Suling Emas Chapter 78

NIC

"Lihiap benar-benar hebat sekali, membuat orang kagum!"

Akan tetapi ia menjura bukan sembarang menghormat karena diam-diam ia menggunakan tenaga dalam untuk melancarkan pukulan yang amat kuat. Lu Sian kaget. Tentu saja ia sudah bersiap sedia dan sudah pula menduga bahwa ketua baru Khong-sim Kai-pang ini mungkin melakukan serangan gelap berselimut penghormatan, akan tetapi ia sama sekali tidak mengira bahwa tenaga serangan gelap itu akan sehebat ini. Ia merasa dadanya sesak. Cepat-cepat ia mengerahkan tenaga untuk melawan dorongan tenaga yang tak tampak itu, dan legalah hatinya bahwa ia berhasil mendorong mundur hawa pukulan Pouw Kee Lui. Akan tetapi pada saat keduanya bersitegang mengerahkan tenaga dan pada saat Lu Sian merasa lega karena mengira bahwa tenaga dalamnya dapat menolak mundur lawan sehingga perasaan ini membuat ia agak lengah, tiba-tiba tangan kanan Pouw Kee Lui menyambar kedepan dan tahu-tahu lengan kiri Lu Sian sudah kena dicengkeram!

Lu Sian terkejut bukan main, tak pernah mengira lawan ini selicik itu karena biasanya orang yang saling mengadu tenaga lwee-kang seperti mereka itu, sama sekali tidak mengandung lain pikiran untuk melakukan serangan gelap seperti yang dilakukan ketua pengemis ini. Dicengkram lengan kirinya, Lu Sian merasa sakit sekali, seakan-akan dari telapak tangan kanan Pouw Kee Lui keluar api yang mengalir masuk melalui pergelangan tangannya yang dicengkram. Ia kaget dan marah, lalu menggerakkan pedang ditangan kanannya dibacokkan kearah muka lawan. Namun tenaga bacokan ini berkurang karena ia merasa tangan kirinya sakit sekali. Agaknya Si Ketua Pengemis menambah tenaga cengkeramannya. Begitu hebatnya rasa nyeri sehingga bacokan Lu Sian tidaklah sehebat yang ia inginkan. Dengan tangan kirinya yang dibuka jari-jarinya, Pouw Kee Lui menangkis, tepat mengenai tangan kanan Lu Sian yang memegang pedang.

Begitu keras tangkisan ini sehingga terpaksa Lu Sian melepaskan pedangnya yang meluncur kesebelah kanannya, kearah karung yang bersandar disudut belakang arca! Ini saja sudah membuktikan kehebatan tenaga dan kepandaian Pouw Kee Lui yang sekaligus sambil menangkis serangan pedang, dapat membuat pedang lawan menyerang "karung"

Itu. Tepat seperti yang diduganya, karung itu bukan benda mati Karena tiba-tiba karung itu mencelat keatas dan pedang Toa-hong-kiam yang menyambarnya itu terpental dan menancap pada lengan patung. Karung itu sendiri setelah jatuh diatas lantai, membal lagi keatas dan hinggap diatas kepala arca itu, bergoyang-goyang akan tetapi tidak jatuh kebawah. Sementara itu, sejenak Lu Sian terkejut sekali oleh kelihaian ketua baru Khong-sim Kai-pang ini.

Namun ia segera mengerahkan khikang, tubuhnya merendah dan tangan kanan dengan jari terbuka menghantam pusar lawan sambil tangan kirinya yang masih dicengkram itu ditarik keras. Hebat sekali serangan yang bersifat ganas ini, serangan maut dengan pukulan dari ilmu silat Sin-coa-kun (Ilmu Silat Ular Sakti) ditambah pengerahan tenaga sakti dan suara teriakan yang mengandung khi-kang. Pouw Kee Lui juga kaget, terpaksa melepaskan pegangannya dan mencelat mundur. Lu Sian sudah menyambar pedangnya yang menancap di lengan arca, dengan kemarahan meluap ia sudah siap lagi menghadapi lawannya yang tangguh, tangan kirinya diam-diam mengambil segenggam Siang-tok-ciam.

Pouw Kee Lui kagum menyaksikan kepandaian Lu Sian. Akan tetapi ia tahu, bahwa menghadapi gadis jelita ini, ia takkan kalah. Yang membuat ia ragu-ragu adalah setan karung itu, yang ia belum ketahui siapa, bahkan belum ia ketahui apakah isinya, manusia, binatang, ataukah setan? Akan tetapi ia dapat menduga bahwa yang berada dalam karung itu memiliki kepandaian yang amat tinggi, lebih tiggi daripada kepandaian nona ini, bahkan belum tentu ia sendiri mampu menandinginya. Melihat munculnya tokoh rahasia ini tepat pada waktu Lu Sian datang mewakili Tan Hui, Ketua Khong-sim Kai-pang ini menjadi curiga dan ia berlaku lebih hati-hati. Seperti biasa, Pouw Kee Lui orangnya cerdik, dapat melihat gelagat dan tidak mau sembrono.

"Tahan dulu, Nona!"

Ia berseru melihat lawannya sudah siap hendak menerjangnya lagi, bahkan siap dengan jarum-jarum rahasia ditangan kiri. Ketika ia memeriksa luka akibat jarum merah yang wangi itu, ia sudah terheran dan menduga-duga, dari golongan mana wanita cantik yang menggunakan jarum beracun harum dan berwarna merah.

Lu Sian juga bukan seorang bodoh. Ia tahu bahwa ketua baru yang masih muda ini benar-benar amat lihai, dan ia masih belum tahu pula apakah atau siapakah adanya karung yang dapat bergerak aneh bahkan yang tidak termakan oleh pedangnya, yang dapat mengeluarkan hawa pukulan membikin roboh para pimpinan pengemis yang mengeroyoknya tadi dan sekarang masih bergoyang-goyang diatas kepala arca. Menghadapi seorang seperti Pouw Kee Lui, ia tidak boleh berlaku nekat dan sembrono. Maka ia pun menahan serangannya, memandang dengan mulut, hatinya masih mendongkol karena pergelangan tangan kirinya, masih terasa nyeri bekas cengkeraman Pouw Kee Lui yang kuat.

"Nona, terus terang saja, diantara kau dan aku tidak terdapat permusuhan apa-apa, bahkan selamanya baru kali ini kita saling jumpa. Urusan antara kami dan Hui-kiam-eng Tan Hui adalah urusan perkumpulan yang kupimpin, bukan urusanku pribadi, melainkan urusan Khong-sim Kai-pang. Oleh karena itu, untuk menghindarkan kesalahpahaman, bolehkah kami bertanya, siapakah Nona yang datang mewakili Tan Hui, dari golongan mana dan apa sebabnya mewakili Hui-kiam-eng Tan Hui yang tidak berani datang sendiri?"

Lu Sian tersenyum mengejek. Setelah ia mendapat kenyataan bahwa ketua baru ini seorang lihai, pula disitu masih banyak terdapat pimpinan Khong-sim Kai-pang yang juga tidak boleh dipandang ringan kalau mereka maju mengeroyok, perlu ia mempergunakan nama Beng-kauw. Maka jawabnya dengan suara lantang.

"Dari golongan mana datangku, tak perlu kusebut-sebut karena terlampau besar untuk dibandingkan dengan perkumpulan segala macam jembel busuk. Akan tetapi kalau hendak mengetahui namaku, aku adalah Liu Lu Sian, adapun Ayahku adalah Pat-jiu Sin-ong Liu Gan..."

"Beng-kauwcu (Ketua Beng-kauw)...?"

Pouw Kee Lui memotong cepat dan kaget.

"Betul. Nah, kau mau bicara apalagi?"

Lu Sian berkata dengan suara angkuh.

"Aku mendengar bahwa puteri Beng-kauwcu telah menikah dengan Kam-goanswe...?"

"Sekarang tidak lagi!"

Lu Sian cepat memotong.

"Nah, sekarang kau mau serahkan puteri Hui-kiam-eng atau kita lanjutkan pertandingan?"

Pouw Kee Lui tersenyum. Tentu saja ia tidak takut menghadapi Lu Sian. Akan tetapi setelah ia mengetahui bahwa wanita ini adalah puteri Beng-kauwcu, ini lain lagi soalnya! Tentu saja ia tidak boleh main-main dengan Pat-jiu Sin-ong Liu Gan, ketua dari Beng-kauw! Tidak nanti ia mau mengorbankan diri untuk membela anak buah Khong-sim Kai-pang, perkumpulan pengemis yang baru saja ia pimpin. Ia merebut kedudukan pangcu bukan karena ia terlalu mencinta para pengemis.

"Ah, kiranya puteri Beng-kauwcu! Diantara kita orang segolongan, perlu apa terjadi pertengkaran tiada artinya?"

"Kita bukan segolongan! Dan jangan kira aku datang untuk mengemis kebaikanmu. Aku bukan pengemis!"

Kembali Pouw Kee Lui tersenyum. Tidak terasa sakit hatinya karena ia sendiri pun tidak merasa sebagai pengemis biarpun ia mengepalai perkumpulan pengemis. Akan tetapi para pimpinan Khong-sim Kai-pang melototkan mata, karena mereka sebagai tokoh-tokoh pengemis merasa terhina.

"Biarlah kukembalikan anak Hui-kiam-eng, karena mengingat persahabatan dengan Pat-jiu Sin-ong!"

Sambil berkata demikian, Pouw Kee Lui menoleh kearah arca dan alangkah kagetnya melihat bahwa setan karung tadi sudah tidak berada lagi ditempat itu. Entah kemana perginya! Ia meresa heran dan penasaran.

Dengan kepandaiannya yang tinggi, bagaimana ia sampai tidak dapat melihat perginya mehluk aneh dalam karung itu? Ia menduga bahwa tentu karung itu terisi manusia sakti dari Beng-kauw yang terkenal dengan tokoh-tokohnya yang sakti. Ia menghela napas. Baiknya ia berlaku hati-hati. Kalau ia sampai berlaku ceroboh dan melanjutkan permusuhan dengan wanita ini, biarpun ia akan dapat menangkan Lu Sian, tapi tentu ia akan berhadapan dengan tokoh-tokoh Beng-kauw dan tentu setan karung itu seorang tokoh Beng-kauw yang akan membantu Lu Sian. Ia memberi isyarat kepada seorang anggota kai-pang yang cepat masuk kebelakang kuil itu dan tak lama kemudian orang itu datang kembali menuntun seorang anak perempuan. Anak itu berusia lima tahun, wajahnya cantik dan masih kecil sudah tampak sifat kegagahannya karena anak itu tidak menangis, hanya dengan sepasang matanya yang bening memandang kearah Lu Sian. Lu Sian tersenyum kepada anak itu.

"Anak baik, mari kau ikut aku pulang menemui Ayahmu."

Akan tetapi anak itu diam saja, bergerak maju pun tidak, hanya memandang dengan penuh pertanyaan dan ragu-ragu, agaknya tidak percaya kepada Lu Sian. Akan tetapi ketika Lu Sian memondongnya, anak itu pun menurut saja, tidak membantah.

"Nah, sudah beres urusan kita, aku pergi Pouw-pangcu!"

Kata Lu Sian sambil melangkah keluar.

"Harap sampaikan hormatku kepada Beng-kauwcu!"

Kata Pouw Kee Lui tanpa mempedulikan sikap para pembantunya yang kelihatan penasaran. Setelah Lu Sian pergi jauh tak tampak bayangannya lagi, barulah Pouw Kee Lui menghadapi para pembantunya sambil berkata, suaranya keren.

"Kalian mau apa?"

"Pangcu,sudah banyak anak buah kita celaka oleh wanita itu, pula, apakah kematian anak buah kita ditangan Tan Hui harus didiamkan saja? Bukankah hal ini, biarpun kami tahu bahwa Pangcu sengaja mengalah, akan dipandang oleh dunia kang-ouw bahwa kita telah dikalahkan oleh Tan Hui dan seorang temannya siluman betina? Bukankah Khong-sim Kai-pang akan menjadi bahan tertawaan dan..."

"Desss!"

Pouw Kee Lui mengayun tangannya dan Si Pembicara itu, seorang pengemis tua, jatuh tersungkur, giginya yang tinggal buah itu meloncat keluar dari mulutnya yang berdarah.

"kau tua bangka tahu apakah? Kalian tidak tahu orang macam apakah aku ini sehingga mudah dikalahkan oleh Tan Hui dan wanita itu? Akan tetapi kalian harus menggunakan akal cerdik, tidak seperti kerbau gila asal berani menerjang saja tanpa perhitungan. Apakah kalian tidak tahu bahwa Beng-kauwcu adalah perkumpulan agama yang amat besar dan berpengaruh, menjadi tulang punggung dari Nan-cao? Ketua Beng-kauw adalah Koksu Negara Nan-cao yang dalam sedetik bisa mengumpulkan laksaan orang tentara! Kita Khong-sim Kai-pang sama sekali bukanlah lawan Beng-kauw, seperti anak kijang melawan harimau! Apakah kekuatan Khong-sim Kai-pang yang dulu dipimpin oleh seorang tua bangka lemah model Yu Jin Tianglo? Phuh, hanya dua ratusan orang! Sebelum kita menjadi besar dan kuat, jangan bertingkah hendak menentang Beng-kauw dengan jalan mencelakai puteri ketuanya. Sungguh tolol perbuatan begitu, berarti bunuh diri!"

Tercengang para pimpinan pengemis. Baru sekarang mereka mendengar keterangan yang begitu banyak isi dan alasannya. Makin tertarik mereka dan kagum akan pandangan ketua baru ini yang luas.

"Kami mentaati segala perintah Pangcu. Mohon penjelasan."

Kata Si Kepala Besar. Pouw Kee Lui tertawa bergelak.

"Diseluruh dunia ini, entah berapa banyaknya pengemis macam kalian yang sesungguhnya merupakan kekuatan yang besar. Akan tetapi kalian hanya berpisah-pisah secara berkelompok, merupakan kai-pang-kai-pang yang tidak ada artinya. Kalian lihat saja, aku akan menaklukkan semua kai-pang diseluruh negeri, dengan Khong-sim Kai-pang menjadi golongan teratas. Setelah itu, barulah kita menjadi kuat, dengan anak buah yang puluhan ribu orang banyaknya. Baru setelah itu, Beng-kauw dan yang lain-lain tak usah kita pandang lagi! Ha-ha-ha!"

Para pimpinan pengemis menjadi terkejut dan kagum. Memang tak pernah mereka memikirkan hal ini, dan dengan ketua seperti Pouw-pangcu ini, agaknya niat itu bukan mimpi belaka. Dahulu ketika Yu Jin Tianglo masih menjadi ketua mereka, perkumpulan Khong-sim Kai-pang sudah terkenal paling kuat. Apalagi Pouw-pangcu ini kepandaiannya jauh melebihi Yu Jin Tianglo! Maka mereka lalu tunduk mendengarkan uraian Pouw Kee Lui tentang rencananya hendak menundukkan para kai-pang, menjatuhkan ketua mereka dan kalau ada ketua kai-pang yang tidak tunduk akan dibunuhnya.

Sementara itu, sambil memondong anak perempuan Hui-kiam-eng Tan Hui, Lu Sian berlari cepat mempergunakan gin-kangnya menuju kembali ke dusun yang terletak tiga puluh li lebih, dimana ia meninggalkan pakaiannya dirumah penginapan. Anak perempuan itu tidur dalam pondongannya. Menjelang tengah malam, sampailah ia didusun itu, terus saja ia langsung menuju kepondok penginapan dengan niat menanti disitu sampai Tan Hui datang. Akan tetapi pada saat itu, ia melihat banyak orang diruangan depan penginapan. Kiranya Tan Hui baru saja kembali setelah menyelesaikan bantuannya pada para piauwsu. Pendekar ini berhasil mengalahkan para perampok dan merampas kembali barang-barang berharga yang menjadi tanggungan para pengawal. Dengan cepat Lu Sian menyelinap ketempat gelap dan berindap-indap menghampiri rumah penginapan. Ia tidak dapat melihat jelas, akan tetapi dapat mendengar percakapan mereka. Terdengar suara seorang laki-laki yang parau, dan mudah dimengerti bahwa laki-laki itu sedang mengomeli Tan Hui, karena ucapannya begini.

"Dasar kau yang tidak mentaati nasihat orang tua! Kalau dulu-dulu kau suka menikah lagi dengan gadis pilihanku, tentu kau tidak akan merantau meninggalkan anakmu sehingga takkan terjadi urusan ini! Kau tahu sendiri betapa Lian-ji (Anak Lian) amat mencinta Siok Lan, dan dia masih terhitung saudara sepupu mendiang isterimu. Tidak akan ada wanita yang lebih tepat daripada Siok Lan untuk menjadi ibu Lian-ji..."

"Paman, harap jangan terlalu memarahi kakak Tan Hui, dia sedang menguatirkan anak Lian..."

Terdengar suara wanita, suaranya menggetar penuh perasaan dan tiba-tiba Lu Sian menjadi cemburu sekali. Ketika ia mengintai, di bawah sinar lampu tampaklah seorang laki-laki tua dan seorang gadis cantik didalam ruangan itu, masih ada beberapa orang lain yang berpakaian piauwsu. Adapun Tan Hui duduk menunjang dagu diatas bangku. Setelah menarik napas panjang berkali-kali, Tan Hui akhirnya meloncat bangun dan berkata,

"Aku harus menyusulnya sekarang juga! Orang lain berusaha menolong Anakku, bagaimana aku bisa tinggal diam saja?"

"Kau terluka dan lelah, mana boleh pergi lagi menghadapi lawan tangguh? Tunggu sampai besok pagi juga belum terlambat."

Kata suara parau.

"Akan tetapi Lauw-ko, Nona Lu pergi seorang diri, dan Khong-sim Kai-pang amat berbahaya, banyak orangnya yang pandai."

Pada saat itu, terdengar suara anak kecil berteriak.

"Ayah...! Ayah...!"

Dan anak perempuan yang tadi digendong Lu Sian meronta dari pondongan lalu lari masuk.

"Lian-ji...!"

Seruan ini sekaligus keluar dari mulut mereka yang berada diruangan, disusul tangis seorang wanita yang memeluk anak itu.

"Lian-ji! Syukur kepada Thian bahwa kau selamat, Nak..."

"Bibi Lan...!"

Posting Komentar