Si Tangan Halilintar Chapter 66

NIC

“Hemmm, cantik sekali “, kata Siauw Beng jujur.

Wajah Ai Yin berubah kemerahan. Hatinya merasa senang, akan tetapi juga iri. Senang karena gadis itu cantik sekali dan sama dengannya, berarti pemuda itu juga mengatakan bahwa ia cantik sekali! Dan ia pun iri mendengar Siauw Beng memuji gadis Mancu itu dan menolongnya dengan pengorbanan lengan kirinya sebagai akibat pertolongan itu. “Siapa namanya?”. “Nama Siapa?”

“Nama gadis Manchu itu tentu saja!”. “Ooo, namanya Puteri Mayani”. “Puteri?”.

“Ya, dia puteri seorang pangeran Mancu, ibunya wanita Han“. “Hemmm …… Mayani …..”.

“Eh, Ai Yin, mengapa engkau tertarik tentang Puteri Mayani?”.

“Aku ingin melihat seperti apa gadis Mancu itu sehingga engkau rela mengorbankan lengan kirimu untuknya”.

“Aih, aku tidak mengorbankan lenganku untuknya! Aku hanya menolong ia karena ia hendak di bunuh Song Cun ….. “

Siauw Beng tiba-tiba menahan bicaranya karena dia tidak ingin bicara tentang peristiwa itu.

“Song Cun? Siapa dia?”

“Ah, dia itu putera pendekar ke dua dari Ciong-yang Ngo-taihiap yang terbunuh oleh pasukan Manchu. Karena menuduh Puteri Mayani sebagai penggerak penyerbuan itu, maka untuk membalas dendam kematian ayahnya dia hendak membunuh gadis itu”.

Ai Yin mengangguk-angguk. “Hemmm, dan engkau mencegah pembunuhan itu maka engkau lalu di anggap sebagai pengkhianat dan pembela gadis Manchu?”.

“Sudahlah, Ai Yin. Tidak ada gunanya kita membicarakan soal itu yang sudah terjadi lebih dari setahun yang lalu. Aku tidak ingin lagi mengenang peristiwa yang pahit itu”.

Melihat Ai Yin masih mengerutkan alis seperti orang berpikir dia berkata, “Mari ku gantikan mendayung!”.

Tanpa menjawab Ai Yin menyerahkan dayung dan mereka bertukar tempat. Siauw Beng duduk di tengah mendayung atau lebih tepat mengemudikan perahu karena perahu itu meluncur terbawa arus sungai yang mulai kuat, dan Ai Yin duduk di depannya. Gadis itu duduk membelakanginya seperti menikmati pemandangan yang cukup indah di sepanjang sungai. Setelah lama bersunyi diri, tiba-tiba Ai Yin tanpa menoleh bertanya, “Siauw Beng engkau ingin pergi ke kota raja untuk menemui Puteri Mayani?”.

“Ah, tidak. Sudah ku katakan, aku ingin melihat-lihat kota raja”.

Ai Yin diam sampai lama. Akan tetapi akhirnya kegembiraannya muncul kembali dan ia bersikap lincah dan ramah kepada Siauw Beng sehingga pemuda itu....

hal 59 -62 hilang.

Sehingga kami terpaksa melarikan diri dan banyak anak buahku yang roboh. Anak buahku cerai-berai dan aku terpaksa membentuk kelompok baru yang sekarang baru ada belasan orang”.

“Si Tangan Halilintar? Siapakah dia itu?”.

“Orangnya masih muda dan tampaknya lemah, bahkan lengan kirinya juga buntung tinggal sepotong sebatas siku. Akan tetapi dia lihai bukan main. Kawannya pemuda tinggi besar itu juga amat lihai, namanya A Siong”.

Cun Song mengangguk-angguk. Dia dapat menduga siapa yang dimaksudkan Can Ok. Tentu Siauw Beng yang kini agaknya melanjutkan julukan ayahnya dahulu, yaitu si Tangan Halilintar. Dan A Siong itu tentu murid Lam-liong Ma Giok yang selalu menemani Siauw Beng.

“Aku mengenal mereka, twako. Akan tetapi siapakah keponakan muridmu itu?”. “Ia Wong Ai Yin, puteri suheng Bu-tek Sin-kiam”.

“Ah, seorang gadis?”.

“Ya, seorang gadis cantik. Akan tetapi iapun lihai bukan main. Ketahuilah suheng Bu-tek Sin-kiam itu memiliki tingkat kepandaian yang bahkan lebih tinggi daripada tingkat mendiang suhu Hui-kiam Lo-mo”.

"Akan tetapi bagaimana keponakan muridmu malah membantu dua orang pemuda yang menjadi lawanmu itu?”.

"Begitulah wataknya, sama dengan watak suheng Bu-tek Sin-kiam. Ia hanya mau membantu kalau kami merampok orang-orang Mancu, itupun ia selalu melarang kalau kami hendak membunuh seorang Mancu dan melarang kami mengganggu wanita Mancu. Menjengkelkan sekali! Akan tetapi Wong Ai Yin, puteri suheng Bu-tek Sin-kiam itu sudah pergi dan aku tidak mau berhubungan dengannya lagi!”.

"Can-twako, selama setahu aku berada di Hek-kwi-san memperdalam ilmu sehingga aku tidak pernah mendengar akan keadaan di dunia ramai. Bagaimana sekarang keadaan penjajah Mancu? Bagaimana pula perjuangan para patriot menentang Kerajaaan Ceng?”.

"Ah, berat sekali bagi kita untuk menentang Kerajaan Ceng, Cun Song, Kerajaan Mancu kini sudah menjadi kuat sekali dan mereka pandai mengambil hati para pendekar dan pejuang sehingga banyak para tokoh yang tadinya berjuang dengan gigih menentang penjajah, kini malah membantu pemerintah Kerajaan Ceng".

"Hemmm, keparat para pengkhianat itu", kata Cun Song mengepal tinju. Apa yang di katakan Can Ok itu memang benar. Pemerintah Kerajaan Ceng, di bawah bimbingan Kaisar Kang His, pandai menyesuaikan diri dan mengambil hati rakyat pribumi Han. Selain banyak di antara mereka menikah dengan gadis Han, juga mereka menyesuaikan diri dengan kebudayaan bangsa pribumi. Kaisar Kang His memperhatikan kesejahteraan rakyat jelata sehingga sikap yang baik dari Pemerintah mancu ini menarik hati banyak orang, baik para ahli sastra mau pun ahli silat. Apalagi mereka melihat betapa pasukan Mancu amat kuat sehingga tidak ada gunanya melakukan pemberontakan karena sudah banyak para pemberontak terbasmi.

"memang tidak ada artinya kalau kita melakukan perjuangan menentang kekuasaan Mancu yang semakin kuat dengan mengandalkan kekuatan kita sendiri, Cun Song. Akan tetapi sekarang terbuka bagi kita untuk memukul bahkan menghancurkan penjajah Mancu”.

"Eh, bagaimana caranya, twako?”.

Posting Komentar