Suling Emas Naga Siluman Chapter 23

NIC

Kata Kam Hong sambil melangkah maju dan menarik lengan gadis cilik itu. Pada saat itu, tiga orang wanita lainnya sudah berloncatan mendekat. Wanita baju kuning, yang tertua dan tercantik, dan yang agaknya menjadi pimpinan mereka, sudah mencabut pedangnya, diikuti oleh dua orang temannya dan juga oleh A-ciu yang mukanya menjadi merah sekali, bukan hanya merah karena marah akan tetapi juga merah karena bekas pukulan-pukulan Siauw Goat tadi.

"A-kiauw, engkau di sebelah kanannya!"

Perintahnya dan wanita baju merah sekali meloncat sudah berada di sebelah kanan Kam Hong.

"A-bwee, engkau di sebelah kirinya!"

Perintahnya lagi dan wanita baju biru meloncat ke sebelah kiri Kam Hong.

"A-ciu, engkau di belakangnya! Kita membentuk Barisan Segi empat, kalian tahu apa yang harus dimainkan!"

Bentak lagi A-hui, wanita baju kuning yang menjadi pimpinan itu. Kam Hong hanya berdiri dengan tenang, tidak bergerak, agak menunduk dan lebih menggunakan ketajaman pendengarannya untuk mengikuti gerak-gerik mereka daripada menggunakan matanya. Suasana menjadi menegang-kan sekali. Sim Tek dan Sim Hong Bu memandang dengan mata terbelalak penuh perhatian, juga Siauw Goat amat tertarik. Anak ini mulai dapat menduga bahwa kalau tadi dia berhasil memukuli wanita baju hijau seenaknya dan semau hatinya, hal itu tentu karena bantuan sastrawan itu!

Dia adalah anak yang semenjak kecil mempelajari ilmu silat, maka dia dapat mengerti akan hal itu dan kini dia memandang penuh harap kepada Kam Hong ka-rena dia dapat menduga bahwa empat orang wanita itu memang lihai sekali. Apalagi kalau diingat betapa semua piauwsu telah tewas oleh mereka ini, hatinya menjadi sakit bukan main. Tiba-tiba terdengar lengking dahsyat dan A-ciu telah menyerang dengan tusukan pedangnya ke arah punggung Kam Hong, disusul lengkingan-lengkingan lain berturut-turut karena A-hui, A-kiauw, dan A-bwee juga sudah menggerakkan pedang mereka melakukan serangan kilat. Hebatnya, serangan mereka itu berbeda-beda sifat dan sasarannya. A-hui memutar pedang menyerang dari depan seperti gelombang mengamuk, A-kiauw menyerang dengan loncatan ke atas seperti petir menyambar-nyambar,

A-bwee menyerang dari bawah seperti serangan ular sakti, dan A-ciu menyerang dengan gerakan lurus dan bertubi-tubi ke arah tubuh bagian tengah. Tiba-tiba dengan gerakan cepat sekali dengan tangan kirinya walaupun seluruh tubuh masih nampak tenang sekali, Kam Hong telah mengeluarkan sesuatu dari balik jubahnya. Ketika tangan kirinya bergerak, seperti bermain sulap saja nampak sinar putih yang lebar berkelebat dan sinar ini digerakkan oleh tangan kirinya ke belakang, kiri, kanan dan depan. Dan gerakan-gerakan itu ternyata dapat menangkis semua serangan empat pedang lawan! Ketika empat orang wanita itu merasa betapa pedang mereka membalik oleh tenaga yang amat kuat, mereka melangkah mundur untuk mengatur posisi sambil memandang.

Kiranya sinar putih lebar tadi adalah gerakan sebuah kipas putih yang kini dipegang oleh tangan kiri Kam Hong dan dibeberkan lalu dipakai untuk mengipasi lehernya seolah-olah pemuda sastrawan ini merasa kegerahan! Padahal, berdiri tegak dengan kipas terpentang lalu dikipas-kipaskan di leher itu merupakan pasangan pembukaan dari ilmu silat kipas Lo-hai San-hoat (Ilmu Kipas Pengacau Lautan)! Ilmu ini merupakan satu di antara ilmu-ilmu warisan keluarga Suling Emas, satu di antara ilmu-ilmu yang amat diandalkan dan yang dahulu pernah mengangkat tinggi nama Pendekar Sakti Suling Emas! Ketika sejenak kipas itu berhenti mengebut, empat orang wanita yang kini bergerak melangkah perlahan mengelilinginya itu dapat membaca huruf-huruf indah yang tertuliS di permukaan kipas putih itu. :

"Hanya yang kosong dapat menerima tanpa meluap hanya yang lembut mampu menerobos yang kasar Yang merasa cukup adalah yang sesungguhnya kaya raya!"

Huruf-huruf indah yang membentuk kata-kata itu ditulis oleh Kam Hong dan kalimat-kalimat itu adalah kalimat yang sering dipergunakan oleh gurunya, yaitu Sai-cu Kai-ong, keturunan dari para to-koh Khong-sim Kai-pang (Perkumpulan Pengemis Hati Kosong). Isinya membayangkan sifat dari perkumpulan pengemis itu dan mengandung pelajaran atau pesan bahwa untuk dapat belajar dan menerima pengertian-pengertian baru hati dan pikiran haruslah kosong. Mata dan telinga yang memandang atau mendengar secara kosong, yaitu tanpa adanya pendapat yang muncul dari pengetahuan-pengetahuan yang bertumpuk dalam pikiran, dapat melakukan penelitian dan penyelidikan, dapat waspada dan mempelajari sampai sedalam-dalamnya segala persoalan yang dihadapinya.

Orang yang merasa dirinya penuh dengan pengetahuan dan kepintaran adalah seperti katak dalam tempurung, seperti gentong kosong yang hanya nyaring suaranya saja. Demikian pula, kekasaran dan ketakutan mudah bertemu lawan, mudah patah dan menimbulkan kekerasan, sebaliknya kelembutan mampu menerobos segala sesuatu. Kalimat terakhir menggambarkan keadaan pengemis Khong-sim Kai-pang. Biarpun dinamakan pengemis, orang yang semiskin-miskinnya di antara semua tingkat kehidupan, namun karena tidak pernah mengeluh, tidak pernah membandingkan, tidak pernah merasa kurang maka tidak menimbulkan iri hati dan karena merasa cukup itulah maka dia tidak menginginkan apa-apa lagi dan orang beginilah yang patut disebut kaya raya. Sebaliknya, betapa pun kaya-rayanya seseorang, kalau dia itu masih selalu merasa tidak cukup, maka dia akan berusaha memperbesar kekayaannya itu tanpa mempedulikan jalan kotor apa yang ditempuhnya!

A-hui mengeluarkan bentakan nyaring secara tiba-tiba dan empat orang wanita yang tadinya berjalan mengelilingi Kam Hong itu tiba-tiba melakukan penyerangan. Serangan mereka cukup dahsyat dan teratur rapi, karena memang mereka mempergunakan Barisan Segi empat yang amat teratur. Pedang mereka gemerlapan dan menyambar-nyambar seperti halilintar, mengeluarkan suara berdesing dan angin serangan yang membuat rambut dan ujung pita rambut Kam Hong dan ujung kuncir Kam Hong berkibar itu membuktikan betapa kuatnya sin-kang dari empat orang wanita itu. Namun Kam Hong menghadapi mereka dengan tenang. Tubuhnya tidak banyak berloncatan, hanya berputaran ke sana-sini dengan langkah-langkah kaki yang amat tegap, kipasnya bergerak cepat, kadang-kadang menjadi sinar yang membentuk perisai atau benteng melindungi tubuhnya sehingga semua serangan pedang itu gagal tertangkis dan membalik.

Kadang-kadang kipas itu tertutup dan dipergunakan untuk membalas serangan lawan, dengan totokan-totokan ujung kipas ke arah jalan darah yang penting, kadang-kadang dibuka dan dalam keadaan terbuka ini pun dapat dipergunakan untuk mengebut ke arah muka lawan sehingga beberapa kali empat orang wanita itu gelagapan sukar bernapas karena tiupan angin keras dari kipas itu ke arah muka mereka! Pertempuran itu berlangsung dengan amat serunya dan gerakan empat orang wanita itu makin lama makin cepat, mereka bertukar-tukar tempat dan posisi sehingga seolah-olah mereka itu beterbangan mengelilingi Kam Hong yang masih bergerak dengan tenang. Menyaksikan pertandingan yang amat hebat ini, berkali-kali Sim Tek menarik napas panjang saking kagumnya.

"Paman, sastrawan itu hebat sekali, ya?"

Pamannya mengangguk tanpa melepaskan pandang matanya dari pertarungan itu.

"Bukan main lihainya, hanya dengan kipas.... dan empat orang wanita itu amat tangguhnya...."

"Mana lebih lihai antara dia dan Pendekar Siluman Kecil, Paman?"

Pamannya menggeleng-geleng kepala.

"Tidak tahu.... tidak tahu...."

Katanya penuh kagum karena kini gerakan kipas makin menghebat dan membuat empat orang wanita itu terdesak dan gerakan mereka terpaksa makin melebar.

"Siapa Siluman Kecil itu? Apa sih kehebatannya?"

Tiba-tiba Siauw Goat yang berdiri tidak jauh dari Hong Bu, bertanya sambil mendekat, akan tetapi seperti yang lain, dia juga masih terus menonton pertempuran itu. Sejenak Hong Bu menoleh kepada Siauw Goat, alisnya berkerut seperti orang marah mendengar betapa Siluman Kecil, pendekar yang dijunjung tinggi dan dikaguminya sejak kecil itu kini dipandang rendah orang.

"Pendekar Siluman Kecil adalah pendekar nomor satu di kolong langit, kepandaiannya tidak ada yang mampu melawannya!"

Demikian dia berkata dan kembali dia memandang ke arah pertempuran yang menjadi semakin seru itu.

"Tidak mungkin!"

Siauw Goat membantah.

"Pendekar nomor satu di kolong langit adalah mendiang Kong-kongku, kemudian nomor dua adalah dia itu!"

Dia menunjuk kepada bayangan Kam Hong, kemudian tiba-tiba dia mendapatkan suatu pikiran yang dianggapnya amat baik dan berteriaklah gadis cilik itu,

"Heii, Paman Kam, lekas selesaikan pertandingan itu agar engkau dapat diadu dengan Pendekar Siluman Kecil!"

Bukan hanya Kam Hong yang terkejut sekali mendengar kata-kata dan disebutnya nama Pendekar Siluman Kecil itu, bahkan empat orang lawannya yang sudah terdesak juga amat terkejut dan mereka itu berloncatan mundur.

"Tahan!"

Seru A-hui sambil melintangkan pedangnya di depan dada. Keringatnya bercucuran membasahi seluruh tubuhnya, demikian pula dengan tiga orang temannya. Kam Hong berhenti bergerak dan pemuda sastrawan ini tidak kelihatan lelah sama sekali.

"Pernah apakah engkau dengan Pendekar Siluman Kecil?"

Kam Hong tersenyum dan menggeleng kepala.

"Bukan apa-apa."

"Tapi setan cilik itu tadi hendak mengadumu dengan Siluman Kecil. Apakah engkau musuhnya?"

"Hemm, perempuan kejam, jangan kau bicara sembarangan! Pendekar Siluman Kecil adalah seorang pendekar kenamaan yang budiman, mana mungkin aku memusuhinya? Sudahlah, kalian lekas pergi dan jangan mengganggu siapa pun. Kalau tidak, mengingat bahwa engkau telah membunuh banyak orang dalam rombongan piauwsu itu, kalian harus dihukum...."

"Paman Kam, bunuh saja mereka iblis-iblis betina itu!"

Siauw Goat berteriak lagi. Empat orang wanita itu menjadi marah dan serentak mereka menyerang lagi.

"Katakan siapa engkau baru kami mau sudah!"

Teriak A-hui sambil menggerakkan pedang diikuti oleh tiga orang temannya.

"Pergilah....!"

Tiba-tiba Kam Hong membentak dan nampak sinar kuning keemasan yang berkeredepan menyilaukan mata, disusul bunyi nyaring empat kali dan empat orang wanita itu terjengkang ke belakang, pedang mereka terlepas dan terjatuh ke atas salju! Mereka terbelalak memandang kepada pemuda sastrawan itu yang kini berdiri dengan gagahnya, tangan kiri masih memegang sebatang kipas yang dikembangkan, dan tangan kanan tahu-tahu telah memegang sebatang suling terbuat daripada emas yang berkilauan.

"Suling Emas....?"

A-hui merangkak bangun dan memandang kepada suling di tangan sastrawan muda itu dengan mata terbelalak. Nama Pendekar Suling Emas pada waktu itu hanya sebagai dongeng pahlawan kuno belaka, dan biarpun pernah dihebohkan oleh dunia kang-ouw bahwa Pendekar Suling Emas meninggalkan pusaka-pusaka, namun karena tidak ada yang berhasil mencarinya maka lambat laun berita itu lenyap ditelan waktu. Dan kini muncul seorang sastrawan muda yang bersenjata suling dan kipas secara lihai sekali, mirip dengan tokoh pendekar kuno itu! Empat orang wanita itu kini sudah bangkit, menyeringai kesakitan dan mengambll pedang masing-masing, tidak berani banyak lagak lagi dan A-hui lalu menjura ke arah Kam Hong.

"Kepandaian Taihiap sungguh hebat, kami mengaku kalah. Kami adalah utusan-utusan dari Sam-thai-houw, kami dikenal sebagai Su Bi Mo-li (Empat Iblis Cantik). Agar kami dapat menyampaikan pelaporan kami kepada Sam-thai-houw (Ibu Suri ke Tiga), maka harap Taihiap sudi memberitahukan nama dan...."

"Kalian sudah melihat suling emas, nah, cukup dan pergilah!"

Kata Kam Hong dan sekali menggerakkan kedua tangannya, suling emas dan kipas sudah lenyap di balik bajunya.

"Suling Emas....?"

Kembali A-hui tergagap dan dia lalu memberi isyarat, mengajak teman-temannya pergi dari situ setelah menjura ke arah Kam Hong.

"Enaknya pergi begitu saja!"

Siauw Goat berteriak dan dia sudah mengepal salju dan dilontarkannya bola salju itu ke arah A-hui. A-hui menoleh, kebetulan dia bertemu pandang mata dengan Kam Hong dan dia tidak berani mengelak.

"Plokk!"

Bola salju mengenai mukanya sehingga berlepotan salju. Dia hanya mengusap salju itu dan membalikkan tubuh, pergi bersama teman-temannya dengan muka menunduk.

"Paman, kenapa engkau tidak membunuh mereka?"

Siauw Goat menegur Kam Hong. Akan tetapi Kam Hong tidak menjawab, melainkan balas bertanya,

Posting Komentar