Perwira Can yang mempunyai sebatang pedang yang tergantung di pinggangnya, menjawab dengan suara galak. “Kami tidak ingin mengganggu kalian berdua, hanya minta agar kalian menyerahkan harta benda yang kalian rampas dari dalam gedung Panglima Kui agar dapat kami serahkan kembali kepada keluarganya!”
Siang Lan tersenyum. “Maksudmu diserahkan kepada keluargamu, yang menjadi isteri mendiang Panglima itu? Ketahuilah, harta itu menjadi hak milik Nona Kui Li Ai, maka ia membawanya pergi. Kami bukan merampas, akan tetapi kulihat kalian ini perajurit-perajurit yang agaknya ingin menjadi perampok! Perwira Can, kalau engkau masih ingin hidup, bawa pasukanmu pergi dan jangan ganggu kami!”
“Heh, Hwe-thian Mo-li, siapa tidak tahu bahwa engkau adalah seorang Iblis Betina yang jahat? Nona Kui Li Ai adalah seorang gadis bangsawan yang lembut, pasti engkau yang membujuknya untuk melarikan diri dan merampas harta benda keluarga Kui!” bentak perwira itu. Siang Lan marah sekali. Tanpa banyak cakap lagi ia sudah mencabut pedangnya dan menyerang perwira itu dengan gerakan cepat.
“Sing-tranggg......!” Perwira Can juga sudah mencabut pedangnya dan menangkis. Ternyata perwira itu cukup tangguh dan Siang Lan segera dikepung dan dikeroyok belasan orang!
“Kalian sudah bosan hidup!” bentaknya dan begitu ia mempercepat gerakan pedangnya, dua orang pengeroyok telah roboh mandi darah! Akan tetapi tiba-tiba ia mendengar dua ekor kuda itu meringkik dan begitu ia menoleh, ia terkejut sekali melihat Li Ai sudah ditangkap! Dua orang anak buah Perwira Can memegangi kedua lengannya dan seorang lagi menempelkan golok di leher gadis bangsawan yang meronta-ronta itu.
“Lepaskan, kalian orang-orang jahat! Lepaskan aku!” Li Ai meronta-ronta namun apa dayanya seorang gadis lembut seperti ia menghadapi dua orang laki-laki yang kuat itu. Kedua lengannya telah ditekuk ke belakang oleh dua orang itu.
“Ha-ha, Hwe-thian Mo-li, menyerahlah kalau tidak ingin melihat Nona Kui kami bunuh lebih dulu!” bentak Perwira Can sambil menahan serangan, diikuti oleh para anak buahnya.
Sejenak Siang Lan tertegun dan merasa tak berdaya. Jelas bahwa kalau ia bergerak hendak menyerang tiga orang yang menawan Li Ai itu, gadis itu pasti akan tewas karena sekali golok yang menempel di leher itu digerakkan, kematian Li Ai tak dapat dihindarkan lagi!
“Enci, jangan pedulikan mereka! Mereka hanya menggertak! Mereka tidak berani membunuhku karena keluarga Ayah tentu akan menuntut. Perwira Can, manusia busuk, hayo bunuh aku kalau kau berani! Enci, teruskan hajar mereka, aku tidak takut mati!” teriak Li Ai.
Mendengar ini, Siang Lan tersenyum dan kembali sinar kilat pedangnya berkelebat menyambar dan dua orang lagi pengeroyok roboh dibabat pedangnya.
Tiba-tiba tampak bayangan dua orang berkelebat dan di depan Siang Lan telah muncul dua orang yang berpakaian seperti tosu. Yang seorang bertubuh tinggi besar bermuka hitam, kedua tangannya memegang siang-to (sepasang golok) sedangkan orang kedua yang berusia sekitar enampuluh lima, beberapa tahun lebih tua daripada tosu pertama, berwajah pucat bermata sipit, rambutnya sudah putih semua dan tubuhnya tinggi kurus, memegang pedang di tangan kanan dan sebuah kebutan di tangan kiri.
Tosu pertama yang bermuka hitam membentak, “Hwe-thian Mo-li, iblis betina, engkau harus menebus kematian dua orang suteku dengan nyawamu!” Sepasang golok di tangannya menyambar dengan gerakan menggunting dari kanan kiri. Siang Lan cepat menggerakkan pedangnya menangkis ke kanan kiri.
“Trang-trangg !” Gadis itu merasa betapa tenaga tosu muka hitam ini jauh lebih kuat dari tenaga Perwira
Can sehingga akan merupakan seorang lawan yang cukup tangguh.
“Awas, Enci. Pendeta siluman muka hitam itulah yang menculikku!” teriak Li Ai yang masih dipegangi kedua lengannya oleh dua orang anak buah Perwira Can.
Memang Li Ai benar. Perwira Can tidak berani membunuhnya karena Li Ai mempunyai dua orang paman, adik-adik ayahnya, yang menjadi pembesar di kota raja dan kedudukan mereka lebih tinggi daripada kedudukan Perwira Can, maka kini ia hanya dipegangi dua orang anak buah tanpa diancam golok lagi.
Melihat betapa tangkisan pedang Siang Lan dapat membuat sepasang golok di tangan tosu muka hitam itu terpental, tosu kedua yang bermuka pucat berseru.
“Siancai! Tenaga saktimu boleh juga, Hwe-thian Mo-li!” Dan dia pun menyerang dengan pedang di tangan kanan yang menyambar ke arah leher Siang Lan disusul ujung bulu kebutan yang tiba-tiba menjadi kaku itu menotok ke arah ulu hati!
Sungguh berbahaya sekali serangan tosu bermua pucat itu. Cepat ia menggerakkan pedangnya untuk menangkis pedang lawan dan tangan kirinya dengan tenaga sin-kang menangkis bulu kebutan berwarna putih itu.
“Cringg plakk!” Siang Lan berhasil menangkis pedang dan kebutan, akan tetapi ia terdorong ke belakang
oleh tenaga yang amat kuat!
Tahulah ia bahwa tosu berwajah pucat ini memiliki tenaga sakti yang kuat bukan main dan merupakan lawan yang amat tangguh. Menghadapi dua orang lawan seperti itu dapat membahayakan dirinya. Akan tetapi gadis perkasa yang tidak pernah mengenal takut ini sama sekali tidak merasa gentar, bahkan ia lalu mengerahkan seluruh tenaga dan mengeluarkan semua jurus-jurus simpanannya untuk mengamuk melawan dua orang tosu yang lihai itu.
Sementara itu, Perwira Can dan anak buahnya yang merasa agak gentar terhadap Siang Lan, hanya mengepung dari jarak aman seolah hendak menutup jalan keluar gadis itu agar tidak mampu melarikan diri!
Siang Lan mengamuk mati-matian, namun ia segera terdesak karena kedua orang lawannya, terutama tosu muka pucat, memang memiliki tingkat kepandaian yang tinggi. Melawan tosu muka pucat itu saja belum tentu ia dapat menang, apalagi kini dikeroyok dua, padahal kepandaian tosu muka hitam itu juga hebat sekali.
Biarpun terdesak hebat, Siang Lan tidak mempunyai niat sedikit pun juga untuk melarikan diri. Tak mungkin ia melarikan diri dan meninggalkan Li Ai. Ia akan melindungi Li Ai sampai tidak mampu melawan lagi! Tekadnya yang besar ini membuat ia masih mampu bertahan, walaupun lebih banyak mengelak dan menangkis daripada balas menyerang.
Tiba-tiba terdengar suara berdebukan dan dua orang anak buah perajurit yang tadinya memegangi kedua lengan Li Ai, berteriak dan roboh tak dapat bergerak lagi!
Ternyata yang merobohkan mereka adalah seorang laki-laki setengah tua, berusia empatpuluh dua tahun, bertubuh sedang dan wajahnya tampan dan lembut, pakaiannya sederhana. Dia merobohkan dua orang yang tadi meringkus Li Ai hanya dengan tamparan dari jarak jauh dan kini dia melompat dengan ringannya ke sebelah Siang Lan.
“Hwe-thian Mo-li, lindungi dan larikan gadis itu dari sini, biar aku yang akan menghadapi dua orang sesat Pek-lian-kauw ini!” katanya lembut namun berwibawa.
Setelah berkata demikian, dia bergerak maju dan dengan hanya menggunakan ujung lengan bajunya yang panjang, dia menyambut serangan dua orang pendeta Pek-lian-kauw itu! Namun, tangkisan kain ujung lengan baju itu membuat senjata dua orang tosu itu terpental dan mereka merasa betapa tangan mereka tergetar hebat!
04.10. Mengapa Engkau Menangis?
Siang Lan yang telah melompat mundur, memandang penuh perhatian dan ia merasa heran sekali bagaimana orang itu dapat mengenal julukannya. Ia belum pernah melihat orang ini dan dari beberapa gebrakan saja tahulah ia bahwa orang itu memiliki ilmu kepandaian yang amat tinggi! Baru tiga jurus saja dua orang tosu itu sudah terdorong mundur! Ia menoleh dan melihat bahwa Li Ai sudah terbebas dari pegangan dua orang anak buah Perwira Can yang kini sudah menggeletak tak bergerak. Perwira Can yang memang sudah gentar terhadap Siang Lan, kini mengerahkan sisa anak buahnya untuk membantu dua orang tosu mengeroyok laki-laki yang menolong Siang Lan itu.
“Mari, Li Ai!” Ia berseru dan menyambar tubuh gadis itu, dibawanya lari ke arah dua ekor kuda mereka. Tak lama kemudian mereka berdua sudah melarikan kuda dengan cepat melanjutkan perjalanan menuju Lembah Selaksa Bunga.
Laki-laki yang menolong Siang Lan itu bukan lain adalah Sie Bun Liong! Peristiwa di malam jahanam di mana dalam keadaan setengah mabok dan terpengaruh racun perangsang, secara hampir tidak sadar dia telah melakukan perkosaan terhadap Hwe-thian Mo-li. Dia merasa amat menyesal dan duka, dan dia mengambil keputusan untuk menebus dosanya dengan melindungi Siang Lan dan menurunkan ilmunya kepada gadis itu agar kelak gadis itu dapat membalas dendam dan membunuh musuh besar yang telah menodainya, yaitu Thian-te Mo-ong atau dia sendiri!
Untuk dapat mencapai keputusannya ini dengan baik, dia harus menyamar menjadi dua orang, yaitu pertama menyamar sebagai Thian-te Mo-ong yang memakai topeng kayu dan kedua menyamar sebagai pelindung dengan nama Bu-beng-cu (Si Tanpa Nama)! Nama aselinya, Sie Bun Liong, tidak dipakainya lagi!
Melihat kehebatan lawan yang membela Hwe-thian Mo-li, dua orang tosu Pek-lian-kauw menjadi penasaran. “Tahan!” seru tosu berwajah pucat.
Mendengar ini, semua orang menghentikan perkelahian dan tosu itu memandang tajam penuh selidik kepada lawannya. “Siapakah engkau dan mengapa engkau mencampuri urusan kami? Kami sedang membantu pasukan yang hendak menangkap dua orang gadis yang mencuri harta milik keluarga Kui!”
Sie Bun Liong yang kini menggunakan nama julukan Bu-beng-cu, tersenyum menjawab terang. “Hwa Hwa, engkau seorang datuk masih suka memutar-balikkan fakta.”
“Engkau mengenal kami?” bentak tosu berwajah pucat yang bernama Hwa Hwa Hoat-su, datuk sesat yang jarang turun tangan sendiri karena sudah banyak saudara dan murid yang lebih muda mengurus semua masalah di Pek-lian-kauw.
“Tentu saja aku mengenal kalian, Hwa Hwa Hoat-su dan Hoat Hwa Cin-jin. Seperti kuatakan tadi, kalian memutar-balikkan kenyataan. Nona Kui Li Ai membawa hartanya sendiri, peninggalan Ayahnya, yang hendak merampok harta keluarga Kui adalah kalian orang-orang Pek-lian-kauw yang agaknya bekerja sama dengan pasukan yang menyamar ini!”
“Keparat, siapa engkau?” bentak Hoat Hwa Cin-jin, marah dan terkejut karena kerja sama Pek-lian-kauw dengan Perwira Can telah diketahui.
“Namaku tidak ada, sebut saja aku Bu-beng-cu!”
“Manusia sombong!” Tiba-tiba Hwa Hwa Hoat-su melemparkan kebutannya ke atas dan kebutan berbulu