"Tar-tar-tarrr...!" Cambuk itu me ledak-ledak dan menya mbar-nyambar ke arah kepala, disusul serangan ke arah pinggang, lalu ke arah kaki secara bertubi. Hebat sekali serangan cambuk itu. Akan tetapi Cui Hong me miliki ginkang (ilmu meringankan tubuh) yang tinggi sehingga tubuhnya berkelebatan sedikit, terhindar dari sambaran cambuk. Ketika cambuk menyambar lagi ke arah lehernya, ia melompat ke kanan, me mbalik dan menghanta m ca mbuk itu dengan tongkat gagang sapu.
"Wuuuttt... takkk!" Tung Ok berseru kaget dan melangkah mundur. Dia terkejut sekali karena tangkisan gagang sapu itu ma mpu menggetarkan tangannya yang memegang gagang cambuk! Sulit dipercaya seorang wanita muda me miliki tenaga sin-kang yang nma mpu meng imbangi tenaganya! Dia menyerang se makin hebat, me ma inkan ilmu ca mbuknya yang ia sendiri menganggap tidak ada lawan yang ma mpu menand inginya. Akan tetapi Cui Hong tidak mau kalah. Ia me ma inkan ilmu tongkat warisan gurunya, yaitu Toat-beng Koai-tung dan terjadilah perkelahian yang a mat seru. Gulungan sinar cambuk dan tongkat menyambar-nya mbar dan terkadang tampak cambuk dan tongkat seolah berubah menjad i banyak. Mereka yang menonton perkelahian itu menjad i kagum dan juga gentar untuk maju me mbantu. Tung Ok sendiri harus me ngakui bahwa baru sekali ini dia bertemu seorang wanita muda yang sanggup melawannya tanpa terdesak walaupun dia sudah mengerahkan tenaga dan menge luarkan jurus-jurus simpanannya. Bahkan tadi ilmu sihirnya juga tidak ma mpu me mpengaruhi Cui Hong. Baru sekarang dia tahu mengapa dua orang tangguh seperti Su Lok Bu murid Siauw-Iim-pai dan Cia Kok Han murid Bu-tong-pai me muji- muji gadis ini dan merasa jerih kepadanya. Sebutan Iblis Betina bukan sebutan kosong.
Setelah perkelahian satu lawan satu itu berlangsung cukup la ma, sekitar lima-pu luh jurus dan dia belum juga ma mpu menang kap wanita itu, hidup atau mati seperti yang dikatakannya, Tung Ok menjadi penasaran. Dari perkelahian itu dia tahu bahwa dia pun tidak akan kalah oleh Kim Cui Hong, akan tetapi untuk dapat merobohkan wanita itu pun bukan hal mudah baginya. Kalau dibiarkan terlalu lama, pandangan orang terhadapnya akan menurun. Maka dia me mber i isarat kepada delapan orang perajurit yang menjadi pembantu dan pengawalnya. Delapan orang yang sejak tadi sudah siap siaga mengepung dalam lingkaran para perajurit itu, tiba-tiba bergerak mengelilingi Cui Hong dan Tung Ok yang masih bertanding seru. Mereka me lolos benda lunak hitam dari ikat pinggang mereka. Benda itu ternyata adalah semaca m jala ikan yang terbuat dari tali hitam yang halus. Tiba-tiba mere ka menggerakkan tangan secara bergantian dan jala berkembang menyambar ke arah Cui Hong. Wanita ini menang kis dengan tongkatnya sambil men gerahkan tenaga, namun ternyata tongkat yang mampu merusak senjata tajam lawan itu, tidak ma mpu me mbikin putus tali-tali jala yang terbuat dari bahan yang khas dan aneh, yang tidak akan putus walaupun dibacok senjata tajam sekalipun! Cui Hong terkejut dan mengelak. Ia berhasil menge lak dari sa mbaran jala-jala itu sa mpai lima….
Ada halaman hilang
mereka pun tidak ingin mengetahui dan ia merasa yakin bahwa wanita itu tentu dibunuh oleh Perwira Su dan Perwira Cia.
Ruangan tertutup yang luas itu tidak terang ketika Su Lok Bu dan Cia Kok an masu k pada hari kemar in dulu. Kalau pada waktu pertama kali mereka berdua datang mene mui tiga orang tengkorak hidup, yaitu Pui Ki Cong, Koo Cai Sun, dan Louw Ti, dalam ruangan itu dipasang lima buah la mpu besar sehingga keadaan dalam ruangan itu terang benderang seperti siang, kini yang dipasang hanya dua buah la mpu sehingga remang-re mang menyera mkan! Agaknya tiga orang itu me mang tidak ingin pekerjaan mere ka tampak jelas oleh orang yang selalu mereka tunggu-tunggu untuk dihadapkan mereka, maka mereka, atau lebih tepat Pui Ki Cong sebagai tuan rumah, menyuruh para pelayan menyalakan dua buah la mpu saja. Baru saja Pui Ki Cong menerima kabar dari Su Lok Bu bahwa musuh besarnya, Kim Cui Hong, tteah dapat ditangkap hidup-hidup dan hendak diserahkan kepadanya! Dengan girang sekali dia lalu mengajak Koo Cai Sun dan Lauw Ti untuk menanti di dalam ruangan itu, sengaja me mbuat cuaca di situ tidak terang sekali agar keburukan rupa mereka tidak tampak nyata. Kemulian dengan perasaan hati berdebar- debar penuh ketegangan, penuh dendam kebencian, mereka duduk di atas kursi roda masing-mas ing dan menunggu. Akhirnya seorang pelayan me mbuka pintu ruangan itu dari depan dan Su Lok Bu masu k mendorong Kim Cui Hong yang kaki tangannya terbelenggu kuat. Gadis itu masih mengenakan pakaian pria, wajahnya agak pucat akan tetapi sepasang matanya mencorong dalam kere mangan cuaca dalam ruangan itu. Setelah tidak berdaya dalam libatan dan bungkusan delapan helai jaring yang kokoh kuat, Cui Hong sama sekali tidak berdaya ketika ia ditotok oleh Su Lok Bu, tidak ma mpu men gelak atau menangkis. Dalam keadaan tak ma mpu bergerak karena tertotok dengan mudah Su Lok Bu dan Cia Kok San me lepaskannya dari dalam libatan jaa-jala dan me mbelenggu kedua pasang kaki tangannya.
"Hemm, beginikah sikap dua orang laki-laki yang mengaku gagah perkasa ini? katanya dahulu adalah pende kar Sauw-lim dan Bu-tong? Curang, main keroyokan dan tidak adil! " Cui Hong mengejek, sama sekali tidak me mperliatkan rasa takut.
odwo oo 0
WAJAH kedua orang perwira itu terasa panas dan kalau bukan di waktu malam ketika mereka menangkap gadis itu, tentu akan tampak muka mereka berubah ke merahan.
"Hemm, terhadap seorang wanita yang jahat dan kejam me lebihi iblis betina, tidak perlu me makai peraturan orang gagah! Yang jahat harus dibasmi, dengan cara apapun juga." kata Su Lok Bu untuk menyembunyikan rasa tidak enak mendengar teguran yang mengandung ejekan itu. Memang, sebagai seorang pendekar murid Siauw-lim-pa i, amat me ma lukan kalau mengalahkan musuh dengan cara keroyokan. Akan tetapi musuhnya ini bukan sekedar pi-bu (mengadu kepandaian silat) atau sekadar menguji, akan tetapi sebagai usaha untuk me nyingkirkan seorang yang jahat dan amat kejam sekali..
"Huh, kalian ini dulu men jadi anjing-anjing penjilat pembesar Pui dan putera-nya yang jahat, masih dapat mengatakan orang jahat seperti iblis! Tak tahu malu!" kata pula Cui Hong marah.
"Tidak perlu banyak cerewet! Rasakan pembalasan orang- orang yang engkau siksa dengan kejam. Engkau me mang bukan manusia lagi! Hayo!" Su Lok Bu dan Cia Kok Han lalu me mbawa gadis itu dan setengah menyeretnya menuju ke gedung tempat tinggal Pui Ki Cong. Kini mereka telah menyeret Cui Hong me masuki ruangan re mang-re mang di mana t iga orang tengkorak hidup itu sudah me nanti di atas kursi roda masing-masing, seperti setan-setan yang keluar dari neraka untuk me mba las dendam kepada Kim Cui Hong.
Cui Hong didorong masuk dan karena kedua kakinya terbelenggu, ia pun terpelanting roboh dalam keadaan terlentang, akan tetapi dengan kedua kakinya yang telah terbebas dari totokan ia dapat mengangkat rubuhnya dan duduk me nghadapi t iga orang di atas kursi roda itu. Matanya mencorong dan terbayang kengerian melihat tiga orang yang wajahnya seperti setan itu me mandang kepadanya. Ia merasa ngeri melihat yang duduk di tengah kedua matanya telah berlubang dan tidak ada biji matanya lagi. Ia teringat bahwa orang itu adalah Pui Ki Cong. Yang duduk di sebelah kir i Ki Cong, mata kirinya juga buta dan itu tentulah Lauw Ti yang me mandang kepadanya dengan mata kanannya yang berputar-putar aneh, bukan mata orang yang waras otaknya. Yang duduk di sebelah kanan itu tentu Koo Cai Sun yang biarpun kedua matanya tidak buta, namun mukanya juga hancur dan kehilangan hidung, bibir dan telinga, seperti tengkorak hidup! melihat tiga orang itu, diam-dia m Cui Hong bergidik dan baru ia me lihat sendiri dan merasa betapa pembalasan sakit hatinya dulu itu me mang tera mat kejam. Dalam keadaan dendam sakit hati, ia seolah bukan manusia lagi, menyiksa tiga orang sampai sede mikian rupa sehingga kalau ia me mbunuh mere ka bertiga, kiranya tidak sekejam penyiksaan yang dilakukannya itu. Mulailah timbul perasaan penyesalan dalam hatinya yang sekarang dua orang perwira itu menyerahkannya kepada tiga orang manusia yang sudah berubah mukanya seperti iblis Itu. Tahulah ia bahwa nyawanya tidak mungkin tertolong lagi. Mereka mungkin akan me mba las dan menyiksaku seperti aku menyiksa mereka, pikir Cui Hong. Biarlah kalau demikian, me mang sudah sepantasnya dan ia akan me mbunuh diri begitu mendapat kese mpatan! Ia merasa heran mengapa tiga orang itu masih mau hidup dalam keadaan seperti itu!
Di antara tiga orang itu, hanya Koo Cai Sun yang kedua matanya masih utuh dan masih awas. Dia menga mati pe muda tampan yang terbelenggu kaki tangannya itu dan menegur. "Su-ciangkun dan Cia-ciangkun, mana Kim Cui Hong yang engkau janjikan akan dibawa ke sini itu? Ini seorang pe muda, bukan Nona Kim Cui Hong!"
"Ya, ini seorang pe muda, bukan iblis betina!" kata Lauw Ti yang me mandang dengan sebelah matanya yang berputar- putar.
"Hemm, benarkah itu, Ji-wi Ciangkun (Kedua Perwira)?" tanya Pui Ki Cong yang telah buta kedua matanya.
"Harap kalian pandang baik-baik! Ia adalah Kim Cui Hong yang menya mar sebagai seorang pe muda!" kata Su Lok Bu.
"Mana kami bisa keliru?" kata Cia Kok Han. "Penyamarannya me mang bagus, akan tetapi ia betul seorang gadis, yaitu Kim Cui Hong!" Cui Hong yang sudah bangkit duduk itu tiba-tiba menggunakan lututnya untuk meloncat sehingga ia dapat bangkit berdiri. Dengan sikap angkuh dan suara tegas ia berkata. "Pui Ki Cong, Lauw Ti, dan Koo Cai Sun, aku benar Kim Cui Hong. Aku telah ditangkap secara curang dan sudah berada dalam kekuasaan kalian bertiga. Mau bunuh, lakukanlah! Aku t idak takut mati!"
Mendengar suara ini, Pui Ki Cong berkata. "Benar, ia adalah Kim Cui Hong. Su-ciangkun dan Cia-ciangkun, tinggalkan ia di sini dan ji- wi (kalian berdua) datang lagi besok untuk menerima apa yang aku janjikan."
Su Lok Bu dan Cia Kok Han mengangguk dan mereka lalu pergi. Mereka merasa yakin bahwa gadis itu sudah tidak berdaya. Tak mungkin dapat melepaskan diri dari belenggu kaki tangannya. Biarpun tiga orang itu sudah tidak me miliki tenaga, namun mereka me mpunyai belasan orang pelayan yang juga menjadi pengawal dengan kepandaian yang cukup.
Agaknya Pui Ki Cong me nyadari akan kele mahan dia dan dua orang bekas pembantunya yang kini senasib dengannya, menjad i manusia yang jasmaninya seperti setan. Maka setelah dua perwira itu keluar, dia berseru me manggil dua orang kepala pelayan yang juga kepala pengawalnya.
"Bong Can dan Bong Lim, ke sinilah kalian!"
Pintu sebelah dalam ruangan itu terbuka cepat, menunjukkan bahwa dua orang itu sejak tadi memang siap menanti panggilan di belakang pintu. Mereka adalah dua orang kakak beradik, Bong Can berusia tiga puluh lima tahun dan Bong Lim berusia tiga puluh tahun. Kakak beradikini keduanya bertubuh tinggi besar dan sikap mereka gagah, wajah mereka juga cukup menarik. Hanya bedanya kalau Bong Can berkulit hitam, Bong Kun berkulit agak putih. Mereka adalah murid-murid Kun-lun-pai dan termasu k orang- orang gagah berjiwa pendekar. Tadinya mereka datang ke kota raja dari daerah selatan untuk me mbantu Kerajaan Beng dari ancaman orang Man-cu yang se makin berkembang. Ketika mendengar akan adanya pe mberontakan rakyat dipimpin oleh Li Cu Seng karena Kaisar dikuasai para Thaikam sehingga pemerintah tidak bijaksana dan para pembesar sebagian besar lalim dan korupsi, kedua orang murid Kun-lun- pai ini merasa ragu untuk me mbantu pe merintah. Maka ketika Pui Ki Cong mengundang mereka untuk menjadi pengawal pribadi dewi-kz, mereka menerima pekerjaan ini. Pertama, karena menjadi pengawal pribadi mer upakan pekerjaan wajar dan baik asalkan tidak mengha mbakan diri kepada pe mbesar atau hartawan yang menyuruh mereka melakukan kejahatan. Ke dua, mereka merasa iba sekali melihat keadaan Pui Ki Cong dan dua orang temannya yang harus mereka jaga. Tentu saja mereka ingin mengetahui mengapa tiga orang itu menjadi seperti itu dan Pui Ki Cong menceritakan bahwa mereka bertiga dianiaya oleh seorang iblis betina berna ma Kim Cui Hong. Dan dengan alasan takut kepada iblis betina itu kalau- kalau datang mengganggu lagi, ma ka dia minta kepada dua orang bersaudara itu menjadi pengawal pribadi yang me lindungi keselamatan mereka bertiga. Pui Ki Cong tentu saja merasa ma lu menceritakan sebab dari kemarahan Si Iblis Betina itu. Demikianlah, kedua saudara Bong ini menjadi pengawal pribadi Pui Ki Cong dan sudah berada hampir satu setengah tahun di gedung itu. Mereka merasa iba karena Pui Ki Cong berada di gedung hanya bertiga dengan dua orang senasib itu, tidak didekati keluarga karena keluarga tiga orang itu agaknya tidak ada yang mau mende kati mereka. Kedua orang bersaudara Bong menjad i kepala pengawal atau boleh juga disebut kepala pelayan di gedung itu, mengepalai delapan orang pelayan la in yang juga menjadi pengawal.
Ketika dua orang perwira, Su Lok Bu dan Cia Kok Han menghadap tiga orang majikan mereka me mbawa seorang teman, Bong Can dan Bong Lim sudah siap s iaga kalau-kalau tenaga mereka diperlukan, maka mereka sudah bersiap di belakang pintu. Begitu dipanggil, keduanya la lu me masu ki ruangan itu. Melihat keadaan ruangan agak gelap, tanpa diperintah Bong Can dan Bong Lim, segera mengha mpiri la mpu-la mpu la in dan akan menyalakan nya.
"Bong Lim, jangan nyalakan lampu itu, biar begini saja!" seru Pui Ki Cong karena biarpun dia tidak dapat me lihat, pendengarannya menjadi tajam dan dia dapat mendengar ketika Bong Lim me nghampir i meja la mpu. Bahkan langkah kaki Bong Lim juga dia dapat me mbedakan dari langkah kaki Bong Can atau orang lain.