"Teecu Kam Hong, hendak melaksanakan perintah Locianpwe, harap Locianpwe memberi berkah."
Setelah memberi hormat, dia lalu merendam boneka gosong itu dalam air. Kemudian, air rendaman itu dipergunakan untuk memandikan jenazah. Ci Sian yang merasa agak ngeri dan jijik, menjauh. Apalagi karena dia mengerti bahwa dia adalah "orang luar"
Dan tidak berhak ikut-ikut. Setelah memandikan jenazah itu dan membereskan kembali pakaian jenazah itu, Kam Hong berpendapat bahwa tidak baik membiarkan jenazah itu di tempat terbuka, maka dia lalu memondong jenazah itu dan dibawanya masuk ke dalam guha lebih kecil yang berada di sebelah kanan guha tempat dia dan Ci Sian bermalam. Guha ini juga diliputi es dan salju, jadi merupakan "peti"
Es yang lebih besar lagi.
"Ci Sian, aku harus mentaati perintah Locianpwe ini yang aku percaya adalah pembuat suling emas ini, sehingga dengan demikian agaknya beliau ini malah merupakan pencipta suling emas dan ilmu-ilmu yang bersangkutan dengan pusaka itu. Maka beliau ini terhitung nenek moyang perguruanku yang pertama! Maka, harap kau tidak mengganggu selama tiga hari tiga malam ini, karena aku hendak menjaganya seperti yang diperintahkannya itu."
Ci Sian mengerutkan alisnya, agak cemberut karena dia merasa betapa beratnya kalau dia selama tiga hari tiga malam harus sendirian saja, akan tetapi dia pun sudah membaca sendiri pesan itu maka dia mengangguk dan berkata,
"Baiklah, Paman. Itu urusan keluargamu. Aku akan menangkap burung, kelinci dan mencoba-coba untuk mencari jalan keluar dari tempat ini."
"Akan tetapi hati-hatilah, Ci Sian. Dan engkau berteriaklah kalau terjadi sesuatu. Biarpun aku sedang menjaga jenazah, kalau engkau terancam sesuatu tentu aku akan datang menolongmu."
Lenyaplah rasa tidak enak di dalam hati Ci Sian. Dia kini tidak cemberut lagi, bahkan tersenyum manis sekali. Baru dari ucapan itu saja dia sudah maklum bahwa sebetulnya, pada dasarnya, Kam Hong masih lebih sayang kepadanya daripada kepada mayat itu!
"Bagaimana dengan makan dan minummu selama tiga hari itu, Paman?"
Kam Hong tersenyum.
"Kalau engkau memperoleh sesuatu, taruh saja bagianku di dekatku tanpa bicara. Kalau aku lapar atau haus tentu akan kumakan dan kuminum."
"Baik, Paman."
Kata Ci Sian lalu dia pergi meninggalkan Kam Hong yang duduk bersila seorang diri di dekat jenazah. Setelah dia memandikan mayat itu, dia tadinya mengira tentu akan timbul petunjuk baru. Akan tetapi ternyata tidak terjadi apa-apa sehingga dia merasa heran. Pikirannya dikerahkan untuk menduga-duga, di mana kiranya mayat ini menyimpan ilmunya yang katanya dalam pesan terakhir itu agar dipelajarinya dengan hati bersih.
Apakah tersembunyi di dalam tubuhnya? Akan tetapi, ketika memandikan tubuh itu, dia tidak melihat sesuatu yang dapat dipergunakan sebagai petunjuk. Kini, untuk menggeledah badan mayat itu, dia merasa tidak berani karena betapapun juga, dia mempunyai perasaan menghormat terhadap jenazah orang yang selain telah mengangkatnya sebagai murid, juga diduganya merupakan nenek moyang perguruan Suling Emas itu. Dia tahu bahwa keadaan jenazah ini memang penuh rahasia, dan agaknya pengasuhnya sendiri, Sin-siauw Seng-jin, yang merupakan keturunan pengasuh kepercayaan nenek moyangnya dan bahkan yang menyimpan dan mewarisi ilmu-ilmu nenek moyangnya yang kemudian diturunkan kepadanya, agaknya juga tidak akan dapat memecahkan rahasia jenazah ini.
Sampai tiga hari tiga malam lamanya Kam Hong menjaga jenazah itu, tepat seperti yang diperintah-kan oleh tulisan jenazah itu pada boneka. Selama tiga hari tiga malam itu, dia sama sekali tidak pernah makan panggang daging yang setiap hari dihidangkan oleh Ci Sian. Bukankah jenazah itu memesan agar dia mempelajari ilmu-ilmunya dengan hati yang bersih? Dan untuk menjaga agar Ci Sian tidak kecewa atau menyesal, Kam Hong mengubur panggang daging itu di bawah salju, seolah-olah dia telah menghabiskan semua hidangan gadis itu. Pada hari ke empat, dia sudah merasa sangat yakin bahwa jenazah itu memang tidak meninggalkan suatu petunjuk apa pun, maka dia mengambil keputusan untuk menguburnya. Pagi hari ia berlutut didekat tubuh yang rebah telentang itu sambil berkata.
"Locianpwe, teecu telah memenuhi perintah Locianpwe, perkenankan hari ini teecu mengubur jenazah...."
Tiba-tiba dia menghentikan kata-katanya karena dia melihat sesuatu pada kuku-kuku jari tangan yang terletak di atas dada memegang boneka gosong itu. Pada kuku-kuku itu nampak ada huruf-hurufnya! Padahal pada hari-hari sebelumnya huruf-huruf itu belum ada! Hal ini dia ketahui benar karena dia sudah memeriksa seluruh bagian tubuh yang nampak, dan ketika dia memandikan jenazah itu pun dia melihat bahwa pada kuku yang panjang terpelihara itu tidak ada apa-apanya. Bagaimana kini dapat timbul huruf-huruf itu? Akan tetapi pikirannya yang cerdas itu segera dapat menangkap rahasianya. Tentu huruf-huruf itu ditulis oleh tinta istimewa yang baru timbul setelah tiga hari sesudah dicuci dengan air rendaman boneka gosong itu! Cepat diteliti dan dibacanya huruf-huruf itu dari kuku ibu jari sampai kuku kelingking.
"Muridku, salurkan tenaga "Yang"
Ke badanku agar aku tidak kedinginan."
Sungguh aneh, pikir Kam Hong. Mana mungkin jenazah merasa kedi-nginan? Memang aneh-aneh saja pesan dari jenazah ini, dan pantaslah kalau Ci Sian menganggapnya seorang badut yang suka mempermainkan orang, biar sudah mati sekalipun. Akan tetapi, karena ada rasa hormat yang mendalam terhadap jenazah itu, Kam Hong tidak merasa ragu-ragu lagi. Dia meletakkan kedua tangannya ke atas dada jenazah itu, kemudian dia mengerahkan tenaga "Yang"
Yaitu tenaga sin-kang yang mendatangkan hawa panas dan disalurkannya ke dalam tubuh itu melalui dada. Tubuh jenazah yang tadinya dingin itu perlahan-lahan menjadi hangat, makin lama menjadi semakin panas.
Pada saat itu, Ci Sian datang membawa hidangan panggang daging burung seperti biasanya. Karena sekarang sudah hari ke empat, maka dia pun berani memasuki guha mendekati Kam Hong, terheran-heran melihat betapa Kam Hong mengerahkan sin-kang disalurkan kepada tubuh jenazah itu. Apa yang hendak dilakukan oleh pendekar ini? Dia merasa heran dan juga ngeri. Bagaimana kalau mayat itu tiba-tiba dapat bangkit dan hidup kembali? Meremang bulu tengkuknya memikirkan kemungkinan yang tak masuk akal ini. Akan tetapi mengapa Kam Hong mengerahkan sin-kang sampai tubuhnya gemetaran ke dalam tubuh mayat itu. Tiba-tiba dia melihat sesuatu yang membuat menjerit.
"Heiii! Ada huruf-huruf timbul di punggung tangannya!"
Kam Hong juga melihat hal itu dan dia menjadi terkejut.
Tentu saja dia menghentikan pengerahan sin-kangnya dan sempat membaca sedikit tulisan pada punggung lengan tangan itu yang ternyata berisi catatan-catatan pelajaran ilmu yang aneh. Akan tetapi, baru sedikit dia membaca, huruf-huruf itu sudah memudar dan lenyap kembali. Padahal tadi amat jelas, yaitu ketika dia masih mengerahkan sin-kangnya. Maka dicobanya lagi. Begitu dia mengerahkan tenaga "Yang", huruf-huruf itu timbul kembali dengan jelasnya. Mengertilah kini Kam Hong. Dia lalu membuka jubah jenazah itu setelah memberi hormat, dan begitu dia mengerahkan tenaga sin-kang, maka pada dada, perut, dan lengan jenazah itu terdapat huruf-huruf yang disusun rapi, dimulai dari dada dekat leher terus me-nurun. Akan tetapi, untuk mengerahkan sin-kang sambil mempelajari huruf-huruf itu sungguh merupakan hal yang tidak mungkin. Maka dia lalu mencari akal.
"Ci Sian, engkau harus membantuku. Tanpa bekerja sama, tidak mungkin aku dapat mempelajari ilmu yang diwariskan oleh Locianpwe ini. Dan memang sesungguhnya beliau adalah nenek moyang perguruanku, pembuat suling emas ini."
"Bagaimana engkau bisa tahu, Paman?"
"Lihat, sedikit tulisan yang sampai kubaca tadi menyebutkan tentang pelajaran meniup suling!"
"Wah, untuk apa pelajaran meniup suling, Paman?"
"Aku ingin mempelajarinya. Maukah engkau membantuku, Ci Sian?"
"Tentu saja. Akan tetapi bagaimana aku dapat membantumu?"
"Aku akan mengerahkan sin-kang dan ketika huruf-huruf itu timbul, engkau mencatatnya dari permulaan dekat leher ke bawah."
"Hemm, dengan apa aku harus menulis? Tidak ada alat tulis...."