Seruling Samber Nyawa Chapter 69

Ujar Ka Liang-kiam sambil tertawa ejek.

"Omitohud ! Mari kita juga pulang gunung !"

Serentak dua belas murid besar Siau-lim pay merangkap tangan bersabda Buddha sambil meramkan mata, mengiring di belakang Ciang bunjin mereka terus berjalan keluar melalui mayat-mayat yang bergelimpangan dibiara besar Sam ceng koan ini terus turun gunung.

Sementara itu Giok-liong yang mengerahkan seluruh tenaganya mengembangkan Leng-hun-toh dengan kecepatan kilat meluncur, sekejap mata saja sedikitnya sudah puluhan li ditempuhnya.

Namun bayangan kuning didepannya itu masih berjarak tiga empat puluh tombak, begitu lincah dan pesat sekali dari bayangan itu hahikatnya tiada niat hendak berhenti.

BegituIah kejar mengejar terus terjadi akhirnya Giok-liong merasa akan keganjilan keadaan yang ditempuhnya ini.

Ternyata gerak langkah bayangan kuning didepan itu cepat atau lambat memang sengaja dilakukan, mengikuti perobahan Leng hun-toh dirinya yang dikembangkan ini.

Terang bayangan kuning ini memang sengaja hendak memancing dirinya.

Apakah ia hendak memancing aku masuk ke dalam perang-kapnya ? Sekilas pikirannya ini menjadi hati Giok-liong yang berdarah panas menjadi dongkol, keinginan menang sendiri membara dalam benaknya, serentak ia empos semangatnya dan himpun tenaga sampai tingkat ke sepuluh, sedikit saja pundaknya bergoyang, bayangan tubuhnya laksana segulung asap mengembang meluncur lebih cepat lagi berapa lipat ganda.

Bayangan kuning didepan itu agaknya rada terkejut ditengah udara ia bergaya indah berjumpalitan terus membelok kesamping terus meluncur kepuncak sebuah bukit yang terjal dan tinggi, nyata gerak geriknya ini juga tidak kalah pesatnya.

"Seumpama harus menerjang rawa naga dan sarang harimau juga harus kulakukan !"

Demikian Giok-liong berpikir dalam hati, sedikitpun tidak kendor pengejarannya, Tanpa disadari kini ia telah kembangkan tenaganya sampai puncak kedua belas, suatu hal yang belum pernah dilakukan selama ini.

Bayangan kuning didepan itu secara tiba tiba putar balik dan meluncur dengan cepat sekali, Giok-liong yang berada dibelakang mengejar dengan penuh nafsu, karena tidak sengaja hampir saja mereka saling bertubrukan ditengah udara, kedua belah pihak sama-sama berseru kejut, begitu saling sentuhan lantas berpisah.

Bayangan kuning berdiri terlongong disebelah sana, Demikian juga Giok-liong menjadi mengeluh heran.

"Malam telah larut dilembah pegunungan yang sepi ini, kenapa tuan mengejar aku sedemikian kencang, apa maksud tujuanmu?"

Suaranya merdu lincah menggerakkan lidah lagi seumpama burung kutilang tengah berkicau, bukan saja nyaring merdu, malah mengandung daya sedot yang mempesonakan menjadikan perasaan orang ringan dan berangan-angan.

"Hai, mengapa kau tidak bicara?"

Berkedip-kedip Gionk-Iiong mengamati bayangan kuning itu, Tampak olehnya bahwa bayangan kuning tadi kiranya adalah seorang gadis remaja belia yang mengenakan pakaian serba kuning ala dayang-dayang dikraton kerajaan, baju yang longgar itu dihembus angin melambai-lambai ditambah rambut sanggulnya yang meninggi raut mukanya lonjong bundar telur, alisnya melengkung laksana bulan sabit menaungi sepasang mata yang bundar bening kemilau, hidung mancung bibir tipis seperti delima merekah, sikapnya agung seperti tertawa, jadi sukar diraba perasaan hatinya.

Gadis cantik semampai yang bersikap agung mempesonakan ini tak ubahnya seperti bidadari yang turun dari kahyangan.

"Hai apa kau seorang juri yang sedang menilai pragawati, Aku bukan sedang beraksi!"

Ucapan yang nyaring tawar, seketika membuat selebar muka Giok-liong merah padam. Agak lama kemudian baru ia menjilat-jilat bibir dan batuk batuk, katanya.

"Di Sam ceng-koan tadi, kau..."

Tak kuduga si gadis sudah menyenggak lebih dulu.

"Kim pit-jan-hun! Kau kan bukan Tosu, urusan di Sam ceng-koan itu lebih baik kau jangan turut campur!"

Giok-lioug tersurut mundur dengan kaget, tanyanya.

"Kau kenal aku?"

Gadis remaja itu tertawa kering cekikikan, sahutnya.

"Siapa yang tidak kenal Kim-pit-jan-hun Ma Giok-liong yang namanya sudah tenar cemerlang di tengah jagat ini!"

Giok liong menjadi rikuh, katanya.

"Nona..."

"Aku dari aliran Ui hoa-kiau!"

Giok liong lebih tercengang, Ui-hoa-kiau atau agama kembang kuning ini adalah suatu aliran luar lain yang sejajar dan kenamaan bersama Bu-lim-su-bi dulu, ratusan tahun yang lalu sudah menggetarkan Bulim.

"Kaucu Ui-hoa kiau sekarang bernama Kim Eng, berwatak aneh diantara lurus dan sesat, banyak akal muslihatnya, seorang yang tidak mempunnyai pendirian tetapi suka bekerja melihat jurusan angin, selamanya bekerja seorang diri. Karena terlalu banyak perbuatannya yang tercela sehingga seluruh kaum persilatan dari golongan hitam dan aliran lurus sangat membenci dan hendak melenyapkan kumpulan jahat ini dari muka bumi. Sungguh tak nyana setelah sekian lama memendam diri kini mulai muncul lagi di-kalangan Kangouw."

Bercekat hati Giok-liong, sebab Hutan kematian Mo-kok, (Sarang iblis) serta Istana beracun tiga aliran besar persilatan golongan jahat yang sudah sekian lamanya mengasingkan diri dari keramaian dunia sekarang mulai bermunculan kembali ditambah Kim-i dan Hiat-hong-pang, menjadikan situasi dunia persilatan semakin gawat dan kacau balau.

Sekarang kalau Ui-hoa-kiau jaya kembali, maka dunia persilatan bertambah sealiran golongan iblis laknat sumber bencana, maka tidaklah heran dan tidak perlu disangsikan lagi pembunuhan berdarah dalam kalangan Kangoaw bakal terjadi sawaktu-waktu.

Demikianlah karena kekuatirannya dan Giok-liong menjadi tunduk berpikir dan menerawang tindakan apa yang harus dilaksanakan sehingga ia terlongong berdiri di tempatnya.

"Siau-hiap, kenapa kau ? semalaman suntuk kau mengejar aku, kenapa malah bungkam ?"

"Karena urusan yang terjadi di Sam-ceng koan itulah !"

"Bukankah sudah kukatakan bahwa para Tosu di Sam cengkoan itu semua adalah laki-laki palsu belaka. Lahirnya mereka mensucikan diri, tak tahunya secara diam-diam dengan jalan belakang saling rebutan kedudukan dan tamak jabatan, siangsiang mereka sudah setimpal untuk diberantas seluruhnya !"

"Tapi perbuatan kalian ini kenapa sampai menyangkut diriku ?"

"Oh, jadi kau takut kena perkara ?"

"Takut ? Apa yang perlu kutakutkan ?"

"Kalau tidak takut peduli apa ?"

Gadis remaja ayu jelita serba kuning itu unjuk senyum manis lalu putar tubuh, pelan-pelan ia berlenggok menuju kesebuah jalanan gunung.

Sang putri malam tengah memancarkan cahayanya yang gemilang, pemandangan alam semesta malam nan sunyi ini bertambah semarak dan mempesonakan.

Giok-liong mencuri lihat bayangan punggung gadis jelita yang sedang berlenggok itu, sedemikian gemulai ia berjalan seakan-akan bidadari tengah menari dibawah sinar bulan purnama, sungguh indah cantik molek lagi.

Sesaat Giok-liong menjadi terlongong-longong kesima, teringat olehnya akan istri tercinta yang masih ketinggalan di Hwi-hun-san-ceng, bukankah saat-saat mereka berpisah juga di waktu bulan purnama begini.

Dirabanya saputangan pemberian sang kekasih yang penuh kenangan itu, tak terasa ia menghela napas sedih, pikirnya .

"Kapan baru aku dapat membikin terang riwayat hidupku, menuntut balas sakit hati keluarga, melenyapkan awal ilalang bencana yang bakal menimpa Bulim, lalu kembali ke Hwi hunsan cheng berkumpul dan hidup bahagia bersama istri tercinta. Remuk luluhlah angkara murka yang selama ini menghantui sanubari Giok-liong yang selalu dikejar keributan, Akhirnya ia menghela napas lalu membalik tubuh hendak tinggal pergi.

"Hendak kemana kau ?"

Sebuah seruan nyaring merdu disusul bayangan kuning berkelebat tiba-tiba gadis remaja baju kuning itu telah menghadang dihadapannya.

Lagi-Iagi bercekat hati Giok-liong timbul kesiap siagaan dalam hatinya, Ji lo dikerahkan sehingga mega putih mulai menguap keluar keluar dari badannya, matanya menyapu pandangan, katanya.

"Jadi kau bermaksud merintangi aku?"

"Yang terang adalah kau yang mengejar aku bukan?"

"Sekarang aku tidak perlu mengejar lagi."

Setelah berkata Giok-liong melangkah maju melewati sisi samping gadis serba kuning terus berjalan turun gunung.

"Hm, hm! "

Jengek dan tertawa dingin keluar dari mulut gadis baju kuning yang tnung!h Giok-liong jadi tersentak berhenti.

"Apa yang kau tawakan?"

Tanyanya.

"Aku geli dan kecewa karena mataku buta melek, salah mengenal orang."

Giok-liong semakin tak mengerti dan garuk-garuk kepala yang tidak gatal, tanyanya selidik.

"Apa maksud ucapan ini?"

Terdengar suara sesenggukan terlihat pula si gadis rupawan itu tengah menyeka matanya dengan ujung lengan bajunya, terang bahwa ia yang sedang menangis, agaknya hatinya sangat rawan dan sedih sekali sampai tak tertahan ia sesenggukan semakin keras.

Diatas pegunungan yang sunyi pada tengah malam, dibawah pancaran sinar sang bulan purnama terdapat seorang gadis remaja yang rupawan ini sudah sangat janggal dan mengherankan.

Tapi justru sesenggukan tangis si gadis ini lebih aneh Iagi.

Terpaksa Giok-liong tidak bisa tinggal pergi begitu saja, urusan banjir darah di Sam ceng-koan boleh dikesampingkan.

Sebaliknya gadis jenaka ini mengapa rnendadak menangis ini harus dicari tahu.

"Nona, kenapa kau?"

"Jangan tanya aku!"

Urusan di dunia ini sungguh sangat aneh dan ganjil sesuatu yang ditanyakan kalau tidak dijelaskan semakin menarik perhatian. Maka Giok-liong melangkah setindak serta desaknya.

"Apakah kau punya sesuatu kesukaran?"

"Peduli apa dengan urusanmu?"

"Mungkin aku yang rendah dapat membantu sekuatnya untuk mengatasi kesukaranmu itu."

"Semula memang aku berpikir begitu, maka besar sekali harapanku !"

"Lalu sekarang bagaimana ?""

"Lenyap dan sirna sudah harapanku itu, menjadi kosong belaka."

"Kenapa bisa begitu ?"

Gadis baju kuning mendongak melihat rembulan, air mata meleleh deras membasahi pipinya, sebelum membuka suara ia menghela napas rawan, lalu ujarnya penuh duka.

"Selama puluhan tahun aku hidup merana dan penuh dengan derita, Belum lama ini aku dengar berita akan munculnya seorang pendekar besar di kalangan Kangouw, maka kuimpikan untuk bertemu dengan kau, ingin aku minta bantuanmu untuk menolongku keluar dari serangan derita yang menyiksa badan ini. Maka kutempuh suatu bahaya, melanggar pantangan atau disiplin agama memancingmu datang kemari, Tak duga kau ternyata bernama kosong belaka, tak lain seorang yang bersikap dingin mengenal ..,"

Sebetulnya ia hendak mengatakan tak mengenal kasih.

Tapi agakaya rada likuk dan malu maka ditelannya kembali setelah jelas ia sesenggukan lagi semakin sedih, air mata tak terbendung lagi.

Giok liong seperti orang linglung tak dapat menyelami penjelasan orang tanpa juntrungan ini, katanya sekenanya.

"Aku tidak paham apa maksudmu!"

"Sudah tentu kau takkan paham !"

Gadis baju kuning menyeka air matanya lalu menunjuk delapan dedaunan warna hi.jau yang menghias mukanya serta berkata dengan sedih.

Posting Komentar