Pusaka Pulau Es Chapter 20

NIC

Akan tetapi ilmu"nya yang paling diandalkan adalah Ang"ho Sin-kun yang ia pelajari dari ayahnya karena ayahnya adalah Pendekar Bangau Putih yang namanya juga amat terkenal di dunia kang-ouw puluhan tahun yang lalu. Kini usia Tan Sian L i sudah empat puluh tahun, tujuh tahun lebih muda dari suaminya. Dalam usianya yang empat puluh tahun, ia masih nampak cantik jelita. Wajahnya bulat telur dan kulitnya putih mulus. Matanya lebar,hidungnya mancung dan mulutnya selalu senyum mengejek dengan dihias lesung pipit di kanan kiri. Wataknya keras dan agak galak. Selain pandai ilmu silat, Tan Sian Li ini juga pernah mempelajari ilmu pengobatan tusuk jarum dari mendiang Yok-sian Lo-kai (Pengemis Tua Dewa Obat). Suami isteri ini hanya mempunyai seorang anak perempuan yang kini telah berusia delapan belas tahun.

Puteri mereka ini diberi nama Yo Han Li, yaitu gabungan dari nama Yo Han dan Tan Sian Li. Dengan ayah dan ibu seperti itu, tentu saja Han Li amat cantik manis dan juga sejak kecil ia telah digembleng ilmu silat sehingga setelah berusia delapan belas tahun ilmu kepandaiannya sudah setingkat dengan ibunya! Namun, Han Li yang cantik ini berwatak pendiam dan anggun, tidak seperti ibunya yang dahulu lincah dan galak. Yo Han dan isterinya memimpin Thian-li-pang dengan bijaksana dan keras memegang peraturan sehingga para murid semua patuh dan tunduk. Tidak ada diantara mereka yang berani melanggar pantangan perkumpulan. Mereka tidak boleh mencari perkara, tidak boleh meng"ganggu rakyat, tidak boleh bermain judi, dan kalau bertemu lawan, tidak boleh membunuh.

"Kita memang membenci kaum penjajah dan sudah menjadi cita-cita kita bersama untuk membebaskan rakyat kita dari cengkeraman penjajah. Akan tetapi kini belum saatnya. Kekuatan kita tidak ada artinya dibandingkan kekuatan kerajaan Mancu. Kalau saatnya sudah tiba dan dalam pertempuran dengan bangsa Mancu, larangan membunuh dengan sendirinya dihapus. Demi membela bangsa dan memerdekakan tanah air dari cengkeraman penjajah, kita harus berjuang mati-matian, dibunuh atau membunuh."

Demikian antara lagi Yo Han memberi peringatan kepada para murid atau anggauta Thian-li-pang. Perguruan-perguruan lain amat menghormati Thian-li-pang dan terjalin hubungan baik antara Thian-li-pang dengan partai-partai besar seperti Siauw-lim-pai, Bu-tong-pai, Kun-lun-pai, Go-bi-pai dan lain-lain. Sudah beberapa kali Pek"lian-pai dan Pat-kwa-pai mencoba untuk menghubungi Thian-li-pang untuk bekerja sama memberontak,

Akan tetapi Thian"li-pang selalu mengelak dan tidak bersedia bekerja sama dengan mereka. Yo Han mengenal benar mereka yang memimpin kedua partai ini. Mereka adalah orang-orang golongan sesat yang menggunakan kedok perjuangan untuk keuntungan mereka sendiri. Untuk membiayai perkumpulan mereka, Yo Han menyuruh para muridnya bekerja. Mereka membuka piauw-kiok (pengawal barang kiriman) dan juga menjadi penjaga-penjaga keamanan. Karena barang kiriman yang dikawal Thian-li"pang selalu aman dan tidak pernah diganggu penjahat, maka usaha mereka itu maju sekali dan hasilnya dapat untuk biaya perkumpulan mereka. Di samping itu, ada pula para murid yang bekerja sendiri, ada yang berdagang, ada yang menjadi karyawan, ada pula yang bertani.

Yo Han sendiri membuka sebuah toko rempah-rempah dan isterinya suka menolong orang sakit dengan pengobatan tusuk jarum. Pada suatu hari, sebuah kereta yang mewah berhenti di depan rumah ketua Thian-li-pang ini. Para murid Thian-li"pang merasa heran karena kereta seperti itu tentu milik seorang bangsawan tinggi. Segera mereka melapor kepada ketua mereka dan mendengar ada kereta bangsawan datang Yo Han bersama isterinya segera keluar menyambut karena mereka sudah dapat menduga siapa yang datang berkunjung. Dari kereta itu turun seorang laki"laki bertubuh tegap, berusia empat puluh tiga tahun, bermuka bundar berkulit putih dengan mata tajam dan hidungnya agak besar, alisnya tebal dan mulutnya tersenyum-senyum. Di sampingnya turun pula seorang wanita yang usianya sebaya, anggun dan cantik,

Tubuhnya masih ramping, juga wajahnya nampak berseri ketika melihat Yo Han dan Tan Sian Li keluar menyambut. Rambutnya digelung tinggi dan dihias dengan hiasan rambut dari emas permata. Wajahnya yang can"tik dan anggun itu agak dingin, akan tetapi senyumnya demikian manis sehingga dapat mengusir kesan dingin itu. Paling akhir keluar seorang pemuda bangsawan yang gagah dan tampan. Siapakah mereka ini yang menjadi tamu-tamu Thian-li-pang? Mereka memang keluarga bangsawan tinggi karena pria setengah tua itu bukan lain adalah Pangeran Cia Sun, seorang pangeran yang tidak penting kedudukannya di kota raja, karena ayahnya yaitu Pangeran Cia Yan hanya menjadi "anak angkat"

Mendiang Kaisar Kiang Liong. Pangeran Cia Sun ini juga agaknya tidak terlalu membanggakan kedudukannya sebagai pangeran,

Bahkan di waktu mudanya dia suka pergi berkelana di dunia kang-ouw. Dia memang pandai ilmu silat dan dia mengenal banyak pendekar dan tokoh kang-ouw. Bahkan dia pernah bersahabat baik dan mengangkat saudara dengan Yo Han. Pernah dia rnelakukan perjalanan petualangan di waktu mudanya dengan Yo Han sehingga hubungan mereka akrab sekali, pernah mengalami suka duka bersama dan menghadapi ancaman maut bersama! Wanita cantik anggun dingin itu adalah isterinya yang bernama Sim Hui Eng. Wanita ini juga bukan wanita sembarangan. Ketika masih muda, ia pernah menjadi puteri angkat ketua Lembah Ban"kwi-kok, yaitu ketua Pouw-beng-pai, juga sebuah perkumpulan sesat yang berkedok perjuangan melawan penjajah. Akan tetapi ternyata kemudian bahwa Sim Hui Eng ini adalah puteri dari Sim Houw dan Can Bi Lan,

Sepasang suami isteri pendekar sakti yang hilang diculik orang ketika berusia tiga tahun. Baru setelah gadis, ia bertemu kembali dengan ayah bundanya dan sekarang ia menjadi isteri Pangeran Cia Sun, hidup berbahagia dengan suaminya tercinta di kota raja.Pemuda itu adalah putera mereka, anak tunggal yang diberi nama Cia Kun. Sebagai putera ayah ibu yang pandai, tentu saja dia tidak asing dengan ilmu silat. Selain mempelajari sastra seperti layaknya pemuda keluarga bangsawan tinggi, Cia Kun juga digembleng ilmu silat oleh ayah dan ibunya sendiri. Bahkan oleh ibunya dia telah diajar ilmu yang amat tangguh dari ibunya, yaitu Kang-kin Tiat-kut (Otot Baja Tulang Besi)! Dan sebagai anak tunggal, watak Cia Kun agak manja dan tinggi hati, walaupun watak itu agak tertutup oleh ketampanan wajahnya yang menimbulkan rasa suka di hati orang yang bertemu dengannya.

"Yo-twako....!"

Cia Sun lari menghampiri Yo Han dan merangkulnya.

"Cia-te....!"

Yo Han juga memeluknya dengan terharu. Mereka memang seperti kakak adik saja, dan setelah bertahun-tahun tidak saling jumpa, mereka merasa saling rindu, Sim Hui Eng juga segera saling memberi hormat dengan Tan Sian Li. Ketika melihat Han Li, Sim Hui Eng memandang dan tersenyum manis.

"Ini tentu puterimu Han Li itu! Aih, sudah begini besar, sudah dewasa dan cantik jelita seperti ibunya!"

"Aih, engkau terlalu memuji. Han Li ini bodoh seperti ibunya. Hayo, Han Li, beri hormat kepada Paman Cia Sun dan Bibi Sim Hui Eng!"

Kata Tan Sian Li kepada puterinya yang berada di belakangnya.

Han Li cepat memberi hormat kepada suami isteri itu akan tetapi ia hanya memandang saja sejenak kepada Cia Kun.

"Dan ini tentu putera kalian, bukan? Siapa namanya? Cia Kun, bukan? Ah, sudah lama tidak berjumpa, sekarang telah menjadi seorang perjaka dewasa yang gagah dan tampan seperti ayahnya!"

Kata Yo Han memuji.

"Cia Kun, hayo cepat memberi hormat kepada pamanmu Yo Han yang sering kuceritakan padamu itu, dan kepada bibimu Tan Sian Li."

Cia Kun mengangkat kedua tangannya memberi hormat kepada suami isteri itu.

"Aihhh, kenapa kalian berdua hanya saling pandang saja?"

Tiba-tiba Sim Hui Eng menegur puteranya dan juga Han Li.

"Cia Kun, gadis ini adalah Yo Han Li, puteri paman dan bibimu, engkau harus menyebutnya adik. Dan Han Li, jangan malu-malu terhadap Cia Kun, ini adalah putera kami atau kakakmu!"

Mendapat teguran itu, Han Li segera mengangkat kedua tangan ke depan dada memberi hormat yang segera disambut oleh Cia Kun dengan hormat pula.

"Mari silakan masuk!"

Tan Sian Li mempersilakan tarmu-tamunya masuk dan duduk di ruangan dalam. Sebuah pesta kecil segera diadakan oleh tuan rumah untuk menjamu para tamu yang mereka sayang dan hormati itu. Para anak buah Thian-li-pang hanya saling pandang dan saling berbisik saja, melihat ketua mereka menyambut tamu keluarga bangsawan dari istana demikian akrabnya. Namun, tak seorang pun di antara mereka berani menyatakan ketidak-senangan hati mereka dan hanya memendam di dalam hati saja. Tengah makan minum, Yo Han berkata,

"Cia-te kunjunganmu, sekeluarga ini menggembirakan hati kami sekeluarga. Akan tetapi di balik itu juga mengherankan. Adakah suatu keperluan penting yang kalian bawa dengan kunjungan ini?"

Cia Sun saling pandang dengan isterinya, lalu tersenyum dan menjawab.

"Memang ada, Yo-toako. Akan tetapi sebaiknya urusan itu kita bicarakan setelah selesai makan agar lebih santai dan leluasa."

Demikianlah, setelah makan, mereka pindah duduk di ruangan tamu di samping yang lebih luas dan setelah semua pelayah meninggalkan ruangan, baru Cia Sun bicara.

"Sebetulnya, Yo-toako, kunjungan kami ini selain karena merasa rindu kepada kalian, juga kami membawa niat yang amat baik untuk mempererat tali kekeluargaan di antara kita. Melihat kenyataan bahwa anak-anak kita telah dewasa dan kebetulan anakmu wanita dan anak kami pria, maka kami mengusulkan agar diantara mereka diikat tali perjodohan. Bagaimana pendapatmu dengan usul kami itu, Toako dan Toa-so?"

Mendengar ucapan itu, Yo Han Li bangkit dari tempat duduknya dan meninggalkan ruangan itu dengan muka kemerahan. Melihat ini keempat orang tua itu hanya tersenyum, maklum bahwa sudah wajar kalau seorang gadis merasa malu mendengar dirinya dibicarakan untuk urusan perjodohan! Sementara itu, Cia Kun juga merasa tidak enak dan melihat ini, Yo Han berkata kepadanya.

"Cia Kun, kalau engkau ingin menemani adikmu, pergi ke taman bunga di sebelah. Biar kami orang-orang tua bicara dengan leluasa."

Cia Kun berterima kasih sekali dan cepat dia pun bangkit lalu melangkah ke taman bunga yang berada di pinggir bangunan itu.

"Yo-toako, tentu saja kami tidak minta keputusan yang tergesa-gesa dan kalau engkau hendak membicarakan dulu dengan Toaso (Kakak ipar), silakan. Kami akan sabar menunggu."

"Tidak perlu, Cia-te. Apa yang akan menjadi keputusan kami adalah sama dan dapat kami jawab sekarang juga. Sebelumnya kami mengharapkan maaf kalau kami hendak bicara terus terang dan sejujurnya."

"Kenapa minta maaf? Bicara terus terang dan sejujurnya bahkan yang kami harapkan. Nah, utarakan pendapatmu itu, Yo-toako."

"Begini, Cia-te berdua. Andaikata Cia-te bukan seorang Pangeran Mancu, tentu pinangan itu akan kami terima dengan kedua tangan dan hati terbuka. Akan tetapi sungguh sayang, Cia-te adalah. seorang Pangeran Mancu. Sedangkan kami, Cia-te tentu maklum sendiri bahwa kami adalah orang-orang yang berjuang dan bercita-cita memerdekakan bangsa dari tangan kaum penjajah. Kami berjiwa patriot yang mendambakan kemerdekaan bangsa. Bagaimana mungkin kami berbesan dengan Pangeran Mancu? Nah, Cia-te tentu dapat memaklumi alasan kami yang berkeberatan untuk menerima usul itu."

"Akan tetapi, Yo-toako!"

Sim Hui Eng membantah.

"Suamiku bukan seorang yang berjiwa penjajah. Hal ini aku yakin Toako telah mengetahui sendiri!"

"Aku tahu. Cia-te adalah seorang yang berjiwa pendekar gagah perkasa. Akan tetapi aku juga yakin dia bukan seorang pengkhianat keluarga dan bangsanya. Kita berdua berdiri di seberang yang berlawanan. Kalau kelak terjadi perang antara para pejuang dan para penjajah, lalu bagaimana anak-anak kita akan bersikap? Aku tentu tidak suka kalau melihat mantuku membantu penjajah memerangi pejuang, sebaliknya aku pun tidak suka melihat mantuku menjadi seorang pengkhianat bagi keluarga dan bangsanya sendiri. Tidak, Cia-te berdua. Ikatan perjodohan ini tidak mungkin kita lakukan. Biarlah mereka berdua menjadi sahabat saja seperti halnya kita."

"Ahhh, Yo-toako, engkau membuat semua harapanku terbanting hancur berantakan. Semula aku datang dengan penuh harapan untuk mengekalkan persaudaraan kita, siapa kira engkau menolaknya dengan keras."

Kata Cia Sun menyesal sekali.

"Maafkan kami, Cia-te. Ada suatu saat di mana kita harus mengambil sikap tegas agar di kelak kemudian hari tidak akan menderita karena keputusan yang diambil tergesa-gesa."

"Aku mengerti maksudmu, Toako. Dan aku tidak menyalahkan engkau. Aku mendengar bahwa Thian-li-pang, di bawah pimpinanmu, menunjukkan sikap sebagai para pendekar, bukan pemberontak, karena itu aku datang penuh harapan. Siapa tahu...."

"Kami memang bukan pemberontak, Cia-te. Akan tetapi cita-cita kami untuk kemerdekaan bangsa tidak pernah padam. Kalau sudah tiba saatnya, tentu kami akan bergerak dengan rakyat jelata menuntut kemerdekaan kami."

"Sudahlah, dasar nasib kami tidak baik. Kalau begitu, kami mohon pamit, Yo-toako. Harap suruh orang memanggil putera kami."

Dengan sikap tenang walaupun hatinya merasa tidak enak sekali Yo Han mengutus seorang pelayan untuk memanggil Cia Kongcu yang berada di taman bunga. Ketika itu, Cia Kun sudah dapat bertemu dengan Han Li di taman. Ketika pemuda itu memasuki taman bunga, dia melihat gadis itu sedang duduk di antara banyak bunga sedang berkembang dengan indah"nya. Bermacam bunga ditanam di taman itu dan kebetulan sekali waktu itu musim bunga sedang berkembang. Keharuman bunga semerbak di mana-mana dan pemandangan di taman itu sungguh indah. Tentu saja kalau dibandingkan dengan taman bunga di istana, taman bunga di Thian-li-pang itu bukan apa-apanya, bahkan tidak ada artinya.

"Li-moi, engkau di sini?"

Tegur pemuda itu setelah menghampiri Han Li. Han Li membalikkan tubuhnya, memandang kepada pemuda itu dengan kedua pipi kemerahan. Ia merasa tersipu karena baru saja orang tua mereka membicarakan tentang perjodohan mereka dan ia merasa heran akan keberanian pemuda itu menyusulnya ke taman bunga.

"Ah, kiranya engkau, Kun-ko. Aku di sini sedang menikmati bunga-bunga yang sedang mekar. Indah sekali bunga-bunga di taman ini, bukan?"

Cia Kun memiliki watak yang tinggi hati. Mendengar ucapan itu, dia memandang ke sekeliling, lalu katanya,

"Ah, tidak artinya apabila dibandingkan dengan taman bunga kami di istana, Li-moi. Datanglah ke taman bunga kami dan engkau akan takjub melihat keindahan bunga-bunga yang ratusan macam di sana!"

Han Li mengerutkan alisnya. Tentu saja hatinya tidak senang mendengar ini. Pemuda itu meremehkan keindahan ta"man bunganya!

"Hemmm, tentu saja di istana segalanya serba lebih besar dan lebih indah. Akan tetapi aku tidak ingin melihatnya!"

Posting Komentar