itu.
Dari jalan datang semula, ia menyelusuri hutan gelap belantara tadi secepat terbang ia sudah sampai di ambang hutan.
Dan baru saja kakinya menginjak tanah di pinggir hutan, tiba-tiba terdengar kesiur angin lambaian baju dibelakangnya, disusul terdengar bentakan keras.
"Bocah keparat tunggu sebentar !"
Kiranya Siau-pa ong telah mengejar datang, baru lenyap suaranya tahu-tahu ia sudah menghadang didepan Giok-liong.
sepasang matanya mendelik gusar berapi api seperti pancaran bara api dalam tungku.
Sikap garangnya ini sungguh jauh berbeda dibanding waktu ia berlutut didepan kaki suhunya Sip-hiat - ling pian Koan It - kiat tadi.
Tahu Giok-liong bahwa kedatangan orang ini pasti hendak mencari gara-gara, maka dengan senyum dibuat buat ia berkata.
"Apakah maksud kedatangan saudara ?"
"Huh, apa kau hendak tinggal pergi saja."
Semprot Sia paong dengan berang.
"Lantas kau hendak apa lagi ?"
"Berilah keadilan akan kekalahanku sejurus tadi !"
"Keadilan ! Ha ! Ha !"
"Apa yang kau tertawakan ?"
"Bertanding ilmu silat bukan mustahil kelepasan tangan.- Apalagi gurumu Koant-lo cian-pwe sendiri sudah mengijinkan aku pergi. Apakah saudara tidak hiraukan nama baik perguruan kalian ?"
"Tutup mulut!"
Sia -pa ong- membaling-balingkan bandulan baja di tangannya, saking keras berputar sehingga sering kebentur sampai mengeluarkan suara berdenting. Melihat sikap garang orang, Giok liong menjadi geli dalam heran, pikirannya.
"Tadi karena kupandang muta gurumu, kalau tidak apa sih kepandaianmu, tidak lebih kau hanya dapat menahan sepuluh jurus seranganku saja, Kalau aku tidak merasa kasihan dan menyerang dengan telak dalam kesempatan yang ada tadi, mungkin jiwamu sudah melayang."
Karena pikirannya ini air mukanya lantas mengunjuk senyum mengejek dan hina. Sudah tentu Siau-pa- ong maklum akan senyum ejeknya ini. Hati yang sudah berang itu semakin berkobar seperti api di-siram minyak, hardiknya berjingkrak.
"Melulu kau andalkan seruling samber nyawa, Kalau tidak masa kau bisa menangkan tuan mudamu ini !"
Sudah tentu Giok-Liong merasa dongkol dipandang sepele, namun sikapnya tetap tawar, ujarnya .
"Apakah begitu saja penilaian terhadap kepandaianku ?"
"Sudah urusan belakang, yang terang mari kita bertanding dengan kepalan, apa kau berani ?"
Giok-liong menjadi aseran ditantang terang terangan, sebisa mungkin ia menahan gejolak amarahnya, dengusnya dingin.
"Kurasa boleh juga, tapi..."
"Baik, lihat serangan !"
Sering dengan serunya, sikut buntung Siau pa ong tiba tiba bergerak menyodok dengan serangan pancingan sedangkan tangan kanan yang menggenggam bandulan baja tiba tiba menjojoh dengan ganasnya, jarak mereka begitu dekat, serangan ini melancarkan secara tiba tiba lagi dengan sasaran yang telak.
Giok liong belum bersiap sehingga kerepotan menghindar hampir saja ia kena di jotos dengan telak, sedikit pundaknya bergerak ringan sekali ia melompat tujuh kaki jauhnya, disini hampir saja dia menumbuk sebatang pchon, cepat cepat ia miringkan tubuh dan menggeser kaki lagi sampai lima kaki, Keadaan ini benar benar serba runyam sehingga ia mencakmencak kerepotan.
Siauw-pa-ong menggembor keras, mendapat angin ia tidak sia siakan kesempatan baik baik ini, tangan kiri buntungnya menyelonong maju, ditengah jalan dirubah dari tutukan menjadi kemplangan dari atas menyambar kebawah, saking bernafsu ia menyerang tenaganya sangat besar sehingga angin menderu.
Belum lagi Giok liong sempat berdiri tegak, Kesiur angin kencang sudah melandai datang.
"Sombong benar!"
Seiring dengan bentakannya ini, bayangan putih lantas berkelebat, pergelangan tangan dibalikkan terus mencengkeram kearah tangan musuh.
Serentak kedua belah pihak menjerit bersama terus terdorong mundur sungguh di luar perisangkaan Giok-Iiong bahwa samberan tenaga tangan buntung siau pa-ong ini sedemikian besar sebaliknya Sia-pa-ong sendiri juga takjup melihat kegesitan Giok-liong yang melayani serangannya dengan bagus sekali tanpa gugup.
Jurus-jurus kepalan aneh terus ditawarkan serangan menyerang dengan gerak cepat dan sepenuh tenaga, ditambah gerak tubuh mereka yang lincah dan tangkas, terjadilah pertempuran tanpa senjata yang hebat diluar hutan belantara itu.
Meskipun tangan kiri buntung, namun tangan Siau-pa-ong itu tidak kehilangan kemampuannya, Malah dengan tangan buntungnya ia selalu melancarkan serangan mematikan yang sulit diraba sebelumnya.
Agaknya ia sangat tekun dalam pelajaran silat khusus dengan ilmu tunggal yang menguntungkan dengan tangan buntungnya itu.
Kalau mau sejak tadi Giok liong sudah mampu merobohkan lawannya, apa boleh buat, karena tidak tega dan yang terpenting karena memandang muka gurunya sehingga pertempuran ini semakin berlarut.
Sepeminuman teh kemudian mereka sudah bergebrak sebanyak ratusan jurus.
Matahari sudah mulai doyong kebarat sebentar lagi akan kembali ke peraduannya, sinar surya yang mencorong kuning keemasan cemerlang menerangi jagat raya ini.
Adalah di depan hutan belantara itu di-bawah sorotan sinar ini matahari terlihatlah bayangan hitam dan putih tengah berkutet dengan sengitnya.
Pohon-pohon dan rumput sekitar gelanggang menjadi roboh beterbangan tersapu oleh angin pukulan yang menyambar keras.
Tak lama kemudian kabut malam sudah mendatang, cuaca sudah mulai gelap, Giok-liong menjadi gelisah, bentaknya keras .
"Saudara, kalau kita berkutet begini saja, kapan pertandingan ini bakal berakhir?"
Siau-pa-ong menyemprot dengan megap-megap.
"Kecuali kau merasakan dulu tonjokan sikutku atau setengah kepalanku."
"Hihihihi!"
Giok-liong mengejek.
"kurasa tidak begitu gampang !"
"Keparat, inilah buktinya rasakan !"
"Belum tentu!"
"Aduh !"
"Terpaksa kau harus mengalah lagi! wah .., , hari !"
Sedetik itulah secepat kilat terjadi suatu hal yang tak terduga sebelumnya.
setitik sinar perak laksana luncuran anak panah yang terlepas dari busurnya tahu-tahu menerjang kearah Giok-liong.
sebetulnya Giok-liomg sudah melangkah maju hendak memapah bangun Siau pa-ong yang terjungkir ditanah terpaksa ia menghentikan langkahnya terus mencengkeram kearah titik perak itu.
Jeritan Giok liong itu adalah rasa kejut nya karena terasakan olehnya luncuran sinar perak itu adalah sedemikian kuat dan dahsyat nya, sehingga seluruh lengannya menjadi linu kebal, baru saja ia hendak memeriksa .
"Siut"
Setitik sinar tierak lagi lagi meluncur datang pula, kali ini lebih cepat lebih keras. Giok-liong tak keburu berkelit terpaksa titik sinar perak yang tergenggam ditangannya tadi disambitkan memapak kearah titik sinar perak yang meluncur datang.
"Tring!"
"api berpercik ditengah udara, dua titik sinar perak kontan terpental balik kearah datangnya semula. Tahu-tahu Giok-liong rasakan pundaknya kesakitan sekali. Seiring dengan jerit kesakitan ia melayang kesamping setombak lebih. Dalam pada itu Siau pa-ong yang dirobohkan Giok-liong tadi tengah merangkak bangun juga menggembor dengan keras.
"Oh, Tuhan !"
Badan lantas menggelundung jauh, darah segera membasahi rumput disekitarnya "Ma Giok-liong cara turun tanganmu memang harus dipuji sayang kau terlalu ganas."
Lenyap suaranya tanu-tanu Sip-hiat-ling pian Koan It kiat sudah diambang hutan sana dengan muka dingin membeku matanya mengawasi siau pa - ong yang menggeletak ditanah, air mukanya berubah berulang-ulang.
Tersipu-sipu Giok-liong melangkah maju serta menjura, katanya .
"Cian-pwe. , . kau..."
"Jangan banyak omong !"
Bentak Kaoa-it-kiat memutus kata-kata Giok-Iiong, matanya dipicingkan, ujarnya.
"Bocah ini berani meninggalkan gubukku tanpa ijin mengejar kau untuk menuntut balas, jangan kata baru cacat sebuah matanya, andaikata keduanya buta juga cukup setimpal Hukuman ini sesuai dengan perbuatannya, aku tidak salahkah kau !"
Giok-liong menjadi lega, ibanya sambil tertawa getir .
"sebaliknya Wanpwe juga kena dibandul oleh senjata bajanya itu, tak duga tanpa-sengaja . , ."
"Aku tidak peduli kau sengaja atau tidak, siapa suruh dia mengejar kau kemari!"
"Kalau begitu baiklah Wanpwe minta diri saja !"
"Nanti sebentar!"
"Cian-pwe masih ada petunjuk apa lagi?"
"Bagaimana juga diambang pintu gubuk pengasinganku, dalam hutan terlarang daerahku ini, muridku telah dilukai orang luar, kalau berita ini sampai tersiar dikalangan Kangouw, selama hidup ini aku pasti malu bertemu dengan orang, lalu bagaimana baiknya ?"
"Cian-pwe..."
"Apalagi kalau kau tinggal pergi begitu saja, kemana pula tampangku ini harus ku letakkan ?"
"Apa yang Cian-pwe hendak lakukan ?"
"Tinggalkan sesuatu apa milikmu disini, baru mukaku ini dapat menjadi terang, supaya aku orang tua she Koan tidak ditertawakan para sahabat Kangouw sebagai orang tua pikun tak tahu malu, murid sendiri di hajar orang luar didepan pintu sendiri. Begitulah penyelesaiannya !"
Maksud Ciaa-pwe aku harus meninggalkan sesuatu ...
"
Sambil berkata Giok-liong meraba-raba badannya "terutama seruling samber nyawa yang digembol dalam buntalannya.
Karena ia kuatir situa bangka ini bermaksud jahat dan muncul sifat serakahnya.
Diluar dugaannya.
Pecut sakti penghisap darah Koan It kiat acuh tak acuh berkata.
"Kaki tangan atau salah satu panca indramu terserah kau senang tinggalkan yang mana. Aku orang tua mana bisa memaksa kau!"
"Kaki tangan atau Panca indera?"
"Yah!"
"Kiranya Cian.pwe suka main kelakar ! Hehehe!"
Main kelakar ?"
Tiba tiba raut muka Pecut sakti penghisap darah Koan It-kiat merengut seram, bisiknya sambil membujuk Siauw-pa ong.
"Paling tidak harus barang yang lebih berharga dari sebuah matanya itu. Kalau tidak jangan harap kau bisa tinggalkan tempat ini."
"Hahahahaha."
Saking gusar Giok-liong malah berlagak tertawa.
"Apa yang kau tertawakan ?"
"Putusan hukuman Cian-pwee ini rasanya rada berat sedikit, seharusnya Wanpwe harus malah menerima, sayang aku ada maksud tapi tiada tenaga untuk melaksanakan terpaksa aku menolak putusan ini. Baiknya kita bertemu lain kesempatan saja, selamat bertemu."