Pedang Ular Mas Chapter 86

NIC

"Mencari balas?" Sin Cie tegaskan. "Itulah kau jangan pikir. Kwie Jie-nio itu sangat liehay, aku bukanlah tandingannya. Yang benar adalah kau ubah kelakuanmu, supaya kau selanjutnya menjadi orang baik-baik. Aku tanya kau, Kiun-ong-ya kirim kau kepada Co Thaykam, untuk apa?"

Seng Hay tidak berani mendusta, ia menjawab dengan membuka rahasia. Ia kata Kiu-ong-ya janjikan Co Hoa Sun untuk menjadi penyambut sebelah dalam kalau nanti bangsa Boan kerahkan angkatan perangnya untuk gempur kota Pakkhia, supaya thaykam itu - thaykam - pentang pintu kota. Pun telah diatur tanda-tanda rahasia supaya orang-orangnya Kiu-ong-ya nyelundup masuk kedalam kota, ke dalam istana, untuk bantu turun tangan.

Diam-diam Sin Cie girang sekali, tapi ia tak utarakan itu pada wajahnya.

"Sebenarnya mau atau tidak kau ubah kelakuanmu, untuk selanjutnya kau jadi orang baik-baik?" ia tegaskan. "Atau apakah kau lebih suka menderita siksaan hingga nanti, selang tiga bulan, kau mati tanpa ampun lagi?"

"Siangkong boleh tunjuki aku satu jalan hidup, selanjutnya aku nanti pandang kau sebagai ayah dan ibuku yang telah hidup pula!" sahut Ang Seng Hay.

"Baik!" kata Sin Cie. "Bersediakah kau untuk jadi pengikutku?"

Seng Hay girang bukan kepalang, lantas saja ia berlutut pula, akan paykui tiga kali kepada tuannya yang baru ini. Ia girang karena ia berhati lega, karena selanjutnya tak usah ia berjeri lagi terhadap Kwie Jie Nio dan Sun Tiong Kun. Ia pun percaya, kalau nanti selang tiga bulan lukanya kumat, pasti majikan ini akan tolong obati dia.

Perubahan cara hidup ini membuat Seng Hay tenang melebihkan tenangnya diwaktu ia ikuti Kiu-ong-ya pangeran Boan itu.

Habis itu, setelah "repot" satu malaman, Barulah Sin Cie beristirahat. Seng Hay tidur dalam satu kamar bersama ia. Pengikut ini tidak pernah pikir untuk menuntut balas, sebaliknya dia berterima kasih karena si anak muda percaya dia. Sin Cie tidak kuatir, sebab ia tahu benar, untuk hidupnya Seng Hay membutuhkan pertolongannya. Maka juga ia dapat tidur nyenyak, sampai besoknya pagi, setelah matahari naik tinggi, Baru ia mendusi.

Segera juga muncul Nona Wan Jie dengan bin-tang (baskom) terisi air dan handuk untuk pemuda ini cuci muka, begitupun beberapa rupa barang makanan untuk sarapan pagi.

"Terima kasih," Sin Cie mengucapkan.

Tidak lama sehabisnya pemuda ini selesai cuci muka dan rapikan pakaiannya, Bhok Siang Toojin muncul bersama

592 papan caturnya. Ceng Ceng adalah yang bawa biji-biji catur. Berdua mereka masuk berbareng.

"Ha, begini hari baru bangun!" kata si pemudi sambil tertawa riang. "Tootiang sudah menunggui lama sekali, sampai ia tak sabaran! Hayo lekas mulai, lekas mulai!"

Sin Cie pandang si nona, akan tatap wajahnya, tiba-tiba ia tertawa. Ceng Ceng pun tertawa.

"Kenapa kau tertawa?" tanya nona ini sambil balik mengawasi.

Masih saja si pemuda tertawa.

"Tootiang janjikan apa kepadamu hingga kau sekarang jadi begini rajin?" ia tanya. "Begini perlu kau carikan tootiang lawan main catur!"

Ceng Ceng tertawa pula.

"Tootiang hunjuki aku semacam ilmu silat," ia aku. "Itulah semacam ilmu silat entengkan tubuh yang sangat luar biasa. Umpama orang toyor padamu dan dupak, kau boleh layani ia dengan main berkelit saja sebagai orang lagi main petak, mengegos ke timur, ngeles ke barat, jangan harap dia bakal kena menyerang padamu!"

Mendengar itu, pemuda ini tergerak hatinya, diam-diam ia lirik guru sampiran itu, siapa sebaliknya dengan tenang lagi taruh dua biji putih dan dua biji hitam di keempat pojok papan caturnya, lalu sebiji putih dipegang di tangannya, dipakai mengetok-ngetok papan caturnya sehingga papan itu menerbitkan suara nyaring. Berbareng dengan itu, imam ini pun bersenyum.

Menampak sikap yang luar biasa dari Bhok Siang Toojin, Sin Cie ingat suatu apa. "Tootiang ajarkan ilmu silat entengkan tubuh kepada Ceng Ceng, itu mesti ada maksudnya," ia lantas berpikir. "Sebentar adalah malaman janjiku dengan Jie Suko dan Jie- Suso, akan bertanding di panggung Ie Hoa Tay, tak dapat aku tidak pergi menetapkan janji itu. Inilah sulit, sebab dilihat dari romannya, Jie-suso tak puas sebelum ia layani aku. Mana dapat aku layani mereka dengan sungguh- sungguh? Jie-suko pun sangat kesohor, melayani dia saja, belum tentu aku sanggup peroleh kemenangan, maka jikalau aku melayani dengan main-main, ada kemungkinan aku bakal terluka di tangannya, atau mungkin juga, karena alpa, aku bakal terbinasa.... Apa ini sebabnya kenapa tootiang ajarkan ilmu entengkan tubuh itu kepada Ceng Ceng?"

Karena memikir begini, pemuda ini lantas kata kepada si nona:

"Kau inginkan aku main tiokie dengan tootiang, baiklah, akan tetapi kau mesti ajarkan ilmu silat itu kepadaku!"

"Baik!" Ceng Ceng jawab sambil tertawa. "Ini dia yang dibilang, barang siapa dapat melihat, dia mesti menerima bagian!"

Ia tertawa pula, begitupun si anak muda.

Setelah itu, Sin Cie temani gurunya itu main tiokie.

Sampai waktunya bersantap, tengah-hari, Barulah orang berhenti adu otak, diwaktu itu, Sin Cie ambil kesempatan akan pasang omong dengan Cui Ciu San, sang paman atau guru. Pembicaraan mereka ialah mengenai persiapannya Giam Ong, yang tentunya tak lama lagi akan mulai turun tangan menggempur musuh Negara, katanya, pergerakan kemerdekaan itu memperoleh dukungan dari segenap rakyat. Di pihak lain, Ciu San puji anak muda ini, yang pelajaran silatnya maju dengan pesat sekali. Kedua pihak bicara secara gembira dan asik sekali, sebab dua-dua sangat bergembira.

Selama itu beberapa kali Ceng Ceng mengasi tanda dengan tangan kepada si anak muda, untuk anjuri dia keluar, Ciu San lihat itu, ia tertawa.

"Sahabat cilikmu itu memanggil, pergilah lekas!" kata dia.

Tampangnya si anak muda merah sendirinya, ia jengah, tapi ia tidak segera berbangkit, ia malu hati.

"Kau pergilah!" kata pula Ciu San, yang terus berbangkit, untuk mendahului pergi keluar.

Ceng Ceng lari ke dalam begitu lekas orang she Ciu itu sudah tidak ada.

"Lekas, lekas!" katanya. "Aku nanti beritahukan kau tentang ilmu silat yang tootiang ajari aku, karena diwaktu tootiang mengajarinya, ada bagian-bagian yang aku tidak mengerti. Tootiang melainkan kata padaku: "Kau ingat- ingat saja, nanti juga kau mengerti." Tentu saja, kalau ditinggal lama-lama, aku nanti lupa semua."

Sin Cie iringi kehendak si nona maka di lain saat, mereka sudah berlatih, atau lebih benar, Ceng Ceng menyebutkan ilmu silat itu, Sin Cie yang mendengari, habis itu, si anak muda coba menjalaninya. Itulah ilmu pukulan yang dinamakan "Pek pian kwie eng" atau "Bajangan setan yang berubah seratus kali".

Kepandaian entengkan tubuh Bhok Siang Toojin dan senjata rahasianya menjagoi di kolong langit, lebih-lebih ini "Pek pian kwie eng". Selama masih di puncak Hoa San, Bhok Siang tidak ajari Sin Cie, sebab anak muda ini masih dalam permulaan, sulit untuk dia punyakan ilmu itu, tapi sekarang, setelah terlatih baik dan peroleh pengalaman,

595 itulah waktunya untuk si anak muda diajarkan. Akan tetapi Bhok Siang mempunyai maksudnya sendiri, ia mengajari dengan perantaraan mulutnya Ceng Ceng. Nona ini tidak terlalu tinggi ilmu silatnya, akan tetapi otaknya sangat terang, kuat ingatannya, ia sangat cerdas. Maka hal yang sebenarnya adalah, tidak benar Bhok Siang mengajari Ceng Ceng, yang benar adalah ia mengajari Sin Cie.

Ceng Ceng memberi penuturan jelas sekali, dari gerakan tubuh dan kaki, hal itu membuat si anak muda jadi sangat girang, karena ia pun berotak terang dan segera ingat dengan baik.

Benar kalau Ceng Ceng kata ada bagian-bagian yang ia tidak mengerti, maka atas desakan Sin Cie, beberapa kali ia lari bulak-balik pada si imam, untuk minta penjelasan, hingga di lain saat, Sin Cie telah ingat semua, hingga ketika ia mencoba menjalaninya, lantas saja ia bisa jalani dengan baik. Maka itu, ia lantas meyakinkan terus-terusan.

Mengenai ilmu silatnya jie-suko dan jie-suso, Sin Cie ingat baik-baik kata-katanya sang guru dahulu: "Toasukomu jenaka, satu waktu ia tak terluput dari kealpaan. Jie-sukomu pendiam, dia belajar dengan sungguh-sungguh." Itu berarti, kepandaiannya jie-suko sangat berada di atasan kepandaiannya sang toa-suko, saudara tertua itu.

"Sekarang aku peroleh ini Pek pian kwie eng, apa mungkin aku tak dapat layani jie-suko?" pikir dia, yang untuk sesaat bersangsi.

Tapi anak muda ini berpikir terus.

"Suhu pernah ajarkan aku Sip-toan-kim, ketika itu suhu jalankan ilmu entengkan tubuh itu, aku serang ia dengan seantero kebisaanku, tak dapat aku serang dia walaupun ujung bajunya saja," demikian ia berpikir. "Sekarang Bhok

596 Siang Toojin ajarkan ilmu ini, apa tidak baik aku gabung ini dengan Sip-toan-kim? Tidakkah ini berarti, kepandaiannya dua kaum aku persatukan?"

Sin Cie lantas ambil keputusan, dari itu terus ia bersamedhi di kamar tulis itu, bukan untuk mengaso, hanya tubuhnya yang beristirahat, otaknya tetap bekerja, akan pikirkan jalan untuk gabung kedua ilmu entengkan tubuh itu.

Ceng Ceng semua ketahui pemuda ini sedang beristirahat, maka tidak ada yang berani ganggu.

Sin Cie bersamedhi sampai jam Sin-sie, pukul tiga atau empat lohor, ia berhasil, tetapi untuk memperoleh kepastian, ia hendak coba dulu. Maka ia ajak Wan Jie pergi ke lapangan peranti belajar silat, ia minta disediakan sepuluh saudara seperguruan si nona, dengan persiapan seorangnya setahang air, mereka itu diminta berkumpul di empat penjuru, untuk nanti seblok atau siram ia dengan air selagi ia bersilat.

Latihan telah dimulai dengan segera, dari pelbagai jurusan, saudara-saudara seperguruan Nona Ciau Wan Jie lantas siram si anak muda dengan air, selama itu, Sin Cie mencelat, melesat ke sana-sini, gerakannya gesit dan cepat. Ketika kemudian sepuluh tahang air telah habis, Sin Cie cuma basah ujung tangan bajunya yang kanan dan kakinya yang kiri.

Sebagai kesudahan, semua orang puji pemuda ini.

Di lapangan itu orang bergembira, suaranya bergemuruh, akan tetapi Bhok Siang Toojin sendiri lagi rebah menggeros di dalam kamarnya, ia seperti tak tahu menahu....

Posting Komentar