Si Tangan Halilintar Chapter 71

NIC

"Maaf, Nona. Terpaksa kami melakukan pengejaran dan ingin bertanya apakah benar nenek ini adalah nenek dari Si Tangan Halilintar Lauw Beng?” Sambil berkata begini, Lu Kiat menatap tajam wajah nenek Bu yang masih tersenyum-senyum.

"He-he ! Tentu saja aku nenek dari Lauw Beng Si Tangan Halilintar ! Mau apa engkau bertanya-tanya?” jawaban ini ketus akan tetapi mulut itu tersenyum lebar.

Lu Kiat mengamati nenek itu, dari sanggul rambutnya sampai dandanannya, lalu berkata ragu. "Nyonya ….

Nyonya seorang berbangsa Mancu ….?”

"He-he, tentu saja, apa engkau tidak melihat? Aku ini Nyonya Pangeran!”.

Lu Kiat saling pandang dengan keponakannya, Lu Siong. "Kalau begitu, Si Tangan Halilintar Lauw Beng adalah cucu pangeran mancu?”.

Kini Mayani tidak sabar lagi. "Hei, kalian ini siapakah dan apa maksudmu menanyai orang seperti hakim saja? Kalau Lauw Beng seorang cucu pangeran mancu, kalian mau apa? Aku adalah seorang gadis Mancu, ayahku seorang pangeran. Nah, kau mau apa?”. Dua orang paman dan keponakan she Lu yang amat mendendam kepada Si Tangan Halilintar, mendengar bahwa penjahat itu cucu seorang pangeran, sekarang mengerti mengapa penjahat itu membunuhi penduduk pribumi.

Kebencian dan sakit hati mereka kepada Si Tangan Halilintar manjadi-jadi setelah mendengar bahwa pembunuh keluarga Gui itu cucu pangeran mancu. Otomatis merekapun membenci dua orang wanita ini, seorang nenek yang mengaku isteri pengeran Mancu, dan seorang gadis yang mengaku anak seorang pengeran mancu pula.

"Kalian harus kami tangkap dan kami jadikan sandera sampai Lauw Beng Si Tangan Halilintar menyerahkan diri kepada Siauw-lim-pai!” bentak Lu Kiat.

"Kalian mau menangkap kami?” Mayani berkata mengejek. "Bagaimana tikus-tikus macam kalian akan dapat menangkap kami?”.

"Ho-ho, kalian ini dua orang budak dari mana, siapa namamu, begitu kurang ajar dan berani kepada kami, nyonya-nyonya majikanmu?” Nenek Bu juga membentak, akan tetapi sambil tertawa-tawa.

Lu Kiat tidak memperdulikan Nenek yang bicaranya tidak normal itu, akan tetapi dia segan juga terhadap Mayani, seorang gadis yang cantik dan berwibawa. Dia merasa keterlaluan kalau ingin menangkap dua orang wanita tanpa memperkenalkan diri dan memberitahu alasannya.

"Ketahuilah, aku bernama Lu Kiat dan ini adalah keponakanku Lu Siong. Kami adalah murid-murid Siauw-lim-pai. Suhengku, Gui Liang dan anak isterinya telah di bunuh oleh Lauw Beng Si Tangan Halilintar. Sebagai murid-murid Siauw-lim-pai tentu saja kami tidak menerimanya begitu saja. Mengingat bahwa kalian adalah keluarga keluarga Lauw Beng Si Tangan Halilintar, maka kami terpaksa harus menangkap kalian dan menjadikan sandera sampai Lauw Beng menyerahkan diri kepada Siauw-lim-pai!”.

"Hemmm, orang she Lui! Bicaramu ngawur dan engkau menuduh tanpa bukti. Apa buktinya bahwa penjahat yang membunuh banyak orang itu adalah lauw Beng?” Tanya Mayani.

"Aku sendiri berada di rumah itu ketika pembunuhan terjadi. Aku menjadi saksi, bahwa aku telah berkelahi melawan penjahat berlengan kiri buntung itu dan dia mengaku Si Tangan Halilintar. Masih kurang jelas bagaimana?”.

Mayani mengerutkan alisnya. "Hemmm, itu masih belum jelas. Coba gambarkan bagaimana bentuk wajah dan badannya, juga cirri-ciri yang lain agar kami dapat menentukan apakah kalian hanya menfitnah saja ataukah keterangan kalian itu benar- benar”.

"Malam itu gelap, aku tidak dapat melihat wajahnya dengan jelas, akan tetapi dia jelas seorang laki-laki yang masih muda dan tubuhnya tegap. Cirinya yang jelas bahwa lengan kirinya buntung. Sudah jelas bahwa dia itu Lauw Beng Si Tangan Halilintar, tak perlu di sangsikan lagi. Karena kalian masih keluarganya, apalahi nyonya ini neneknya, maka kami harus menangkap kalian untuk dijadikan sandera sampai dia menyerahkan diri”.

"Hemm, keteranganmu itu belum merupakan bukti yang sah, engkau bukan bukan saksi yang sudah pasti memberi keterangan benar. Bagaimana juga, harus di akui bahwa setiap orang dapat menyamar sebagai Lauw Beng. Mudah saja melakukan pembunuhan lalu mengaku sebagai Si Tangan Halilintar, bukan? Engkaupun dapat melakukannya karena keadaan gelap dan orang tidak dapat membedakan wajah!”.

"Tidak mungkin orang lain! Jelas bahwa lengan kirinya buntung. Jelas dia adalah Lauw Beng yang berjuluk Si Tangan Halilintar. Memang sejak dulu dia itu telah mengkhianati bangsanya,menjadi antek pemerintah penjajah sehingga lengan kirinya dibuntungi para pendekar”. "Omong kosong! Siapa yang menceritakan itu semua kepadamu?”.

"Tak perlu engkau tahu, aku percaya bahwa kenyataannya memang begitu! Kabarnya ia bergaul akrab dengan seorang puteri Mancu. Semuanya sudah jelas, dia antek penjajah membunuhi bangsa sendiri, orang-orang pribumi yang tidak berdosa”.

"Engkau manusia tolol, tidak mampu membedakan mana kabar yang benar dan yang salah, merupakan fitnah. Akulah puteri Mancu yang menjadi sahabat baik Lauw Beng dan aku menjadi saksi bahwa dia bukan orang jahat! Kalian inilah dan semua orang yang mengaku sebagai pendekar dan patriot, yang berpemandangan sempit dan pada dasarnya berhati jahat!”.

"Bagus, kiranya engkau puteri sahabat baik Si Tangan Halilintar Lauw Beng? Kalian berdua akan kami tangkap dan kami bawa ke Thai-san”.

"Mau apa di bawa ke Thai-san?” Tanya Mayani heran.

"Akan kami hadapkan kepada Lam-liong Ma Giok, guru dan ayah angkat si jahat Lauw Beng sebagai bukti akan pengkhianatan dan kejahatan Lauw Beng!”.

"Anakku, mengapa melayani si cerewet ini bercakap-cakap? Biar ku hancurkan kepala mereka!” kata Nenek Bu.

Posting Komentar