"Kau juga menyintai pemuda ini Sio Wie ?” tanya wanita itu kepada anaknya sambil menuding kearah Tong Kiam Ciu.
Cit Sio Wte mengangguk sambil menempelkan tubuhnya kebahu Tong Kiam Ciu. Sedangkan Tong Kiam Ciu memegang bahu gadis itu hingga keduanya tampak saling berhimpitan bahu.
"Aku melarangnya dan sama sekali menentang perjodohan ini !” bentak wanita itu dengan suara lantang dan marah.
"Ibu !” seru Sio Wie dengan suara lantang pula.
"Sio Wie kau minggir ! seru ibunya dengan suara keras membentak "Ibu mengapa ibu begitu kejam ? Aku menyintai Tong Kiam Ciu, apapun yang akau terjadi !” seru Sio Wie dengan suara pasti.
"Tidak! Kau harus binasa!” seru ibu Sio Wie sambil mengirimkan pukulan maut kearah Tong Kiam Ciu.
Tetapi Tong Kiam Ciu berhasil mengelak hingga pukulan itu meleset mengenai tempat kosong, Namun ketika wanita itu akan mengulangi perbuatannya, tiba-tiba Sio Wie telah meloncat menghalangi.
"Jangan!” seru gadis itu sambil membantingkan kedua tangannya.
"Sio Wie minggir!” seru wanita itu seraya mengayunkan tangan kanannya dan menotok urat dibahu dan leher Sio Wie.
Tanpa menjerit, gadis itu lelah jatuh terduduk dengan tubuh lemas karena terkena totokan. "Enyahlah dari depanku sebelum aku menurunkan tangan kejam padamu!”
seru wanita itu Kepada Kiam Ciu.
Tetapi Kiam Ciu tidak menggubris peringatan itu. Tong Kiam Ciu meloncat menghampiri Sio Wie dengan maksud akan menolongnya.
"Wie moay!” seru Kiam Ciu.
Tetapi tiba-tiba terdengar suara angin pukulan menderu mendampar Kiam Ciu. "Wut! "Kiam Ciu menangkisnya dengan lengan tangan kanan dan terlempar beberapa tombak jauhnya. Karena merasakan bahwa tidak ada artinya menghadapi wanita itu maka Kiam Ciu melompat menjauhinya dan lari meninggalkan tempat itu. Dengan hati yang gundah Tong Kiam Ciu meninggalkan tempat yang selama sebulan lebih telah banyak berkesan dan berarti dalam hidupnya. Ditempat itu dia telah mendapat perawatan dari Sio Wie, ditempat itu dia telah mendapatkan arti kasih sayang dan ditempat itu pula hatinya telah dihancurkan oleh ibu gadis yang dicintai. Namun dia harus pergi dan harus menghindarkan kemungkinankemungkinan yang akan merugikan cita-citanya sendiri. Dia harus dapat menunaikan tugasnya dengan sebaik-baiknya. Harus dapat menunaikan tugas keluarganya membalas dendam terhadap musuh besar keluarganya.
Mengemban amanat suhunya.
Dengan ilmu meringankan tubuh dan mengetrapkan ilmu Cin-li-piauw-hong menuruni desa Cit Wi. Maka bagaikan terbang dengan cepat sekali Tong Kiam Ciu telah meninggalkan desa Cit Wi.
Beberapa saat kemudian tampaklah ibu Sio Wie juga mengejar. Tetapi belum seberapa jauh dia telah berhenti dan memperhatikan kelebatan bayangan Tong Kiam Ciu yang telah lenyap dibalik bayangan pepobonan yang gelap.
Tujuan utama Tong Kiam Ciu ialah menuju ke perbatasan propinsi Yunan.
mendaki pegunungan Tiam-cong-san. Dihalaukannya kepedihan hati yang memepatkan pikirannya itu. Dia telah bertekad untuk menemui seorang pertapa sakti di puncak Jit-liauw-hong. Karena dengan menemui pertapa tua itu dia akan mendapatkan suatu keterangan yang berharga. Keterangan ciri-ciri orang yang selama ini dicarinya sebagai musuh besarnya.
Ketika Tong Kiam Ciu merasa badannya sangat payah maka pemuda itu lalu istirahat di bawah sebatang pohon besar dan dari lembah telah bertiup angin kencang sekali. Terasa amat dingin dan tiupan angin itu begitu kencang bagaikan menyayat kulit wajah Tong Kiam Ciu.
Tubuh Tong Kiam Ciu menggigil karena dingin, digosok-gosokannya sepasang tapak tangannya untuk menimbulkan rasa hangat. Seolah-olah tangannya menjadi beku karena kedinginan. Ketika dia telah menggosokkan kedua tapak tangannya itu terasalah kebekuan itu menjadi hilang dan hangat perasaannya. Tiba-tiba Kiam Ciu dikejutkan dengan suara gemerisiknya daun terpijak. Maka Kiam Ciu memasang kewaspadaannya dan berdiri untuk menghadapi segala kemungkinan. Suara gemerisik itu bertambah dekat dan Kiam Ciu telah bertambah waspada. Ketika suara itu telah dekat benar, maka terasalah suara angin menerpanya.
Kiam Ciu telah siap siaga menghadapi serangan. Tetapi ketika dia menyaksikan kelebatan sebuah bayangan lewat samping tubuhnya, tetapi bayangan itu tidak menyerangnya. Bahkan menegurnya dengan suara lantang dan ramah sekali "Tong Siauwhiap. Aku khawatir kalau tidak dapat menyusulmu!” seru sosok tubuh itu yang tiada lain adalah Sio Cin.
Walaupun Tong Kiam Ciu dalam keadaan kalut, tetapi ketika berhadapan dengan Sio Cin tersenyum juga.
"Oh, kau, kukira.. .!” seru Tong Kiam Ciu.
"Tons siauwhiap, aku telah mengikuti jejakmu untuk menyampaikan biji Cusik padamu!” seru Sio Cin sambil mengangsurkan sebuah bungkusan kecil kepada pemuda itu. "Biji Cu-sik? Dari mana kau mendapatkannya ?” tanya Kiam Ciu.
"Dari Cit siocia” jawab Sio Cin.
"Cit Sio Wie? Bagaimana keadaannya sekarang?” tanya Kiam Ciu dengan suara gugup dan tangannya menerima bungkusan biji Cu-sik.
"Ibunya memang kejam, Cit siocia dalam keadaan tertotok lumpuh dan ketika dia teringat apa yang kau butuhkan untuk mendapatkan kitab Pek-seng-ki-su maka Cit siocia lalu menyuruhku untuk mengambil biji Cu-sik itu dan untuk diserahkan kepadamu” sambung Sio Cin sambil menunduk dan wajah dayang setia itu tampak sayu. "Lalu bagaimana sekarang keadaan Cit siocia?” tanya Kiam Ciu.
"Entahlah, aku tidak yakin benar keadaannya, Ketika kuterima biji Cu-sik maka aku segera pergi mengejarmu” jawab Sio Cin dan tiba-tiba saja wajah dayang setia itu tampak gelisah.
"Mengapa kau tampaknya begitu gelisah” kata Kiam Ciu.
"Lekaslah kau menyingkir, dan pergilah ke kota Pek-seng untuk menolong cucu Gan Hua Liong!” berkata gadis pelayan itu.
"Ya, tetapi.. Cit Sio Wie bagaimana keadaannya? Apakah pantas aku harus pergi pada saat dia dalam keadaan menderita?” sambung Tong Kiam Ciu tampak bimbang. "Sudahlah! Kau pergi dulu, Cit siocia serahkan saja kepada kami! Kau harus menunaikan tugasmu dulu!” seru Sio Cin menganjurkan kepada Tong Kiam Ciu.
Tanpa berpikir panjang lagi Tong Kiam Ciu telah memutar tubuh dan bermaksud untuk pergi meninggalkan Sio Cin. Tetapi tiba-tiba terdengar suara seorang wanita yang membentak Sio Cin.
"Sio Cin pantas kelakuanmu ya ?!” terdengar suara menegur pelayan setia itu. Baik Sio Cin maupun Tong Kiam Ciu telah mengenal dengan baik suara itu yang tiada lain adalah suara ibu Cit Sio Wie. Saat itu wajah Sio Cin tampak memucat. Pelayan itu telah dapat memastikan bahwa umurnya tidak panjang lagi. Dia akan binasa ditangan ibu Sio Wie. Karena memang wanita itu bersifat kejam sekali. "Sio Cin apa yang kau perbuat ?” bentak wanita itu dengan suara lantang dan matanya bersinar tajam dan membara.
Namun Sio Cin membisu, gadis pelayan itu menundukkan mukanya tanpa memberikan jawaban. Karena menurut pikiran gadis pelayan itu dijawab ataupun tidak akibatnya sama saja. Dia harus mati! Itu sudah menjadi peraturan dan Sio Cin paham benar dengan watak ibu Sio Wie.
"Tong Kiam Ciu, insyapilah bahwa kedatanganmu dikeluargaku kau membawa bencana maka tak ada jalan lain bagiku kecuali hanya untuk membinasakan dirimu dan tanpa ampun lagi” seru wanita itu dengan suara lantang dan menuding-nuding kemuka Tong Kiam Ciu.
Wajah Tong Kiam Ciu menjadi panas, kini dia merasa dirinya terlalu mendapat hinaan dari wanita itu, tanpa mengingat bahwa wanita itu adalah ibu Sio Wie maka Tong Kiam Ciu telah naik pitam. Sikap berdirinya telah berubah dan sepasang tangannya telah tergenggam disisi tubuh dan matanya bersinar.
Dengan tatapan pasti Tong Kiam Ciu memandang kearah ibu Sio Wie.
"Aku dan bibi belum pernah bertemu tiada ikatan permusuhan diantara kita, tetap mengapa bibi begitu berhasrat untuk membunuhku dan tampaknya sangat benci ?” tanya Tong Kiam Ciu dengan kata-kata yang masih sopan dan teratur.
"Karena aku ingin membinasakanmu!” bentak wanita itu masih menyembunyikan alasan-alasannya yang tepat.