Kembali yang seorang mengeluh, yaitu orang yang tubuhnya tinggi kurus, tidak seperti yang dua orang temannya, yang bertubuh kokoh kekar.
"Sudahlah, tak usah banyak ribut, mari kita mulai!"
Tiga orang itu lalu turun ke dalam air perlahan-lahan, kemudian mereka menyelam dan berenang dengan cepat. Kwee Seng maklum bahwa mereka bertiga adalah ahli-ahli berenang, dan maklum pula bahwa ada komplotan jahat hendak berkhianat dan membunuh kedua orang muda yang asyik dimabok cinta itu. Ia menarik napas berkali-kali kemudian dengan hati mangkal karena perasaannya amat terganggu oleh peristiwa ini, karena suara hatinya tidak membolehkan dia berpeluk tangan saja, ia lalu menghantam sebatang pohon terdekat dengan tangan dimiringkan.
"Krakkkk!"
Batang pohon itu tidak dapat menahan hantaman tangan Kwee Seng yang amat ampuh, bagian yang dihantam pecah remuk dan patah, membuat pohon itu tumbang seketika!
"Eh, apa itu...?"
Terdengar dari jauh suara Salinga ketika mendengar suara keras robohnya batang pohon.
"Aiihhh, Kanda... celaka...!"
Disusul jeritan Tayami karena pada saat itu, perahu mereka tiba-tiba terguling membalik dan mereka berdua terlempar kedalam air! Perahu itu meluncur cepat dalam keadaan tertelungkup menuju ketengah dan diseret arus air menjauhi mereka. Dua orang itu megap-megap, meronta-ronta dengan kaki tangan mereka, akan tetapi karena tidak pandai berenang, banyak sudah air yang memasuki mulut.
"Tolonggg...!"
Tayami menjerit akan tetapi suaranya terhenti oleh air yang memasuki hidung dan mulut.
"Dinda...!"
"Kanda Salinga... ooohh...!"
Mereka saling menangkap tangan, akan tetapi justeru ini membuat gerakan mereka mengurang dan tubuh mereka tenggelam kembali. Cepat-cepat mereka menendang-nendang dengan kaki dan muncul lagi gelagapan. Pada saat itu, entah darimana datangnya, sebatang pohon meluncur didekat mereka.
"Dinda Tayami, cepat pegang ini...!"
Salinga berseru girang. Tak lama kemudian mereka sudah berhasil menangkap batang pohon itu. Dengan bantuan Salinga, Tayami sudah duduk diatas batang pohon sambil muntahkan air yang telah banyak diminumnya. Salinga sendiri memeluk batang pohon itu agar jangan bergulingan. Pakaian mereka basah kuyup, rambut mereka terurai, akan tetapi untuk sementara mereka selamat.
"Kanda... mengapa perahu kita terguling..?"
"Entahlah, tidak perlu dipikirkan sekarang. Paling penting kita harus dapat mendayung batang ini kepinggir..."
Dengan susah payah Salinga berusaha menggerak-gerakkan batang itu kepinggir akan tetapi karena tidak didayung, batang pohon itu bergerak perlahan menurutkan arus sungai. Pada saat itu, terdengar suara
"huuukk.. huuukkk...!"
Dan menyambarlah seekor burung yang matanya berkilauan seperti mata kucing.
"Ihhh... burung hantu...!"
Seru Tayami dengan perasaan ngeri. Sudah menjadi kepercayaan di daerah itu bahwa burung hantu ini pembawa berita kematian, maka siapa bertemu dengannya tentu akan kematian seorang keluarga.
"Ia... membawa bungkusan...!"
Seru pula Salinga terheran-heran. Betul saja. Kuku burung itu mencengkram tali dimana tergantung sebuah bungkusan kecil. Anehnya, begitu melihat mereka, burung itu menyambar turun dan sayapnya hampir saja mengenai muka Tayami kalau saja gadis ini tidak cepat-cepat mengelak sambil berseru jijik. Akan tetapi burung itu bukannya menyerang, melainkan melepas tali dan bungkusan itu jatuhlah kedepan Tayami, tepat diatas batang pohon!
"Ada tulisannya!"
Tayami berseru heran melihat tulisan huruf-huruf besar dan jelas diatas bungkusan. Kalau huruf-huruf itu tidak jelas tentu takkan dapat terbaca di bawah sinar bulan.
"LEKAS PULANG DAN ISI BUNGKUSAN INI PAKAI SEBAGAI BEDAK BARU MALAPETAKA DAPAT DICEGAH."
Tayami membaca dengan keras sehingga terdengar pula oleh Salinga.
"Apa artinya ini?"
"Entahlah, Dinda. Semua terjadi serba aneh. Perahu kita terguling. Kita hampir celaka lalu tiba-tiba ada batang pohon ini yang menolong kita. Lalu muncul burung hantu yang memberi bungkusan dan surat. Ihhh, benar-benar menyeramkan sekali. Kau simpan bungkusan itu, mari bantu aku mendayung batang pohon itu dengan kaki agar dapat minggir."
Mereka segera bekerja dan betul saja, sedikit demi sedikit batang kayu itu bergerak kepinggir.
Sementara itu, tiga orang Khitan yang telah selesai melakukan pekerjaan jahat itu, cepat-cepat menyelam dan berenang kepinggir kembali. Akan tetapi begitu mereka muncul dipinggir dan meloncat kedarat, mereka kaget sekali karena didepan mereka telah berdiri seorang yang terkekeh-kekeh dan ketika mereka mengenal laki-laki gila yang pagi tadi mengacaukan perlombaan, mereka menjadi ngeri.
"Heh-heh-heh, setelah membunuh lalu lari, ya?"
Kwee Seng menegur. Tentu saja mereka bertiga terkejut bukan main. Pekerjaan mereka tadi mencelakai dan membunuh puteri mahkota adalah perbuatan yang amat berbahaya. Kalau diketahui orang, tentu mereka akan celaka, maka sekarang mendengar bahwa jembel gila ini sudah melihat perbuatan mereka, serentak dua orang yang bertubuh tinggi besar itu mencabut golok dan menerjang Kwee Seng! Cepat gerakan mereka ini, dan cepat pula hasil ayunan golok mereka, yaitu kepala mereka sendiri terbelah oleh golok masing-masing sampai hampir menjadi dua dan tubuh mereka masuk kedalam sungai dan hanyut. Hanya dengan sentilan jari tangannya Kwee Seng telah membuat golok yang menyerangnya itu membalik dan "makan tuan". Sejenak ia memandang dua buah mayat yang menggantikan tempat Tayami dan Salinga itu, kemudian sekali berkelebat ia telah meloncat dan menangkap tengkuk orang ketiga yang melarikan diri ketakutan.
"Kemana kau hendak lari?"
"Am... ampun... hamba tahu pekerjaan itu terkutuk... akan tetapi hamba terpaksa... kalau tidak mau melakukan tentu akan dibunuh..."