Memang kalau dia ingat akan peristiwa yang te rjadi di dusun itu, betapa dia membantu para penjahat untuk membasmi Hek-houw-pang, dia merasa menyesal bukan main dan merasa malu kepada dirinya sendiri
Aku menanti saja di sini
Kalau engkau perlu berte mu dengan aku besok, aku akan berada di sini.
Terpaksa Liu Hwa meninggalkan pendekar Siauw-lim-pai itu dan memasuki dusun Ta-buncung yang nampak sunyi
Akan te tapi begitu ada orang melihatnya, orang itu segera berseru akan munculnya nyonya ketua He k-houw-pang dan semua orangpun berlarian keluar menyambut
Dan hujan tangispun te rjadi
Liu Hwa menangis lagi mendengar betapa banyaknya korban jatuh
Bahkan Coa Siang Lee yang menjadi tamu, juga yang menjadi ahliwaris keluarga Coa yang selalu menjadi ketua perkumpulan itu, ikut tewas
De mikian pula Coa Song, kakek yang dihormatinya itu
Malam hari itu juga, Liu Hwa membawa perle ngkapan sembahyang dan ia bersembahyang di depan makam suaminya
Ia tdak mau dite mani orang lain, bahkan ia menyuruh semua orang yang mengantarnya untuk meninggalkannya agar ia dapat meratapi nasibnya di depan kuburan suaminya
Ia hanya mempunyai satu saja hiburan, yaitu bahwa pute ranya, Cin Cin, selamat dan kini menurut pesan terakhir kakek Coa Song, Cin Cin diantar oleh Lai Kun, sute suaminya, untuk menjadi murid pendekar sakti Si Han Beng yang berjuluk Huang-ho Sin-liong (Naga Sakti Sungai Kuning)
la bersembahyang bukan saja di depan makam suaminya, juga ia bersembahyang di depan makam kakek Coa Song dan di depan makam Coa Siang Lee, bahkan ia menyembahyangi makam para murid atau anggota Hek-houw-pang yang te was dalam serbuan itu
Ketika ia menghampiri makam yang paling ujung sambil membawa hioswa (dupa biting) dan sekeranjang kembang, ia melihat sesosok tubuh kecil melingkar di depan makam itu
Ternyata ada seorang anak laki-laki yang usianya paling banyak enam tahun rebah miring dan melingkar di atas tanah, agaknya tertidur! Liu Hwa memandang ke arah makam itu
Sinar bulan cukup te rang dan tulisan huruf-huruf di atas kayu yang sementara dipasang sebagai nisan itu cukup besar
Ia membaca nama korban itu
Ah, kiranya itu makam The Ci Kok, seorang anggota He k-houw-pang tingkat atas
The Ci Kok bahkan menjadi suheng dari suaminya yang memiliki kepandaian seimbang dengan suaminya
Kalau Kam Seng Hin yang dipilih menjadi ketua adalah karena The Ci Kok ini orangnya pendiam dan agak bodoh
Kiranya dia juga tewas! Kini Liu Hwa dapat menduga siapa anak kecil itu dan hatinya seperti ditusuk
Anak itu te ntu The Siong Ki pute ra suheng suaminya itu
Iapun tahu bahwa ibu anak itu te lah tiada sejak anak itu masih kecil sekali
Berarti bahwa anak itu kini menjadi seorang anak yatim piatu
Siong Ki......Siong Ki.......! Bangunlah, jangan tidur di sini, nak!
katanya lembut sambil mengguncang pundak ana k itu
Akan te tapi, anak itu tidak terbangun
Betapa kuatpun dia mengguncang, te tap saja anak itu tidak te rjaga
la mulai curiga, lalu memeriksanya
Anak itu seperti dalam keadaan tidur, akan te tapi kini ia tahu bahwa anak itu sebenarnya jatuh pingsan! Makin te rtusuk rasa hati Liu Hwa
Diletakkannya bunga dan dupa di atas makam dan ia lalu mengangkat dan memangku anak itu, mengurut te ngkuk dan dadanya
Akhirnya, anak itu menggeliat lalu menggumam
Ayah......ayah.....jangan tinggalkan Siong Ki sendirian, ayah......! Jahanam, aku akan membunuh kalian semua.!
Anak itu meronta bangkit dan dengan kedua tangan te rkepal dia menyerang Liu Hwa! De ngan hati te rharu sekali Liu Hwa menangkap pukulan-pukulan itu dengan lembut sambil berkata,
Siong Ki, lihatlah siapa aku ini......
Tidak perduli engkau siapa, setan atau iblis
Aku tidak takut! Biar kau membunuhku, a ku tidak takut
Aku ingin mati dan bersama ayah dan ibuku!
Dan dia menyerang terus
Setelah Liu Hwa menangkap kedua lengannya dan merangkulnya, baru anak itu mengamati Liu Hwa dan diapun merangkul dan menangis,
Bibi.......ah
bibi.......! Aku.......aku ingin mati saja, bibi..!
Biarpun hatinya sendiri seperti diremas-remas, penuh kedukaan dan keharuan yang membuat ia ingin menjerit-jerit dan menangis seperti anak kecil, akan tetapi Liu Hwa menahan perasaannya, menggigit gigi sendiri dan merapatkan bibir dengan kuat-kuat sambil merangkul anak itu
Kemudian ia bicara
-ooo0dw0ooo-
Siong Ki, jangan bicara seperti itu!
De ngan muka basah air mata dan mata merah, anak itu mengangkat mukanya, memandang kepada wanita itu
Bibi, apa yang harus kulakukan kalau aku dibiarkan hidup
Aku seorang diri, tiada ayah ibu, tiada keluarga
Melihat ayah te was, juga para paman......ah, apa gunanya lagi aku hidup
Tiada lagi yang melindungi aku, bibi.....
Hushh.....! Omongan apa itu
Disini masih ada aku, Siong Ki
Aku yang akan melindungimu, dan engkau boleh ikut denganku selamanya karena mulai saat ini, engkau menjadi muridku.
Siong Ki membelalakkan matanya seperti orang yang tidak percaya
Benarkah ini....
Benarkah, bibi
Atau hanya hiburan kosong belaka?
Tentu saja benar, Siong Ki
Apakah kau tidak percaya kepadaku dan menyangka aku membohongimu?
Anak itu nampak gembira sekali
Kalau begitu, berjanjilah di depan makam ayah, bibi
Biar ayah menjadi saksi, biar ada semangat lagi bagiku untuk hidup!
Lalu anak itu berlutut di depan Liu Hwa dan kini suaranya terdengar lantang dan penuh semangat
Ayah saksikanlah, ayah
Mulai saat ini anakmu, The Siong Ki, mempunyai pelindung baru, yaitu bibi Poa Liu Hwa yang menjadi guruku
Subo, te rimalah hormat tcecu (murid)!
Dan diapun memberi hormat delapan kali kepada wanita itu
Siong Ki, muridku yang baik, bangkitlah.
Teecu tidak akan bangkit sebelum subo (ibu guru) berjanji di depan makam ayah!
Liu Hwa menatap makam itu dan diam-diam ia bergidik
Ia sendiri kehilangan segala-galanya, bahkan puteranya Cin Cin, yang selamat, kini telah dibawa pergi ke te mpat jauh
Ia sendiri sebatangkara, dan kini ia telah mengambil Siong Ki sebagai murid, siap melindunginya dan menjadi pengganti orang tuanya
Suatu tu gas yang amat berat
Sedangkan untuk melindungi diri sendiri saja ia sudah jelas tidak kuat
Buktinya, hampir saja ia celaka dan mungkin sekarang sudah te was te rbunuh atau membunuh diri kalau saja ia tidak dibebaskan dari tangan lt-gan Tiat-gu oleh pendekar Siauw-lim pai itu! Akan tetapi, ia tidak dapat undur kembali, sudah berjanji, dan kalau ada anak ini di sampingnya, setidaknya ia akan te rhibur
Maka iapun lalu mengangkat kedua tangan di depan dada sambil membungkuk ke arah makam The Ci Kok dan berkata dengan lirih
Suheng The Ci Kok
Aku berjanji bahwa mulai saat ini pute ramu The Siong Ki telah menjadi muridku
Semoga arwahmu ikut pula melindungi kami berdua.
Setelah mendengar janji gurunya itu, Siong Ki bangkit dan kini wajahnya menjadi cerah
Liu Hwa juga memandang kepadanya
Anak ini nampaknya cerdik dan seingatnya, Siong Ki bukan seorang anak yang bandel, tidak nakal dan pandai membawa diri
Siong Ki, setelah engkau selesai bersembahyang di sini, susullah aku di makam suamiku.
Aku sudah selesai, subo
Aku selalu berada di sini sejak ayah dimakamkan dan baru satu kali aku pulang ke rumah,
katanya sambil mengambil sebuah buntalan yang tadi dia gantungkan di cabang sebatang pohon
Engkau sudah siap dengan buntalan pakaianmu
Apakah engkau tidak ingin pulang ke rumah mendiang ayahmu?
Siong Ki menjawab dengan wajah sedih
Tadinya aku sudah ingin pergi saja, subo
Untuk apa kembali ke dusun Ta-bun-cung dimana kita hanya akan diingatkan selalu akan peristiwa menyedihkan itu
Akan te tapi kalau subo ingin kembali.........
Liu Hwa melangkah ke arah makam suaminya, lalu duduk di depan makam, te rmenung
Siong Ki mengikutinya dan anak itupun duduk di depan subonya
Setelah berulang kali menghela napas panjang, Liu Hwa juga berkata dengan sura sendu
Akupun tidak mungkin dapat bertahan tinggal di dusun dimana aku te lah kehilangan segalagalanya
Apalagi, sebelum meninggal, kakek Coa Song telah membagi-bagikan seluruh isi rumah kepada para murid
Aku tidak dapat tinggal di rumah kosong itu, yang setiap saat akan mengingatkan aku kepada suamiku dan anakku.
Lalu, ke mana kita akan pergi, subo?
Wanita itu menundukkan mukanya dengan sedih
Aku tidak tahu, Siong Ki, ....aku tidak tahu.....
Siong Ki bicara lagi, kini suaranya terdengar gembira
Subo, aku mendengar bahwa adik Cin Cin telah diajak pergi oleh susiok Lai Kun ke rumah pendekar sakti Huang-ho Sin-liong Si Han Beng
Bagaimana kalau kita menyusul kesana?
Wajah wanita itu agak cerah mendengar ucapan itu
Sudah diduganya, anak ini cerdik dan penuh semangat, dan senang akan keputusannya mengambil anak ini menjadi murid
Benar, Siong Ki
Agaknya memang sebaiknya kalau kita menyusul adikmu Cin Cin lebih dulu
Setelah itu......setelah bertemu dengan Cin Cin, baru kita mencari tempat tinggal baru
Akan tetapi, ah, aku sudah tidak memiliki apa-apa lagi
Bahkan senjatapun tidak punya lagi.....
Subo, jangan khawatir?
kata Siong Ki dan anak ini segera menurunkan buntalan pakaiannya yang besar, lalu membukanya
Pertama-tama dia mengeluarkan sebatang pedang dengan sarungnya
I ni pedang milik ayah, subo
Kuambil dari tangan je nazah ayah, lalu sarung pedangnya kucari
Nah, te rimalah pedang ini subo, agar subo dapat melindungi diri kita berdua dalam perjalanan.
De ngan girang Liu Hwa menerima pedang itu dan memeriksanya
Ternyata sebatang pedang yang cukup baik, te rbuat dari baja yang baik
Ia merasa kuat ketika memegang pedang ini
Dan ini, subo
Ini peninggalan ayah, kukumpulkan semua dan kubawa serta
Subo boleh menggunakannya semua untuk biaya apa saja, biaya perjalanan kita, biaya mencari te mpat tinggal baru.......
Liu Hwa te rbelalak
Anak itu membuka sebuah buntalan kecil yang isinya potongan emas dan perak, cukup banyak!
Siong Ki,
ia berkata dengan terharu
Ternyata bukan aku yang menolongmu, melainkan engkau yang menolongku.
Sama sekali tidak, subo
Aku sendiri tidak tahu harus berbuat apa degan pedang dan emas perak itu
Kuserahkan kepada subo agar subo dapat melindungi kita berdua.
Liu Hwa tiba-tiba teringat kepada pendekar Siauw-lim-pai yang menunggunya di luar pintu gerbang
Ah, sudah terlalu banyak ia menyusahkan pendekar itu
Sungguh ia merasa malu kepada Lie Koan Tek
Pula, sungguh tidak pantas dilihat orang kalau ia berdua saja dengan pendekar itu
Ia kini seorang janda! Dan pendekar Siauw-lim pai Lie Koan Tek, sepanjang yang didengarnya, belum pernah menikah
Biarpun usianya sudah empatpuluh tahun le bih, masih membujang
Pasti akan menimbulkan prasangka yang bukan-bukan dalam benak orang yang melihat seorang janda berduaan saja dengan seorang pria yang masih membujang
Tidak, aku tidak boleh mengganggunya lagi
Akan tetapi, bagaimana ia harus mengatakan kepada pendekar itu bahwa ia tidak mau melanjutkan perjalanan bersama dia
Siong Ki, mari kira pergi.