Si Rajawali Sakti Chapter 61

NIC

Aku tidak pernah bilang engkau! jahat, namun hanya menegur karena engJ kau membunuh lawan yang sudah roboh1 tidak berdaya."

"Habis, aku harus bagaimana? Membiarkan mereka hidup agar mereka dapat terus melakukan kejahatan mereka mengganggu orang, merampok, dan menculik, melukai dan membunuh orang-orang tidak berdosa seperti dua orang pembantu kami? Begitu?"

"Kui Lin, tenanglah dan dengarkan kata-kataku. Kalau engkau terancam bahaya maut, engkau berhak membela diri dan seandainya dalam berkelahi membela diri itu engkau tidak dapat berbuat lain kecuali merobohkan penye-rangmu sehingga dia tewas, hal itu masih wajar. Akan tetapi engkau membunuhi orang-orang yang sudah tidak berdaya, inilah yang kuceia dan tidak semestinya dilakukan oleh seorang pendekar wanita."

"Hemm, habis apa yang harus kulakukan? Memaafkan kesalahan mereka, menolong dan mengobati mereka?" Gadis itu bertanya dengan suara mengejek, bibirnya yang mungil merah itu cemberut dan matanya yang indah itu mengerling tajam. Ia merasa penasaran sekali. Akan tetapi dalam keadaan marah dan cemberut itu ia tampak semakin manis.

"Memang sebaiknya begitu, Kui Lin. Memaafkan dan menolong mereka merupakan pekerjaan dan sikap terpuji."

"Aku tidak ingin dipuji! Apakah mar sia-manusia iblis macam mereka itu t j dak sepatutnya dihukum?"

"Memang sepatutnya mereka dihukumi "Nah, kau juga bilang mereka sepatut* nya dihukum, dan aku sudah menghukumnya! Apalagi yang salah?" Gadis itu mandang dengan penuh kemenangan menantang. "Lalu menurutmu, apa yar harus kulakukan lagi?"

Engkau bukan pelaksana hukum, Kui Lin. Setelah engkau membela diri dan merobohkan mereka, seharusnya kau serahkan kepada yang berwenang dan berwajib. Pemerintah yang berhak menghukum orang. Ada pengadilan sebagai alat negara yang akan mengadili, bukan engkau!"

"Si-taihiap (Pendekar besar Si) berkata benar, Kui Lin!" tiba-tiba Nyonya Song memasuki ruangan itu. Tadi ia mendengar ucapan terakhir Han Lin dan segera membenarkannya. Ia sendiri memang tahu bahwa puterinya memiliki watak yang galak, keras dan ganas dan hal ini merupakan warisan watak ayahnya. Song Kak dahulu juga merupakan seorang pendekar yang amat galak dan ganas terhadap para penjahat. Setiap bertemu penjahat dia tidak pernah mengenaal ampun dan tentu penjahat itu bunuhnya, sehingga selain namanya ar terkenal, juga dia amat dibenci

p. tokoh sesat dan akhirnya dia sendiri nu terbunuh dikeroyok banyak tokoh sesat. "Ain, Ibu ! Kenapa malah Ibu berpihak kepada Han Lin?"

"Tentu saja karena Si Taihiap "

"Maaf, Bibi, harap jangan menyebi saya dengan Taihiap." kata Han Lin san bil tersenyum ramah.

"Baiklah, Si Han Lin. Kui Lin, seper kukatakan tadi, aku tidak berpihak ke-pada Han Lin, melainkan karena Han Lin memang benar. Engkau bukan algojo, Kuj Lin. Lain kali, jangan menuruti kekerasan hati dan kebencianmu. Kalau engkau dapat mengalahkan penjahat, robohkan saja dan jangan bunuh, melainkan serahkan kepada yang berwajib, yang akan mengadili dan menghukumnya. Mengerti?'] Dengan alis berkerut, Song Kui LiC mengangguk. Gadis ini, betapapun liar dan galaknya, tetap saja ia amat berbakti dan taat kepada ibunya yang amat disayangnya.

Setelah dua jenazah pembantu itu makamka , Nyonya Song menerima kun-ungan Perwira Kwa Siong. Perwira Kwa ong ini adalah komandan pasukan keamanan kota Cin-an dan dia seorang uda karena isterinya telah meninggal dunia ketika di kota itu terjangkit wabah penyakit yang berbahaya. Perwira Kwa Siong mengenal baik Nyonya Janda Song yang tadinya menjadi sahabat baik isterinya. Setelah isterinya meninggal, Perwira Kwa banyak memberi bantuan kepada Nyonya Janda Song dan antara kedua orang ini terjalin persahabatan yang akrab. Sebetulnya, sudah beberapa kali Perwira Kwa melamar Nyonya Song untuk menjadi isterinya, namun janda itu masih selalu minta waktu untuk mempertimbangkan, walaupun sesungguhnya ia juga suka kepada perwira yang gagah dan baik budi itu. Yang membuat hati Nyonya Song merasa ragu adalah puterinya. Ia tidak ingin Kui Lin menjadi bersedih kalau ia menjadi isteri Perwira Kwa dan untuk mengatakannya kepada puterinya, ia merasa malui.

Mereka duduk menghadapi meja kan, berempat. Nyonya Song, Perw Kwa, Kui Lin, dan Han Lin. Setel makan, mereka membicara! :an tenta penyerbuan para penjahat malam kemari Kui Lin tidak asing dengan Perwira K yang telah dikenalnya sejak ia kecil.

"Terima kasih, Paman Kwa. Eng telah mengurus semua mayat penja itu, dan tidak menyalahkan aku ya telah membunuh mereka. Engkau tah Paman, Ibuku dan Si Han Lin ini m nyalahkan aku karena aku membun merekal" kata Kui Lin seolah minta ke pada perwira itu untuk mendukung da memihak padanya.

Perwira Kwa tersenyum. Tentu saj dia mengenal watak gadis itu dan Ny nya Song seringkah mengeluh kepadany tentang kekerasan watak puterinya itu.

"Kui Lin, aku ti'dak merasa heran akan kebencian dan keganasanmu terhadap para penjahat. Memang sudah menjadi kewajiban seorang pendekar untuk menentang kejahatan, membela kebenaran dan keadilan. ~ Akan tetapi, Kui Lin, i embunuhi mereka bukanlah menjadi gas kewajibanmu. Mereka itu penjahat n sudah sepantasnya dihukum, akan tetapi pemerintah telah mengadakan peraturan untuk menghukum para penjahat. Mereka harus diadili lebih dulu, baru ! engadilan yang memutuskan hukuman -pa yang pantas untuknya."

"Nah, betul kan omonganku? Engkau ukan algojo, Kui Lin!"

"Wah, Ibu dan Paman Kwa Siong selalu saling bantu. Sekarang juga berse- utu untuk melawanku!" Tiba-tiba, melihat wajah ibunya berubah kemerahan, Kui Lrn menyadari kesalahan ucapannya, menjadi gugup dan menyambung.

"Maaf, Ibu, maksudku, Paman Kwa selalu menyetujui pendapat Ibu dan sebaliknya Ibu juga mendukung pendapat Paman Kwa.

Kalian berdua tampaknya begitu begitu sepaham dan cocok eh, maaf "

Kui Lin menjadi bingung sendiri karena tambahan kata-katanya itu bahkan membuat Ibunya tampak canggung dan menundukkan mukanya.

Akan tetapi Perwira Kwa melihat kesempatan baik dalam suasana itu, m ka dia cepat berkata. "Begitukah pe dapatmu, Kui Lin? Aku dan ibumu ta pak cocok? Sekarang aku hendak membicarakan hal yang serius denganmu "

"Ciangkun (Perwira) !" Nyonya mencela.

"Tidak mengapa, Song Hujin (Nyony Song), seyogianya kalau urusan ini d' bicarakan sekarang sehingga terdap-kepastian. Begini, Kui Lin, setelah ki dua orang pembantu ibumu tewas berart ibumu hanya tinggal berdua denganm< dan kalau engkau pergi, ibumu han tinggal seorang diri. Sebetulnya, yang hendak kukatakan kepadamu in sudah terpendam selama dua tiga tahun.

"Maaf, Paman dan Bibi, sebaikny saya keluar dulu agar percakapan keluar ga ini dapat dilakukan dengan lelua Saya tidak mau mengganggu "

"Tidak Han Lin. Doduk sajalah, bah kan aku memerlukan seorang teman Anggap saja aku ini pamanmu dan" eng kau menemani aku yang akan bicar seju;urnya kepada Kui Lin dan ibunya.' kyta Perwira Kwa yang sudah diperkenalkan dan tahu siapa adanya pemuda ber-; akaian putih ini yang mendatangkan i ekaguman dalam hatinya. Han Lin ter-ksa duduk kembali walaupun dengan > ati yang merasa canggung karena dia sudah dapat menduga apa yang akan dipercakapkan oleh perwira yang gagah

tu.

"Nah, katakanlah, Paman Kwa Siong," ata Kui Lin dan gadis ini pun bukan eorang bodoh. Ia sudah tahu sejak lama bahwa terdapat hubungan yang lebih daripada hubungan biasa antara ibunya dan perwira ini, walaupun pada lahirnya mereka tampak hanya sebagai sahabat baik saja, tidak lebih.

"Begini, Kui Lin. Aku ini seorang duda yang kehilangan isteri yang me-inggal dunia tanpa mempunyai anak. Sedangkan ibumu juga sudah menjadi anda sejak muda sekali, mempunyai engkau sebagai anak tunggal dan engkau tentu mengetahui dan merasakan bahwa aku pun suka sekali padamu sejak kecil, sudah kuanggap sebagai anakku sendiri. Nah,' selama beberapa tahun ini sud seringkah aku mengajukan lamaran kepada ibumu agar ia suka hidup bersam ku, sebagai isteriku dan engkau menja anakku. Akan tetapi ibumu selalu mi waktu untuk mempertimbangkan lamaran ku itu. Aku tahu bahwa ia sulit meneri manya karena merasa tidak enak kepada mu, Kui Lin. Maka sekarang, aku mengambil keputusan untuk membicarakan hal ini denganmu. Apakah engkau keberatan dan menolak kalau ibumu menikah dengan aku dan engkau menjadi anakku?"

Kui Lin yang sudah menduga pertanyaan ini tidak menjadi terkejut, bahkan sambil cengar-cengir ia memandang ibunya Nyonya Song tentu saja menjadi malu dan salah tingkah, apalagi melihat pu-terinya cengar-cengir seperti menggodanya!

"Hush!" Akhirnya Nyonya Song membentak dengan muka berubah seperti udang direbus'dan matanya melotot kepada puterinya. "Kenapa cengar-cengir seperti monyet? Kalau engkau tidak setuju, katakan saja jangan cengar-cengir seperti itu!" Kini Kui Lin memandang ibunya, lalu memandang perwira itu, mukanya berseri dan ia berkata, "Paman Kwa dan Ibu, irusan perjodohan adalah urusan antara dua orang saja, orang lain tidak berhak mencampuri. Tentu saja keputusannya terserah kepada Ibu. Kalau Ibu suka untuk menjadi Nyonya Kwa dan menerima amaran Paman Kwa, tentu saja aku tidak akan menghalanginya. Bahkan kalau ada yang akan menghalanginya, orang itu akan kuhajar!"

"Akan tetapi, bukan itulah yang merisaukan hatiku, anakku, yang penting bagiku adalah kebahagiaanmu. Maka jawablah, apa engkau suka dan rela ibumu ini menikah lagi?"

"Ya, Kui Lin, katakanlah apakah engkau suka menjadi anakku?"

"Ibu, kalau yang menjadi suamimu dan ayahku Paman Kwa, ak^ s'-ka sekali. Aku juga ingin melihat engkau berbahagia, Ibu, dan aku tahu Paman Kwa seorang yang bijaksana. Aku senang dapat menjadi anaknya."

Mendengar ini, saking lega dan bahagia rasa hatinya, Nyonya Song menu mukanya dengan kedua tangan dan nangis.

Ibu !" Ia merangkul ibunya. "Kenapa mmenangis?" Suaranya mengandung k khawatiran.

"Biarkan ibumu menangis, Kui Lin. j menangis karena bahagia." kata Perwi Kwa Siong dengan wajah berseri gembir Kui Lin yang merangkul ibunya ikut pul menangis. Dua orang wanita itu sali berangkulan sambil menangis, akan teta tangis bahagia.

"Si Han Lin, aku minta dengan hor mat dan sangat agar engkau suka me jadi saksi pernikahan kami yang ak kami laksanakan secepatnya. Untuk s mentara tinggallah di rumahku samp pernikahan dilangsungkan." Perwira K minta kepada pemuda itu dengan sika sungguh-sungguh sehingga sukar bagi Ha Lin untuk menolaknya. Apalagi hal i menyangkut diri «Kui Lin, maka melihu gadis itu dia pun tentu saja tidak dapat menolak lagi. Apalagi menurut rencana mereka, pernikahan akan dilangsungkan secara sederhana minggu depan.

Permintaan Perwira Kwa agar Lin menjadi saksinya itu selain dia naruh kepercayaan besar kepada pem itu. juga untuk mengimbangi kead calon isterinya. Nyonya Song mempun seorang anak perempuan, maka dia me aku Han Lin sebagai keponakan yai dianggap sebagai anak sendiri, sehing^ dengan demikian keadaan mereka be imbang! Ketika hai ini dibicarakan ole Perwira Kwa, Han Lin memandang K Lin dan berkata. "Wah, kalau begitu aku mcmpuny seorang adik perempuan! Mulai sekara aku akan menyebutmu Lin-moi (Adik Li dan karena nama akhir kita sama, en kau menyebut aku Lin-ko (Kakak Lin)!"

"Ah, mana perlu harus begitu?" ban tah Kui Lin.

Posting Komentar