Sepasang Pedang Iblis Chapter 30

NIC

Dia seorang laki-laki berusia lima putuh tahun, menjadi pemimpin rombongannya dan melihat warna kulitnya yang paling muda di antara kawan-kawannya, dapat diduga bahwa dia mempunyai kepandaian yang paling lihai. Sikapnya halus, suaranya halus dan pakaiannya seperti saste-rawan! Akan tetapi tiba-tiba terdengar suara ketawa yang menggetarkan semua orang. Yang tertawa adalah Im-kan Seng-jin Bhong Ji Kun, koksu dari Kerajaan Mancu yang sudah menghampiri tempat itu. Diam-diam rombongan Pulau Neraka dan Thian-liong-pang terkajut karena mereka maklum bahwa kakek itu benar-benar memiliki tenaga sakti yang hebat sekali sehingga untuk melindungi jantung mereka tarpaksa harus mengerahkan tenaga sakti melawan pengaruh getaran yang ditimbulkan oleh suara ketawa itu.

"Ha-ha-ha-ha! Sungguh kebetulan sekali! Anak ini sudah menjadi tawananku sejak tadi, akan tetapi agaknya kini kalian dan Thian-liong-pang dan Pulau Neraka hendak memperebutkannya pula. Baiklah bukankah kita berkumpul sebagai orang-orang gagah? Kalau mengadu ilmu tanpa taruhan, sungguh kurang seru dan tidak menarik. Biarlah bocah ini dijadikan taruhan di antara kita tiga rombongan! Setiap rombongan mengajukan dua orang jago dan siapa di antara kita yang jago-jagonya keluar sebagai pemenang berhak memiliki bocah ini. Siapa yang tidak setuju?"

Ucapan kalimat terakhir ini mengandung ancaman dan seluruh urat syaraf di tubuh koksu ini sudah menegang karena sebuah kata-kata manentahg saja sudah cukup baginya untuk turun tangan membunuh orangnya! Dalam keadaan seperti itu, rombongan Thian-liong-pang dan Pulau Neraka maklum bahwa menentang tidak menguntungkan pihaknya. Mereka sedang berebut dan menghadapi pihak lawan ini saja sudah berat, apalagi kalau sampai rombongan karajaan itu membantu lawan! Daripada menderita kekalahan yang sudah pasti, lebih baik menerima usul itu karena mereka percaya bahwa ucapan yang keluar dari mulut koksu kerajaan ini, yang didengar banyak telinga, tentu dapat diperaaya sepenuhnya.

"Baik, kami setuju!"

Wanita cantik Thian-liong-pang berkata.

"Kami setuju!"

Kata pula Si Muka Hijau dari Pulau Neraka.

"Kami mengajukan dua orang jago, aku sendiri dan Suteku ini!"

Seorang tinggi besar seperti raksasa yang mukanya juga hijau, akan tetapi sedikit lebih tua warnanya daripada pemimpin rombongan, meloncat keluar. Wanita cantik Thian-liong-pang tersenyum dan ia melangkah ke depan.

"Aku adalah pemimpin rombongan Thian-liong-pang dan oleh Pangcu sendiri aku diberi kuasa untuk mewakili beliau. Karena itu, aku seoranglah yang bertanggungjawab dan biarlah kami dari pihak Thian-liong-pang hanya mengajukan seoreng jago saja, yaitu aku sendiri."

"Ahh, mana bisa begitu? Kalau hanya seorang jago, dia harus berani menghadapi dua orang lawan sekaligus!"

Si Muka Hijau mencela. Wanita itu tersenyum mengejek.

"Melihat warna kulit kalian, tentu kalian sudah memiliki kedudukan di Pulau Neraka dan dihitung dari tingkatan, kiranya aku masih tinggi beberapa tingkat dari kalian, maka tentu saja aku tidak keberatan untuk melawan kalian berdua sekaligus!"

Dua orang Pulau Neraka itu menjadi marah dan memandang dengan mata melotot karena ucapan wanita Thian-liong-pang itu sungguh merendahkan sekali, akan tetapi sebagai orang-orang berke-pandaian mereka pun menduga bahwa wanita itu tentu amat lihai, kalau tidak demikian, tentu tidak akan berani bersikap sesombong itu.

"Ha-ha-ha-ha, benar-benar Cu-wi para wakil Pulau Neraka dan Thian-liong-pang amat gagah dan mengagumkan. Biarlah aku mengajukan dua orang jago kami, yaitu Thian Tok Lama dan Thai Li Lama, dengan demikian, dua orang jagoku sekaligus dapat menghadapi dan melayani wakil-wakil Pulau Neraka dan Thian-liong-pang. Thian Tok Lama melayani dua orang gagah dari Pulau Neraka, sedangkan Thai Li Lama berpibu melawan wanita gagah dari Thian-liong-pang. Tentu ramai sekali. Siapa yang nanti keluar sebagai pemenang, boleh membawa pergi dan memiliki bocah itu."

Ucapan ini merupakan perintah bagi kedua orang pendeta Lama dari Tibet, maka mereka sudah melangkah maju dan siap menghadapi lawan. Thian Tok Lama yang gendut sudah menghampiri dua orang jago Pulau Neraka, sedangkan Thai Li Lama yang bertubuh kurus dan bermata tajam menghampiri wanita Thian-liong-pang.

Sementara itu Bun Beng yang dibiarkan bebas melangkah mundur-mundur tanpa ada yang mempedulikan karena semua orang tahu bahwa anak itu tidak akan dapat pergi dari pulau itu. Bun Beng mendekati tebing dan memandang ke bawah. Ia bergidik. Sekeli-ling pulau kecil itu telah dikurung oleh perahu-perahu sehingga ke mana pun ia pergi, ia akan berhadapan dengan anak buah mereka. Satu-satunya bagian yang tidak terjaga perahu hanyalah bagian di mana air sungai bertemu dengan air laut dan membentuk pusaran air yang amat mengerikan, yang tadi telah menghancurkan tubuh seorang anggauta Pulau Neraka dan disebut air pusaran maut. Bun Beng berdiri dengan muka pucat dan membalikkan tubuh menonton pertempuran yang telah dimulai. Pertempuran yang amat dahsyat.

Posting Komentar