Sakit Hati Seorang Wanita Chapter 70

NIC

"Mengapa, Pui Kong-cu?" Koo Cai Sun berkata, "Mengapa harus merasa ma lu kalau ia melihat keadaan kita bertiga? Biarlah ia me lihat betapa kejamnya Iblis Betina ini yang telah me mbuat kita bertiga seperti ini! Bong Lim, nyalakan saja semua la mpu itu!"

Akan tetapi karena dia bekerja kepada Pui Ki Cong, Bong Lim tidak me naati perintah Koo Cai Sun, sebaliknya dia bertanya kepada Pui Ki Cong. "Bagaimana, Pui Kongcu? Dinyalakan atau tidak lampu-la mpu ini?"

Pui Ki Cong me nghela napas panjang dan mengangguk. "Benar juga pendapatmu, Koo-twako. Nyalakanlah semua la mpu itu, Bong Lim."

Bong Lim la lu menyalakan tiga la mpu yang lain sehingga kini ruangan itu menjadi terang sekali. Kini Cui Hong berdiri terbelalak me man dang bergantian kepada tiga orang itu karena setelah kini cuaca a mat terang, ia me lihat betapa wajah mereka benar-benar mengerikan sekali! Aih, bagaimana mungkin ia dulu dapat sekejam itu? Teringatlah ia kepada Tan Siong. Murid Kun-lun-pai, pendekar yang budiman dan perkasa itu pernah menasehatinya bahwa me mbiarkan dendam di hati sa ma dengan meracun i diri sendiri. Ternyata kini ia melihat sendiri betapa racun dendam dalam batinnya itu telah me mbuat ia ma mpu melakukan kekeja man yang tidak manus iawi lagi! la merasa menyesal, sungguh menyesal! "Bong Can Twako dan Bong Lim, periksa apakah kaki tangan gadis itu sudah diikat kuat sehingga ia tidak mungkin me lepaskan diri lagi?" tanya Pui Ki Cong kepada dua orang pengawalnya. Kakak beradik Bong itu saling pandang.

"Gadis yang ma na, Kongcu?" tanya Bong Lim.

"Bodoh! Tentu saja gadis yang berpakaian pria ini!" bentak Lauw Ti kepada Bong Lim. Dua orang kakak beradik ini dia m- diam tidak suka kepada Lauw Ti yang bersikap kasar kepada mereka, seolah-olah dia itu yang berkuasa dan menjadi maj ikan mere ka.

"Ah, jadi inikah yang berna ma Kim Cui Hong dan disebut Iblis Betina yang telah bertindak kejam sekali terhadap Kongcu bertiga?" Bong Can berkata dan bersa ma adiknya dia mengha mpiri Cui Hong. Setelah melihat dari dekat baru mereka yakin bahwa "pemuda tampan" itu me mang benar seorang wanita yang menyamar dan dia m-dia m kedua orang murid Kun-lun-pai ini merasa heran bagaima na ada gadis secantik itu sudah sede mikian jahat dan kejamnya. Setelah me mer iksa belenggu pada kaki tangan Cui Hong, Bong Lim berkata.

"Ikatannya cukup kuat dan ia tidak akan ma mpu me mbebaskan diri, Kongcu."

"Hemm, bagus! Kalau begitu, ikat tubuhnya di tihang sudut ruangan itu!" perintah Pui Ki Cong.

Dua orang pengawal itu la lu me megang lengan Cui Hong bagian siku dari kanan kir i, kemudian mereka mengang kat tubuh gadis itu, dibawanya ke tihang tembok di sudut ruangan dan meng ikat kaki tangannya pada tihang itu. Semua ini, dari cara mengang kat tubuh gadis, itu sa mpai ke sudut dan meng ikat kaki tangan yang sudah terbelenggu kepada tihang, dilakukan dengan cara yang tidak melanggar kesusilaan sehingga dia m-dia m Cui Hong mencatat bahwa dua orang pembantu Pui Ki Cong ini adalah orang-orang yang baik, tidak jahat atau kurang ajar seperti kebanyakan pengawal atau tukang pukul, bertolak belakang dengan watak dua orang bekas tukang pukul Pui Ko Cong yang kini juga duduk di kursi roda seperti tengkorak hidup.

"Ia sudah terikat pada tihang, Kongcu." kata Bong Can. "Dorong aku ke depannya!" kata Pui Ki Cong. Bong Lim lalu

mendorong kursi roda yang diduduki Ki Cong dan mendorongnya sehingga laki-laki buta itu kini duduk di kursi roda, di depan Cui Hong yang tak ma mpu bergerak karena kini kaki tangan yang terikat pada tihang. Koo Cai Sun dan Lauw Ti juga menggerakkan roda kursi masing-mas ing mengikuti Pui Ki Cong mendekati Cui Hong yang terikat pada tihang. Gadis itu me mandang kepada mereka dan kembali ia merasa ngeri me lihat keadaan mereka.

"Can-twako dan Bong Lim, kalian harus menjaga dekat karena gadis ini lihai sekali." kata Pui Ki Cong yang masih merasa jerih, apalagi karena dia tidak dapat melihat bagaimana keadaan Cui Hong pada saat itu. Berbeda dengan Koo Cai Sun dan Lauw Ti yang me lihat bahwa gadis yang ditakuti itu benar-benar tidak berdaya.

"Pui Ki Cong, Koo Cai Sun, dan Lauw Ti! Sekarang aku menyadari bahwa pembalasan sakit hatiku kepada kalian me mang a mat kejam. Karena itu, bunuhlah aku untuk menebus kekeja manku. Aku tidak takut mati, bahkan rela menebus kekeja man ku terhadap kalian itu dengan nyawaku." kata Kim Cui Hong sengaja menutup kedua matanya agar tidak melihat muka yang mengerikan itu. Muka tanpa hidung, tanpa bibir, tanpa telinga. Muka yang bagian hidungnya berlubang besar, giginya tampak berderet-deret karena tidak ada bibirnya lagi, sepasang daun telinga yang buntung, kaki tangan yang bengkok! Apalagi Pui Ki Cong yang kedua matanya juga hanya berbentuk dua buah lubang. Presis tengkorak hidup, hanya tengkorakini berkulit dan bera mbut. "Bunuh mati begitu saja? Huh, enaknya!" kata Lauw Ti dengan suaranya yang pelo. "Aku akan memba las siksaan-mu, aku akan menghina mu dan me mbuatmu menderita sehingga engkau akan merasa menyesal hidup sebagai manusia!" Suaranya semakin kacau dan matanya yang tinggal satu itu mencorong seperti mata iblis karena dia dibakar kemarahan dan kebencian. "Sekarang, lebih dulu aku akan menelanjangimu!" Setelah berkata demikian, Lauw Ti me loncat keluar dari kursinya, berdiri dengan kaki kirinya saja karena kaki kanannya lumpuh, berloncatan mendekati Cui Hong yang merasa ngeri. Tangan kiri Lauw Ti buntung sebatas pergelangan, maka dia menggunakan tangan kanannya, meraih baju Cui Hong dan menariknya sekuat tenaga karena tenaga saktinya juga sudah tak dapat dikeluarkan lagi. "Bretttt....!" baju itu robek terlepas dari tubuh atas Cui Hong, akan tetapi gadis itu tidak menjadi telanjang karena di bawah baju pria itu ia masih mengenakan baju wanita. Pakaian rangkap ini yang menyempurnakan penyamarannya karena tubuhnya tampak lebih besar. Mata yang tinggal sebelah itu terbelalak dan Lauw Ti se makin marah melihat betapa tubuh Cui Hong masih tertutup baju wanita yang rapi, maka dia sudah menjulurkan tangan kanan hendak mereng gut lagi baju wanita itu dari dada Cui Hong.

"Tahan, Lauw Ti!" teriak Pui Ki Cong. Melihat Lauw Ti tidak menaati perintah Pui Ki Cong dan hendak tetap merenggut baju Cui Hong, Bong Can lalu menangkap tangan Lauw Ti dan mendorongnya duduk ke mbali ke atas kursi roda.

"berani kau. ?" Lauw Ti me mbentak.

"Pui Kongcu melarangmu dan engkau harus menaatinya!" kata Bong Can singkat.

Mendengar suara Bong Can yang tegas ini, Lauw Ti t idak berani rewel lagi, akan tetapi dia bersungut-sungut dan matanya yang tinggal sebelah me mandang ke arah Cui Hong dengan penuh kebencian, seolah dia hendak menyiksa dan me mbunuh wanita itu dengan pandangi matanya.

"Hemm, engkau me larang aku menyiksanya? Lalu apa yang hendak kaulakukan kepada musuh besar kita ini, Pui Kong- cu?" tanyanya dengan suara mengandungi penasaran dan kemarahan.

"Hemm, kukira tidak perlu menyiksa dan menghinanya lagi. Kesalahan kita se mbilan tahun la lu tidak kita ulangi lagi sekarang. Lebih baik dia dibunuh saja dan impas sudah semua perhitungan!" kata Pui Ki Cong.

Terharu rasa hati Cui Hong mendengar ucapan Pui Ki Cong ini. Mungkin putera pembesar itu mata keranjang dani suka me mper ma inkan wanita, akan tetapi ucapannya itu sedikitnya menunjukkan bahwa dia menyadari akan kesalahan dirinya sembilan tahun yang lalu.

"Ah, kalau aku tidak setuju ia disiksa dan tidak setuju ia dibunuh. Lebih baikia dibiarkan hidup saja!" kata Koo Cai Sun.

"Hee?? Apa maksudmu, Cai Sun? Membiarkan musuh kita yang telah merusak kehidupan kita ini hidup? Maksudmu me lepaskannya, begitu?" Lauw Ti me mbentak marah.

"Koo Cai Sun, bagaimana mungkin engkau me mpunyai pendirian seperti itu? Selama dua tahun ini kita hidup tidak mati pun bukan, mengandung dendam segunung tingginya dan selaut dalamnya, dan sekarang setelah ia kita tangkap, engkau bilang kita sebaiknya melepaskannya begitu saja?" tanya pula Pui Ki Cong yang merasa terheran-heran. "Apakah engkau... menaruh iba kepada orang yang telah me mbuat mukamu menjadi seburuk setan begini?"

Posting Komentar