Suling Emas Naga Siluman Chapter 30

NIC

Dia menjadi girang sekali dan dengan tekun dia mempelajari ilmu ini, mendengarkan petunjuk-petunjuk dari Kam Hong dan akhirnya dia dapat membuat tubuhnya menjadi hangat, sama sekali tidak lagi menderita oleh serangan hawa dingin dari luar tubuhnya. Pada keesokan harinya, pagi-pagi sekali Ci Sian sudah keluar dari guha. Kam Hong masih duduk bersamadhi setengah tidur. Pendekar itu tidak tahu berapa lama Ci Sian pergi, akan tetapi ketika dia sudah bangun, dia melihat Ci Sian sudah membuat api unggun dan dara itu sedang membakar atau memanggang sesuatu yang sedap baunya. Kiranya Ci Sian sudah pandai membuat api dengan batu api dan bahan bakarnya, dan ketika Kam Hong mendekat, ternyata gadis cilik itu sedang memanggang daging, entah daging apa!

"Heii, darimana engkau memperoleh daging itu? Daging apakah itu?"

Ci Sian tertawa dan mengangkat kulit yang berbulu putih ke atas.

"Entah binatang apa, macamnya seperti kelinci, gemuk sekali, Paman dan baunya sedap, ya?"

Melihat kulit berbulu putih itu, Kam Hong menahan ketawanya dan tidak mau memberitahu kepada Ci Sian bahwa yang sedang dipanggangnya itu adalah daging tikus salju! Akan tetapi, dalam keadaan seperti itu, daging tikus pun baik saja untuk pengisi perut, daripada kelaparan.

"Paman, aneh sekali. Ketika tadi aku lewat di dekat jenazah itu dan melihat boneka hangus itu, ternyata pada tubuh boneka itu pun ada huruf-hurufnya."

"Eh....? Apa bunyinya?"

"Entah aku tidak membacanya. Aku tahu pasti huruf-huruf itu merupakan siasat baru dari badut itu untuk mempermainkan kita. Aku lebih tertarik mengejar kelinci ini daripada membaca tulisan tiada gunanya itu."

Malam tadi Kam Hong memang sudah amat tertarik untuk mencari tahu rahasia dari jenazah itu. Dia tidak percaya akan kelakar Ci Sian bahwa jenazah itu dahulunya adalah seorang badut yang sengaja hendak meninggalkan lelucon untuk mempermainkan orang lain. Tentu ada rahasia yang tersembunyi, terkandung dalam semua pesan yang ditinggalkan oleh jenazah itu.

Apakah dia yang keliru mengartikan pesan itu? Ah, tidak mungkin. Kalimat-kalimat pada dahi boneka itu tidak bisa diartikan lain. Mungkin orang lain akan merasa sayang kepada boneka itu. Ci Sian tidak rela boneka itu dibakar, akan tetapi anak perempuan itu hanya menyayangkan keindahan boneka itu saja, merasa sayang bahwa benda mainan yang demikian bagusnya dibakar! Akan tetapi orang lain, terutama orang-orang kang-ouw, setelah melihat tulisan itu yang menyebutkan bahwa boneka itu merupakan benda keramat yang mengandung pelajaran dahsyat, pasti akan menyimpannya dan berusaha untuk mencari rahasia pelajaran dahsyat itu. Akan tetapi dia tidak mau melakukan hal seperti itu. Dia adalah keturunan Suling Emas, dan dia sendiri sudah memiliki kepandaian peninggalan nenek moyangnya yang tinggi dan hebat, perlu apa dia menginginkan kepandaian lain?

Juga, dia tidak sudi melanggar pesan orang yang sudah mati. Kini, mendengar bahwa boneka yang dibakar sekian lamanya tetap utuh itu ada huruf-hurufnya, Kam Hong menjadi tertarik sekali. Tanpa berkata apa pun dia lalu meninggalkan Ci Sian yang masih sibuk memanggang daging "kelinci"

Sambil mengomel karena di situ tidak terdapat bumbu masak, dan sambil berloncatan dengan sebelah kaki, Kam Hong menuju ke tempat jenazah itu. Dia melihat jenazah itu masih rebah telentang seperti malam tadi, boneka itu masih terletak di atas dadanya, di antara tangannya seperti yang dia letakkan semalam, lalu dia mengamati boneka yang gosong itu. Benar! Ada huruf-huruf pada tubuh boneka itu! Agaknya huruf-huruf itu timbul setelah boneka itu terbakar! Sungguh aneh akan tetapi nyata!

Dia tahu benar bahwa ketika dia membakar boneka itu, tidak terdapat huruf apa pun pada tubuh boneka, kecuali pada dahinya itu. Cepat dia mengambil boneka gosong itu dan membersihkan angus dari tubuh boneka yang masih utuh. Bukan main girang hatinya ketika dia melihat bahwa huruf-huruf yang timbul setelah boneka dibakar itu merupakan kalimat yang urut dan dapat dibaca dengan mudah. Dia membersihkan seluruh tubuh boneka, kemudian mulai membaca dengan jantung berdebar tegang dan tertarik sekali. Makin lama, sepasang matanya makin terbelalak, mukanya pucat dan tangan yang memegang boneka itu menggigil. Lalu dia menggoyang-goyang kepala dan mengejap-ngejapkan kedua matanya seolah-olah tidak percaya akan apa yang dibacanya, lalu dibacanya lagi huruf-huruf yang tersusun rapi dari atas ke bawah di tubuh boneka itu.

"Mau membakar boneka pertanda jujur dan tidak tamak akan pusaka orang lain. Berarti berjodoh untuk mewarisi ilmu-ilmuku. Fa Sian sendiri pun tidak berhasil membujukku menyerahkan ilmu ini, kecuali hanya suling emas buatanku. Akan tetapi suling itu tanpa ilmu sejati, apa artinya? Muridku, rendamlah boneka itu dalam air, dan pergunakan airnya untuk memandikan jenazahku. Kemudian, pelajari semua ilmu yang ada padaku dengan hati yang bersih. Tunggui aku selama tiga hari tiga malam, baru boleh engkau menguburku. Mulai saat ini engkaulah muridku dan ahli warisku. SULING EMAS"

Dapat dibayangkan mengapa Kam Hong menjadi terbelalak lalu bengong seperti orang kehilangan ingatan saking bengong, heran dan kagetnya. Jenazah yang meninggalkan pesan itu menamakan dirinya sendiri Suling Emas! Padahal, bukankah Suling Emas itu adalah Pendekar Suling Emas bernama Kam Bu Song yang merupakan nenek moyangnya? Apakah.... apakah jenazah ini jenazah nenek moyangnya itu, jenazah Suling Emas Kam Bu Song? Ah, tidak bisa jadi! Nenek moyangnya itu meninggal dunia di utara, bukan di Pegunungan Himalaya. Dan pula, tulisan itu menyebutkan bahwa penulisnya yang bernama Suling Emas itu hidup di jaman Pendeta Fa Sian yang amat sakti itu hidup pada jaman sesudah Dinasti Cin atau pada kurang lebih tahun empat ratus, jadi sudah seribu empat ratus tahun kurang lebih. Sedangkan nenek moyangnya itu, Pendekar Suling Emas Kam Bu Song hidup dalam tahun sembilan ratus lebih.

Jadi ada selisih lima ratus tahunan antara penulis surat ini dan nenek moyangnya yang berjuluk Suling Emas itu. Penulis atau jenazah ini jauh lebih tua. Akan tetapi, jenazah ini menyebut-nyebut tentang suling emas. Suling emas yang dikatakan buatannya itu diberikan kepada Pendeta Fa Sian yang masyhur itu, pendeta yang amat sakti dan yang terkenal menjelajah sampai jauh ke luar Cina. Pendeta Fa Sian ini terkenal di seluruh dunia karena dia telah mencatat semua perjalanannya sehingga catatannya itu merupakan catatan sejarah yang amat penting. Ada, hubungan apakah antara jenazah ini dengan nenek moyangnya, Kam Bu Song? Dan ada hubungan apakah antara suling emas buatan jenazah ini yang diberikan kepada Pendeta Fa Sian itu dengan suling emas peninggalan nenek moyangnya yang kini terselip di ikat pinggangnya? Sampai bagaimanapun juga, Kam Hong tidak mungkin dapat menyelidiki pesoalan itu tanpa bahan-bahan.

Tidak ada hal yang lebih ajaib daripada hal yang telah terjadi secara "kebetulan". Dia tidak tahu bahwa memang suling emas yang berada di pinggangnya itu adalah buatan jenazah inilah! Kurang lebih seribu empat ratus tahun yang lalu! Dan memang pencipta ilmu-ilmu suling emas yang sejati adalah kakek yang kini membujur di depannya sebagai jenazah ini. Entah sudah berpindah tangan berapa puluh kali ketika suling emas itu terjatuh ke dalam tangan pendekar Kam Bu Song. Seperti dapat dibaca dalam cerita SULING EMAS, pendekar Kam Bu Song memperoleh suling itu di Pulau Pek-coa-to, dari tangan sastrawan terkenal Ciu Bun dan juga memperoleh kitab terisi sajak-sajak yang menjadi pelengkap suling emas itu dari tangan sastrawan besar Ciu Gwan Liong adik sastrawan Ciu Bun itu. Dan kedua orang sastrawan besar she Ciu ini menerima kitab sajak dan suling emas itu dari seorang tokoh manusia sakti yang dianggap dewa, yaitu Bu Kek Siansu!

Mungkin saja Bu Kek Siansu menerima suling emas itu dari orang lain, ataukah dari Pendeta Fa Sian sendiri? Tidak ada yang mengetahui karena memang apa pun boleh saja dan mungkin saja terjadi pada dua orang tokoh yang memiliki kesaktian tidak lumrah manusia itu, yaitu Pendeta Fa Sian dan Bu Kek Siansu! Kakek pembuat suling emas itu telah lenyap dari dunia selama seribu empat ratus tahun, dan kini secara kebetulan yang amat aneh sekali, kakek itu, dengan jasad yang masih utuh, telah berhadapan dengan ahli waris suling emas buatannya itu, ahli waris yang terakhir dan yang memegang suling emas itu! Bagaikan orang yang kehilangan ingatan Kam Hong masih memegangi boneka itu dan entah sudah berapa kall dia membaca tulisan itu, ketika Ci Sian datang membawa panggang daging.

"kelinci"nya dengan wajah berseri.

"Paman, sarapan dulu! Eh, mengapa engkau melamun? Lelucon apa lagi yang ditulis oleh badut kuno itu?"

Suara bening merdu ini menyeret Kam Hong kembali ke alam kenyataan. Dia menoleh, tersenyum dan menaruh kembali boneka gosong itu ke atas dada jenazah, lalu menghampiri Ci Sian sambil berkata.

"Ada perintah baru dari Locianpwe ini. Baiklah kita sarapan, dan akan kuceritakan kepadamu suatu keanehan yang benar-benar ajaib sekali, Ci Sian."

Mereka lalu makan panggang daging tikus salju itu yang terasa sedap karena memang di situ tidak ada apa-apa lagi untuk dijadikan perbandingan. Setelah makan dan minum air cairan es, dan mencuci tangan, barulah Kam Hong menceritakan tentang tulisan pada boneka gosong itu. Ci Sian mendengarkan dengan ragu-ragu karena dia sudah curiga saja kalau-kalau pamannya ini akan menjadi korban lelucon permainan yang ditinggalkan oleh jenazah badut itu! Akan tetapi ketika dia mendengar tentang suling emas, membuat dia mengerutkan alisnya dan terheran-heran.

"Suling Emas? Paman Kam, bukankah engkau juga memiliki suling emas itu?"

Kam Hong mengangguk dan mencabut sulingnya. Nampak sinar keemasan berkilat dan pendekar ini. mengangkat sulingnya ke atas.

"Bukan hanya memiliki suling pusaka ini, Ci Sian, bahkan kepadamu aku tidak perlu merahasia-kan bahwa aku adalah keturunan terakhir dari Pendekar Sakti Suling Emas"

"Ahhh....!" "Kenapa?"

"Aku pernah mendengar dari mendiang Kong-kong, kiraku hanya nama dalam dongeng saja...."

"Bukan dongeng, Ci Sian. Pendekar Suling Emas bernama Kam Bu Song dan menjadi nenek moyangku. Maka dapat kau mengerti betapa anehnya penemuan ini! Locianpwe ini, seperti dapat kita baca pada pesanannya, memakai nama Suling Emas dan bahkan mengaku dialah pembuat suling emas! Membuat aku berpikir-pikir apakah hubungan Locianpwe ini dengan nenek moyangku? Dan apakah suling emas buatannya yang dimaksudkan ini adalah suling yang kini menjadi milikku ini?"

Ci Sian yang merasa tertarik sekali ikut pula membaca huruf-huruf pada tubuh boneka itu, yang kembali dibaca oleh Kam Hong untuk ke sekian kalinya. Setelah ikut membaca, Ci Sian berkata dengan nada suara bersungguh-sungguh, tidak lagi memandang rendah kepada jenazah itu.

"Paman, mengapa tidak kau taati perintahnya? Ternyata dia tidak main-main! Mungkin suling emas yang diberikan olehnya kepada Pendeta Fa Sian itulah yang terjatuh ke tangan nenek moyangmu dan kini menjadi milikmu. Akan tetapi ilmu yang disebut-sebutnya itu, sepatutnya kau pelajari. Sekarang engkau telah menjadi murid dari Locianpwe ini, Paman! Engkau memang berjodoh dengan dia. Buktinya, engkaulah yang berkeras hendak membakar boneka itu. Kalau aku, aku tadinya merasa sayang, dan kalau menurut aku tentu boneka itu tidak akan pernah kubakar."

Kam Hong mengangguk.

"Memang benar ucapanmu, Ci Sian. Aku juga hendak mentaati perintahnya."

Kam Hong lalu menjatuhkan diri berlutut di depan jenazah yang rebah telentang itu, kemudian berkata,

Posting Komentar