Manusia Aneh di Alas Pegunungan Chapter 16

Baiklah, Li-sioksiok, masa aku takut padanya? Tapi masih kuatir terjadi apa2 atas diri si gadis, maka ia berkata pula.

Jangan kuatir, Sam-bok-leng-koan adalah angkatan tua, tak nanti dia bikin susah padamu.

Dengan kata2 ini, ia telah cegah lebih dulu agar Siang Lui sebagai orang tua tak nanti merecoki seorang muda.

Habis ini, bersama Jing ling-cu mereka lantas berlalu.

Jangan kau coba melarikan diri! kata Siang Lui gemas kepada Jun-yan, lalu perintahkan orang2nya berangkat.

Jun-yan tidak gubris akan kata2 orang, bahkan terus melengos dengan sikap memandang hina.

Keruan Siang Lui ber-jingkrak2, tapi sebagai seorang tua, tidak pantas juga bertengkar terus dengan seorang muda, terpaksa ia menahan gusar pergi mengatur pemberangkatan kereta-keretanya.

Tidak lama, iring2an kereta sudah meninggalkan kota kecil itu, Siang Lui dan Jun- yan menunggang kuda mengikuti dari belakang, diam2 Sam-bok-leng-koan me- nimang2, Thong-thian sin-mo Jiau Pek-king itu benar2 lihay, tiga saudara maju sekaligus belum tentu sanggup melawannya, rasanya didalam dua bulan ini mesti mengundang lagi bala bantuan.

Sampai disini ia menjadi agak menyesal juga akan keburu nafsunya menimbulkan percekcokan ini.

Sebaliknya Jun-yan sendiri lagi memikirkan bagaimana caranya meloloskan diri, malahan sebelum kabur, Siang Lui harus diberitahukan dulu, barulah mendongkolnya bisa terlampias.

Tapi apa daya, jika bertempur terang2an takkan berhasil.

Lalu akal apakah yang harus dipakai? Malamnya, mereka menginap dihotel lagi.

Siang Lui mengirim dua orangnya menjaga di luar kamar Jun-yan.

Karena itu si gadis menjadi mati kutu.

Jika ia terjang keluar, tapi kemudian dibekuk kembali oleh Siang Lui, bukankah akan membikin malu saja ? Ia menjadi kesal hati, ia rebahan diranjangnya, tanpa terasa ia terpulas.

Sampai tengah malam, tiba2 terdengar berkesiurnya angin, samar-samar terasa suatu bayangan berkelebat di depannya.

Ia menyangka pandangan sendiri menjadi kabur, cepat ia bangun, tiba2 berjangkit lagi kesiurnya angin, menyusul daun jendela berkedut dan terpentang, satu bayangan orang secepat terbang sudah melayang keluar.

Jun-yan kucak2 matanya, kemudian ia menegasi pula, dan memang jendela kamarnya sudah terpentang.

Ia menjadi ingat kejadian malam kemarin yang mirip dengan barusan ini.

Pada saat itulah, lantas terdengar suara bentakan orang diluar .

Budak liar, jangan lari! Menyusul suara itu, segera seorang menjerit di barengi suara gemerentang jatuhnya senjata.

Jun-yan dapat mengenali suara jeritan itu adalah suara orang yang dikirim Siang Lui untuk mengawasi dirinya itu, dan bayangan orang yang begitu cepat dan gesit itu siapa gerangannya? Mungkinkah sipelajar penunggang keledai berjari tunggal itu? Sedang memikir, tiba2 didengarnya lagi suara bentakan Siang Lui yang keras, menyusul mana ada orang sedang melapor dengan gemetar.

Susiok, Loji dan Losam telah terbinasa! Jun-yan terkejut, betapa lihaynya cara turun tangan orang itu? Dalam pada itu Siang Lui hanya menjengek tanpa menyahut, mendadak Jun-yan dikagetkan oleh suara blang yang keras, sekonyong-konyong pintu kamarnya kena didepak terpentang.

Cepat ia bangkit berduduk, dengan suara keras ia membentak .

Siapa? Tadinya Siang Lui menyangka kalau si gadis telah lari sehabis membunuh orang, ia mendepak pintu kamar yang untuk melampiaskan amarah saja, kini mendengar Jun- yan masih berada didalam kamar, seketika ia melengak, tapi terpaksa ia menyahut.

Aku ! Tiba2 Jun-yan tergerak pikirannya, ia pura2 mendamprat .

Tengah malam buta kau dobrak kamarku ada apa ? Katanya angkatan tua Bu-lim, kenapa kelakuanmu begini rendah ? Betapapun Siang Lui memang seorang kesatria, kena digertak demikian, ia menjadi mengkeret dan lekas2 undurkan diri sambil menggerutu didalam hati akan kelicikan si gadis.

Sebaliknya diam2 Jun-yan tertawa geli.

Karena kematian dua murid keponakannya, dan pula dirinya kena di-olok2 si gadis, sungguh Siang Lui gusar tidak kepalang.

Besoknya di waktu meneruskan perjalanan, diam2 ia mengambil ketetapan akan mengundang semua kawan yang dahulu pernah bertengkar dengan Jiau Pek-king untuk mendatangi Jing-sia-san dan menentukan unggul atau asor dengan iblis itu, lalu Jun-yan juga akan dicincangnya pula.

Melihat sikap orang, Jun-yan tahu Siang Lui sudah membencinya tujuh turunan, tapi dasar jahil, dalam perjalanannya ia justru sengaja pakai macam2 cara untuk bikin marah Siang Lui hingga tokoh ini semakin geregetan.

Untuk selanjutnya Siang Lui tidak mengirim orang untuk menjaganya lagi, sebenarnya kalau mau Jun-yan sudah bisa melarikan diri.

Tapi sekarang justru ia berbalik pikiran, ia tidak mau tinggal pergi.

Maka tiada beberapa hari akhirnya sampailah mereka diperbatasan daerah Ciatkang, kalau Siang Lui sudah selesaikan barang hantarannya di Hengciu, ia lantas bisa pulang ke Soatang.

Selama beberapa hari terakhir ini, setiap tengah malam tentu ada satu orang yang diam2 masuk kamar Jun-yan.

Setiap malam si gadis juga melihat bayangan orang, tapi asal sedikit ia bergerak, segera orang itu melompat keluar jendela dan menghilang untuk malam berikutnya datang lagi.

Betapa cepat gerakan orang itu, benar2 sukar dilukiskan.

Tidak peduli betapa perlahan Jun-yan bergoyang, segera orang itu mendapat tahu dan lantas melesat pergi.

Suatu malam, sengaja Jun-yan mengincar orang, pura2 pejamkan mata menantikan datangnya orang.

Betul juga, tengah malam orang itu melayang masuk kekamarnya lagi, karena gelap gulita, maka muka orang itu tak tertampak jelas, hanya perawakannya cukup besar, terang seorang laki2.

Sesudah, masuk kekamar, orang itu terus berdiri kaku didepan ranjang Jun-yan hingga tanpa merasa si gadis merinding.

Diam2 ia pikirkan ilmu silat yang luar biasa itu, kalau orang bermaksud jahat, untuk mencelakai dirinya adalah terlalu mudah, tetapi setiap malam hanya datang, lalu pergi lagi, entah apa yang hendak diperbuatnya ? Agaknya yang dua kali membawakan golok Pek-lin-to, tentulah orang ini tak salah lagi.

Jun-yan men-duga2 siapakah gerangan orang ini, mulanya ia sangka si pelajar berjari tunggal itu, tapi lantas terpikir olehnya mungkin sang guru yang telah turun gunung dan secara diam2 melindungi dirinya? Namun bila dipikir lagi, rasanya hal itu tidak mungkin.

Ketika dilihatnya orang itu masih berdiri terpaku, se-konyong2 ia melompat bangun terus menubruk kearah orang.

Ia menaksir dengan tubrukannya secara mendadak itu tentu orang akan kena dicengkeramnya.

Siapa tahu ia hanya tubruk tempat kosong saja.

Terdengar dua kali suara plak-plak , kedua tangannya telah menghantam diatas meja, sedang disampingnya angin berkesiur perlahan, ketika ia menoleh, orang itu sudah menghilang.

Keruan Jun-yan tambah curiga, cepat ia menyalakan lentera, ia lihat keadaan kamarnya tiada tanda2 aneh.

Ketika ia hendak matikan lentera untuk tidur lagi, sedikit menunduk, mendadak dilihatnya permukaan meja yang tadinya rata mengkilap itu, kini nampak benjal-benjol seperti terukir tulisan.

Waktu ia angkat lentera memeriksanya, ternyata diatas meja itu terukir beberapa hurup yang mencang-mencong, semuanya bertuliskan Jing-kin .

Ukiran ini sedalam hampir setengah senti, licin halus, tanpa ada tanda-tanda bekas korekan senjata, terang asal goresan dengan jari, dan tempat dimana orang tadi berdiri tepat berdekatan dengan meja ini, maka dapat diduga tentu dilakukan orang itu, betapa tinggi ilmu silatnya, sungguh bikin orang tercengang.

Jin-kin, Jin-kin , tanpa terasa Jun-yan menyebut nama itu.

Ia pikir tentu ini nama seorang wanita, tapi apa hubungannya dengan diriku? Kenapa diwaktu orang hantarkan golok dan kapal jamrud itu selalu disertai secarik kertas yang bertuliskan kedua hurup itu? Ia tak bisa pulas lagi, ia coba merenungkan pengalamannya selama ini, tiba2 ia teringat orang aneh yang dilihatnya di Lo-seng-tian dan selalu menguntitnya dalam perjalanan itu.

Ia menjadi bergidik bila mengingat betapa seramnya muka orang aneh itu, ia coba lupakan orang, tapi makin hendak melupakan, semakin teringat.

Teringat olehnya kelakuan orang aneh itu Pek-lin-to diminta Liok-hap-tong-cu Li Pong tidak boleh, tapi rela diserahkan padanya.

Ketika dirinya berkata ingin memiliki golok pusaka itu, tahu2 besoknya senjata sudah berada di samping bantalnya.

Ketika terjadi pertengkaran dengan orang Sam-thay Piaukiok, pernah dirinya berteriak ingin mereka tinggalkan kapal jamrud, eh, tahu2 besok paginya benda itu dihantarkan kepadanya.

Maka dapatlah dipastikan, kesemuanya itu dilakukan si orang aneh itu.

Tapi sebab apakah orang aneh itu sedemikian menurut pada kata2nya serta berbuat apa yang dapat memenuhi keinginan batinnya? Makin dipikir, makin Jun-yan tidak mengerti.

Pikirnya lagi, jika begitu naga-naganya, terang orang aneh itu senantiasa berada disekitarnya, mungkin sekarang juga masih berada disitu, kenapa aku tidak menjajalnya lagi, apa dugaannya itu sesuai dengan kenyataannya ? Maka ia mendekati jendela, ia lihat diluar sana sunyi senyap, maka ia menggumam sendiri .

Ai, kapal jamrud itu benar2 sangat mungil dan indah, kalau besok pagi sudah sampai di Hangciu, tiada kesempatan untuk menikmatinya lagi, alangkah baiknya jika malam ini aku dapat memainkannya benda itu sejenak ! Habis berkata, ia tutup daun jendelanya dan merebahkan diri buat tidur lagi.

Tidak lama kemudian, mendadak diluar terdengar suara bentakan Siang Lui yang keras .

Siapa kau ? menyusul terdengar suara blang yang keras, lalu Siang Lui berteriak lagi .

Kau adalah sobat dari gadis mana ? Tapi tiada suara orang menyahut, sebaliknya terus berkumandang suara gedubrakan yang gaduh.

Maka dalam sekejap saja hotel itu menjadi kacau balau semua orang keluar untuk melihat keramaian.

Jun-yan bergirang dan terkejut.

Terkejutnya karena orang yang selalu mengintil itu ternyata benar si orang aneh yang menyeramkan.

Girangnya sebab dugaannya ternyata tepat.

Posting Komentar