"Orang Siauw-lim-pai memang hebat....!"
Terdengar Im-kan Seng-jin berkata perlahan. Sebetulnya, dia tidak berniat memusuhi Siauw-lim-pai akan tetapi karena dia tidak mau kehilangan Bun Beng, dia mengambil keputusan pendek. Tiba-tiba ia menggerakkan tangan kirinya, didorongkan ke arah dada Kakek Siauw Lam. Angin yang keras dan panas menyambar ke depan, tenaga yang tidak nampak menghantam dada Kakek Siauw Lam yang tentu saja tidak dapat mengelak atau menangkis karena dia sedang terhimpit oleh tenaga kedua orang Lama yang sudah hampir ia kalahkan itu.
"Uahhh....!"
Kakek Siauw Lam tergetar tubuhnya dan dari mulutnya tersembur darah segar, akan tetapi matanya mendelik memandang Im-kan Seng-jin dan dia masih tetap mempertahankan himpitan kedua orang Lama, sedikit pun tidak berkurang tenaga sin-kangnya biarpun sudah menderita luka parah! Tiba-tiba Bhe Ti Kong mengeluarkan gerengan keras dan tubuhnya meloncat maju, tampak sinar berkilat ketika ia menggerakkan senjatanya yang istimewa yaitu sebuah tombak gagang pendek.
"Cappp!"
Tombak itu menusuk lambung Kakek Siauw Lam sampai tembus!
"Suhuuu....!"
Bun Beng menjerit, akan tetapi kedua kakinya tetap saja tak dapat digerakkan. Dengan mata terbelalak dan muka pucat ia melihat betapa suhunya roboh, mengerang perlahan lalu terdiam, tak bergerak lagi. Sejenak enam orang itu termangu-mangu, agaknya merasa tidak enak dengan adanya kejadian itu. Betapapun juga, yang mereka bunuh adalah seorang tokoh Siauw-lim-pai!
"Ambil racun penghancur, lenyapkan mayatnya!"
Im-kan Seng-jin berkata dan dua orang panglima cepat membuka bungkusan koksu itu, mengeluarkan sebuah guci, membuka tutupnya dan menu-angkan benda cair berwarna putih perak ke atas tubuh Kakek Siauw Lam yang menjadi mayat.
"Suhuuuu....!"
Bun Beng masih terbelalak sambil menjerit memanggil nama suhunya sampai jari tangan Im-kan Seng-jin menyentuh lehernya dan membuat ia tak mampu menjerit lagi. Dia hanya da-pat memandang dengan mata terbelalak betapa mayat suhunya itu cepat sekali mencair.
"dimakan"
Benda cair putih itu dan terciumlah bau yang asam dan tajam menusuk hidung.
Sepasang mata anak itu tak pernah berkedip melihat betapa mayat suhunya itu habis dan mencair sampai ke tulang-tulangnya, tidak ada bekasnya sedikitpun juga karena cairannya diserap oleh tanah, dan yang tinggal hanyalah tanah basah yang berbau racun itu. Dua titik air mata tanpa dirasakannya jatuh ke atas pipinya, akan tetapi Bun Beng tidak menangis. Tidak, sedikit pun dia tidak terisak, biarpun kedukaan menyesak di dada, karena kedukaannya dikalahkan rasa kebenciannya terhadap empat orang itu. Berganti-ganti sinar matanya seperti dua titik api hendak membakar tubuh Im-kan Seng-jin, Bhong Ji Kun, Thian Tok Lama, Thai Li Lama dan Bhe Ti Kong. Terutama sekali Bhong Ji Kun dan lebih-lebih lagi Bhe Ti Kong. Karena ia dapat menduga bahwa kedua orang itulah yang membunuh suhunya! Akan tetapi, enam orang itu tidak mempedulikannya.
Setelah mayat Kakek Siauw Lam lenyap, bergegas mereka mengajak Bun Beng menuju ke arah lapangan yang dijadikan medan pertandingan. Kedua orang kakek utusan Pulau Es ternyata amat lihai. Berkali-kali maju orang-orang sakti yang memasuki medan laga untuk berpibu, namun kesemuanya dikalahkan oleh Kakek Yap Sun dan Kakek Thung Sik Lun! Semua orang menjadi gentar dan kini pihak Thian-liong-pang dan rombongan Pulau Neraka sudah mulai berbisik-bisik, agaknya mereka ini yang tadi nampak tenang-tenang saja sudah mulai memperbincangkan siapa yang akan mereka ajukan untuk menandingi dua orang kakek Pulau Es yang sakti itu. Agaknya pihak Thian-liong-pang yang merasa penasaran dan dua orang kakek dari pihak ini sudah melompat maju.
"Mundur!"
Suara ini melengking nyaring dan tiba-tiba tampak sinar yang sebetulnya adalah bayangan putih seorang manusia yang melayang turun dari atas tebing dan hinggap di depan kedua orang kakek Pulau Es tanpa mengeluarkan suara, seperti seekor burung saja. Semua orang memandang dan terbelalak melihat seorang wanita berpakaian sutera putih dengan sabuk sutera biru, bentuk tubuh yang ramping padat dan menggairahkan. Akan tetapi kepala wanita ini tertutup oleh kedok sutera putih seluruhnya, merupakan sebuah kantung yang ditutupkan di kepala sampai ke bawah leher, hanya mempunyai dua buah lubang dari mana berpancar sinar mata yang indah, bening, namun mengandung hawa dingin dan tajam seperti ujung pedang pusaka! Kulit kedua tangan yang tersembul keluar dari lengan baju, amat putih dan tangan itu sendiri kecil halus seperti tangan seorang puteri yang kerjanya setiap hari hanya merenda dan berhias!
Akan tetapi, semua orang berhenti menduga-duga dan mengerti bahwa wanita berkedok itu tentulah ketua yang penuh rahasia dari Thian-liong-pang! Hal ini terbukti dari sikap para rombongan Thian-liong-pang yang serta merta menjatuhkan diri berlutut menghadap ke arah wanita berkerudung itu. Tanpa diketahui oleh para tokoh kang-ouw kini rombongan koksu telah menonton di situ, bahkan dari belakang mereka menyusul pasukan pengawal yang segera membentuk barisan yang siap menanti komando. Akan tetapi wanita berkerudung itu tidak mempedulikan semua ini. Dari balik kerudung keluar suara yang merdu dan halus, akan tetapi nyaring dan begitu dingin membuat semua orang menggigil.
"Apakah kalian berdua ini utusan Pulau Es?"
Yap Sun sudah mendengar akan Ketua Thian-liong-pang yang luar biasa, akan tetapi seorang seperti dia pun tertegun ketika mendapat kenyataan bahwa ketua yang disohorkan memiliki ilmu kepandaian seperti iblis itu ternyata hanyalah seorang wanita, bahkan melihat bentuk tubuh dan mendengar suaranya, dia hampir berani memastikan bahwa wanita ini tentu masih muda! Akan tetapi, teringat akan majikannya sendiri yang juga hanya pemuda malah buntung kakinya, ia menyingkirkan keheranannya, kemudian menjura dan menjawab.
"Tidak keliru dugaan Pangcu yang terhormat. Saya Yap Sun dan Sute Thung Sik Lun ini adalah utusan dari Pulau Es."
"Bagus! Sudah cukup Pulau Es memperlihatkan kegarangannya. Sekarang robohlah!"
Ucapan ini disusul dengan serangan kilat yang luar biasa cepatnya. Tahu-tahu tubuh wanita ini telah menerjang dua orang kakek itu dengan pukulan yang membawa angin halus. Dua orang kakek itu kaget. Makin halus angin pukulan, makin hebatlah karena itu menunjukkan kekuatan sin-kang yang sudah tinggi. Akan tetapi dia dan sutenya merasa penasaran. Sebagai tokoh-tokoh Pulau Es yang tadi telah membuktikan kelihaian mereka, tentu saja mereka merasa tersinggung sekali ketika Ketua Thian-liong-pang ini menyuruh mereka roboh begitu saja! Maka cepat mereka mengelak dan karena maklum menghadapi pukulan kilat secepat itu mengelak saja masih kurang cukup, maka sambil mengelak mereka menangkis dari samping.
"Dukk! Dukk!"
Sukar sekali dipercaya oleh mereka yang menyaksikannya karena begitu lengan kedua orang kakek sakti itu bertemu dengan kedua tangan wanita berkerudung itu, tubuh mereka terlempar roboh bergulingan kemudian barulah mereka dapat meloncat bangun dengan muka berubah. Akan tetapi Kakek Yap Sun dan sutenya bukan orang-orang sembarangan. Mereka tidak terluka, hanya kaget saja dan kini keduanya sudah menerjang maju lagi dengan dahsyat.
"Bagus! Kalian boleh juga!"
Kata wanita berkerudung itu dan terjadilah pertandingan yang amat hebat. Kedua orang kakek itu mengeroyok dari jarak dekat, pukulan-pukulan mereka ampuh bukan main, namun semua pukulan mereka dapat dielakkan oleh Si Wanita berkerudung. Berkali-kali kedua orang kakek itu mengeluarkan seruan aneh dan terheran-heran karena melihat betapa wanita itu mengelak dan menangkis dengan jurus-jurus yang sama dengan serangan-serangan mereka! Karena penasaran, Yap Sun lalu berseru keras dan mengirim pukulan dengan telapak tangannya, juga sutenya mengim-bangi serangan suhengnya itu, dari pihak yang berlawanan mengirim pukulan dengan telapak tangannya.
"Aiiihhhh!"
Dan tubuhnya mencelat ke atas sehingga himpitan dua tenaga sin-kang itu luput. Ia melayang ke depan dan turun sambil mencabut sebatang pedang pendek dan kecil, semacam pisau belati. Sambil bertolak pinggang ia bertanya.
"Bukankah itu tadi pukulan Hwi-yang Sin-ciang yang dahulu milik Kang-thouw-kwi Gak Liat Si Setan Botak, dan satu lagi Swat-im Sin-ciang, milik Ma-bin Lo-mo Siangkoan Lee Si Muka Kuda? Kiranya Ketua kalian mengajarkannya kepada kalian?"
Yap Sun merasa mendapat hati dan mengira bahwa wanita itu jerih terhadap pukulan tenaga inti api dan pukulan sutenya dengan tenaga inti es, maka ia berkata.
"Apakah Pangcu yang terhormat jerih menghadapinya?"
"Aihhh, sombong! Siapa takut? Majulah!"
Kedua orang tokoh Pulau Es itu me-nerjang lagi dengan pukulan-pukulan mereka yang amat berbahaya, akan tetapi wanita itu selalu dapat mengelak dengan cepat. Adapun Bun Beng ketika mendengar nama Kang-thouw-kwi Gak Liat Si Setan Botak, menjadi terkejut sekali.
"Gak Liat adalah Ayahku....!"