Seiring dengan bentakannya, selendang putih panjang itu telah disapukan datang dengan kencang laksana sebatang tongkat besi dengan jurus Heng cio-jian-kun dengan kencang menyerampang tiba.
Kembali amarah Giok liong semakin berkobar beruntun ia sudah mengalah malah jiwa sendiri hampir melayang karena musuh mendapat kemurahan hatinya, kini saking marah timbul nafsu membunuh dalam benaknya.
Tanpa berkelit atau menyingkir lagi ia kerahkan hawa Ji-lo melindungi badan, seketika mega putih bergulung mengitari dan menyelubungi badannya, ditengah mega putih yang bergulung gulung itu telapak kanannya tiba-tiba menyampok maju menangkis selendang musuh yang lempang seperti tongkat besi itu, bersama itu selicin belut segesit kera melompat tahu-tahu ia bergerak lincah sekali melesat kehadapan perempuan pertengahan umur.
Telapak tangan kiri pelan-pelan menyelonong maju menekan kejalan darah Tiong-ting perempuan pertengahan umur.
Perempuan pertengahan umur terkejut bukan main, lekaslekas ia menarik balik selendang putihnya.
"Waa..."
Aduh" - "Hm!"
Tiga macam jerit dan seruan yang berlainan berbunyi bersama, bayangan orang lantas berpencar kedua jurusan.
Sebetulnya telapak tangan kiri Giok-liong sudah tepat menekan kejalan darah Tiong-ting, tapi mendadak ia teringat bahwa musuh adalah kaum hawa, tak mungkin dirinya berlaku begitu kurang adat, maka ditengah jalan ia rubah sasarannya berganti menepuk pundaknya, ternyata dengan telak serangannya telah mengenai sasarannya.
Sebaliknya perempuan pertengahan umur juga berusaha menghindari diri dari tutukan di jalan darah Tiong ting hingga ia melindungi bagian dada, tak duga malah pundaknya yang menjadi makanan empuk.
Seketika rasa sakit yang luar biasa meresap ketulang-tulang tangan menjadi lemas dan tak bertenaga lagi, maka selendang tutra yang tengah ditarik kembali itu menjadi lemat dan kendor dan menceng, tanpa sengaja tepat sekali menyapu diketiak kiri laki-laki kekar yang duduk semadi itu, seketika ia menggembor keras terus roboh.
Darah menyembur keras dari mulutnya, luka ditambah luka keruan tambah parah lagi keadaannya.
Perubahan yang beruntun terjadi itu kalau dikata lambat hakikatnya berlangsung secepat kilat hanya sekejap saja.
Setelah terhuyung mundur perempuan pertengahan segera menubruk maju lagi bagai harimau kelaparan sambil berteriak beringas.
"Bocah keparat yang telengas, sungguh kejam cara turun tanganmu !"
Namun betapapun ia menubruk dan menyeruduk bagai banteng ketaton, gerak geriknya sudah tidak segesit tadi, karena pundak kirinya terluka sehingga Lwekangnya susut sebagian besar.
Bahwasanya tadi Giok liong hanya membawa adatnya sendiri sehingga ia kesalahan tangan melukai orang, kini melihat keadaan lawan serta laki laki kekar yang sekarat itu, hatinya menjadi menyesal dan mendelu, sejurus ia balas menyerang lalu berseru lantang.
"Kau sendiri yang harus disalahkan. Toh bukan aku sengaja, sudahlah selamat bertemu !"
Tubuhnya lantas melesat keluar hutan.
"Kemana kau !"
Walaupun pundak kiri terluka namun Giakang perempuan pertengahan umur masih tetap lihay, sekali melejit ia sudah menghadang didepan Giok-liong sambil menarikan selendang sutranya, dimana angin mendesis menggulung tiba, terdengar ia bersuara dengan gemas sarribil kertak gigi.
"Keluarga yang bahagia, telah porak poranda karena bocah keparat ini ! Kecuali kau bunuh aku, kalau tidak selama hidup ini jangan harap kau bisa tinggalkan tempat ini!"
Rasa dongkol dan gemas terlontar dari kata-katanya, demikian juga sorot matanya berkilat penuh kebencian, air mata mengalir keras, Biasanya orang kalau tidak sedih takkan mengalirkan air mata, naga-naganya perempuan ini betulbetul sangat pedih dan menderita batin.
Keadaan Giok-liong menjadi serba susah, mau pergi tidak bisa, kalau bertempur ia tidak suka melukai lawan, Dalam keadaan yang kepepet apa boleh buat tangannya harus bekerja menangkis atau menyampok serangan selendang musuh kalau tidak mau diri sendiri yang bakal konyol.
Suatu kesempatan ia berseru penasaran.
"Kau selalu mendesak orang tanpa memberi kesempatan, malah menuduh semenamena bahwa aku telah mencelakai keluarga kalian. Siapakah dan apa namamu ?"
Pedih dan lara perasaan perempuan setengah umur apalagi luka di pundaknya sangat mengganggu tenaganya sehingga cara turun tangannya semakin lemah, tenaga serangannya tidak sedahsyat semula, namun sekuat tenaga ia masih berusaha menyerang dengan selendang sutranya.
Giginya terdengar berkeriut, desisnya.
"Aku tahu kau seorang tokoh kejam yang sudah kenamaan, Siapa tidak kenal nama Kim pit-jan-bun yang tenar ttu, Tapi tidak seharusnya ...
"
Suaranya tersenggak oleh sengguk tangisnya. Giok - liong berseru keras.
"Kalau kau sudah kenal aku, bagaimana juga harus bicara dengan alasan yang terpercaya !"
"Apalagi yang harus dilakukan, apakah perlu lagi kenyataan didepan mata ini merupakan bukti yang terang !"
"Peristiwa disini tak bisa menyalahkan aku sendiri !"
"Jadi maksudmu menyalahkan aku ! Bajingan, biar aku adi jiwa dengan kau !"
"Cring!"
Tiba tiba sinar dingin berkilau menyilaukan mata meluncur bagai bianglala, Tahu-tahu tangan perempuan pertengahan u-njur sudah melolos keluar sebatang pedang lemas sepasang tiga kaki, sedemikian lemas pedang itu setipis kertas, lebar tiga senti, seluruh batang pedang memancarkan sinar kebiru-biruan.
Praktisnya pedang ini dapat digunakan sebagai sabuk di pinggangnya, kini setelah dilolos langsung ia menyapukan kedepan.
"Siuuuuut..."
Pedang yang tipis lemas itu kini mendadak menjadi kaku lempang, dimana pergelangan tangan perempuan pertengahan umur berputar seketika berpetaIah kembang pedang seiring dengan gerak langkah orang pelanpelan bayangan sinar pedang meluncur kedepan.
Bukan kepalang kejut Giok-liong serunya tertahan.
"Pek tok lan-king-hoat-hiat kiam !"
Pek-tok-lan king-hoauhiat-kiam adalah salah sebuah senjata ampuh dan keji dari sembilan diantaranya yang sangat ditakuti dan dipandang sebagai pusaka oleh kalangan hitam di Kangouw.
Namun bagi golongan putih senjata ini dipandang sebagai benda berbisa yang paling ganas dan ditakuti Karena pedang ini tipis dan lemas, tapi bila Lwekang sudah dikerahkan dibatang pedang bisa menjadi lempang kaku.
Apalagi seluruh batang pedang sudah dilumuri beratus macam kadar racun dari berbagai suku minoritas di daerah pedalaman.
Jangan kata pedang ini menembus badan manusia, hanya teriris sedikit saja kadar racun, akan segera meresap kedalam badan dan jiwa sukar diselamatkan lagi, setelah mati seluruh tubuh berubah menjadi air darah tak meninggalkan bekas.
Oleh karena itulah bagi kaum persilatan golongan putih pedang ini dipandang sebagai salah sebuah senjata ganas dan kejam dari sembilan senjata lainnya.
Kalau tidak dipakai pedang ini disarungkan kedalam serangkanya yang terbuat dari kulit harimau dan dibuat sabuk, Begitu tercabut keluar hawa dingin lantas merangsang keluar, sudah tentu kadar racunnya juga lantas bekerja, Bukan saja pihak musuh takkan kuat bertahan, bagi pemiliknya sendiri juga begitu sudah melancarkan serangannya harus terus bergerak membadai tanpa boleh berhenti Lwekang harus disalurkan terus kebatang pedang untuk mendesak hawa racun ke ujung pedang.
Kalau tidak badan sendiri kemungkinan besar bisa terkena racun juga.
Oleh karena itu, cara penggunaan pedang ini paling menguras tenaga besar, kalau tidak dalam keadaan kepepet tidak sembarangan dikeluarkan.
Begitu Pek-tok-lan king-hoat hiat-kiam di lolos keluar, air muka perempuan pertengahan umur berubah sungguhsungguh dengan kedua tangannya ia bolang-balingkan pedangnya dengan langkah berat ia mengancam maju, ujarnya.
"Adalah kau yang mendesak aku. Selama puluhan tahun baru sekali ini Tam-kiong sian-ci Hoan Ji-hoa turun tangan!"
Begitu mendengar perempuan pertengahan umur menyebut namanya, tergetar seluruh tubuh Giok-liong, lekaslekas ia berteriak.
"Bibi, jangan! mari kita bicara lagi, lekas...."
Perempuan pertengahan umur mendengus dan menyeringai tawa sinis penuh kesedihan suaranya dingin mencekam.
"Bangsat licik yang tidak tahu malu, kau takut!"
"Bukan! Bukan takut....."
"Sudah jangan cerewet lagi, sambut seranganku ini!"
Sinar biru berkilau menungging keatas terus meluncur turun, hawa dingin menyesakkan napas, lapat-lapat dari sambaran angin yang menderu itu tercium bau amis yang memuakkan.
Gesit sekali Giok-liong melompat mundur sejauh mungkin.
Tapi sinar biru berkilau itu bagai bayangan saja mengejar dengan pesat sekali, Tiba-tiba terlihat sinar kuning memancar memenuhi udara.Tak berani Giok-liong melawan senjata yang terkenal ganas itu dengan sepasang tangannya, terpaksa ia keluarkan Potlot masnya, dengan jurus pura-pura ia tangkis pedang lawan terus senjatanya diputar melindungi muka, teriaknya keras.
"Bibi, sabarlah sebentar, dengar penjelasan siautit..."
"Aku tidak sudi dengar obrolan manismu. Sambut seranganku!"
Baru saja jurus pertama dilancarkan jurus kedua sudah memberondong tiba pula sungguh raya serangan yang luar biasa, dimana sinar biru kemilau itu menyambar, naganaganya ia tidak berani berlaku lamban sedikitpun, dengan mati matian ia terus putar senjata berbisa di tangannya.
walaupun Potlot mas Giok-liong itu adalah senjata Toji Pang Giok yang sudah kenamaan dan ampuh, betapa juga merupakan senjata biasa saja, seluruhnya mengandalkan tiputipu jurus silatnya yang harus sempurna dalam latihan sekarang menghadapi salah satu dari sembilan senjata beracun paling ganas di dunia ini, betapapun tak berguna lagi, tak mungkin memperlihatkan perbawanya, ditambah hati Giok-liong sendiri sudah keder pula hatinya penuh keraguan, tak heran kedatangannya semakin payah dan terdesak terusc Sedapat mungkin ia putar Potiot masnya sekencang mungkin untuk melindungi badan, bagaimanapun juga tidak boleh buat menangkis senjata lawan yang beracun.
Sebaliknya Tam-kiong-sian ci Hoan Ji-hoa semakin bernafsu, jurus demi jurus semakin ganas, tak peduli senjata potlot atau bayangan orangnya, begitu ada kesempatan tentu ditabas dan dibacoknya dengan gemesnya.