Setelah me mbayar harga makanan, pemuda itu lalu diantar ke ru mah penginapan di belakang rumah ma kan itu. Seorang pelayan bagian rumah penginapan menya mbut dan menerima tamu itu dari tangan pelayan rumah makan. Pemuda itu diantar pelayan mendapatkan sebuah kamar yang bersih di bagian depan rumah penginapan, di atas loteng. Dari kamar tidurnya yang berada di depan tamu itu dapat melihat orang- orang yang berlalu lalang di atas jalan raya depan rumah makan. Memang dia sengaja me milih ka mar di bagian depan. Setelah ditinggalkan pelayan, dia me masuki kamar, menutup daun pintu, lalu duduk di dekat jendela luar dan me mandang ke arah orang-orang yang berlalu lalang di jalan depan rumah makan itu. Pe muda ta mpan itu me la mun.
Pemuda itu adalah Kim Cui Hong.
Ketika me mperkena lkan na manya kepada pelayan rumah penginapan untuk dicatat dalam daftar tamu, dia me mberi nama Ok Cin. Dulu ketika ia menuntut balas kepada musuh- musuh besarnya, ia pernah menggunakan na ma samaran Ok Cin Hwa. Sekarang, menyamar sebagai seorang pemuda, ia me ma kai na ma itu, hanya dikurangi huruf Hwa sehingga pantas untuk na ma pria. Ok Cin, Tuan Muda Ok Cin!
Kim Cui Hong ter menung. Hatinya merasa bingung juga menghadap i keadaan negara pada saat itu. Dahulu, ayahnya, yaitu mendiang Kim Siok, guru silat di dusun Ang-ke-bun, seorang yang berjiwa pendekar, selalu me mberi nasihat kepadanya agar dia me miliki tiga kebaktian. Berbakti kepada Thian (Tuhan) yang Maha Kuasa dengan cara hidup bersih, baik dan benar. Berbakti kepada orang tua dengan cara menghormat i dan menc inta serta merawat mereka, dan berbakti kepada negara, yaitu Kerajaan Beng! Kebaktian pertama sudah ia laksanakan, yaitu ia selalu berusaha agar perbuatannya selalu berada di pihak yang benar dan baik, tidak pernah melakukan kejahatan menuruti nafsu sendiri. Kemudian kebaktian kepada orang tua, tidak dapat ia laksanakan sepenuhnya karena ibunya telah meninggal dunia sejakia berusia lima tahun dan ayahnya tewas di tangan para penjahat yang telah ia balas se mua. Kini t inggal kebaktian frnkhir yaitu kepada Kerajaan Beng! Hal inilah yang me mbingungkannya. Ketika dulu ayahnya mengajak ia dan mend iang suhengnya yang menjadi tunangannya melarikan diri men inggalkan Ang-ke-bun, sebelum disusul para jagoan yang dikirim Pui Kongcu, ayahnya pernah menyatakan ketidak-senangan hatinya terhadap Kerajaan Beng karena kele mahan Kaisar yang menjadi boneka di tangan para pembesar lalim. Bahkan ayahnya berkata bahwa kalau mereka terus dikejar-kejar, lebih baik mereka bergabung dengan rakyat yang me mberontak terhadap kelalima n Kaisar.
Inilah yang me mbingungkan hatinya. Ia melihat ada tiga kekuasaan besar kini sedang bersaing dan siap untuk berperang me mperebutkan kekuasaan. Pertama, kekuasaan pemerintahan Kerajaan Beng di mana kaisarnya dikuasai oleh para Thaikam sehingga para pejabat sebagian besar me lakukan penyelewengan, tersesat dan korup. Kekuasaan kedua adalah Laskar Rakyat yang dipimpin Li Cu Seng, yang merupakan golongan pe mberontak yang paling besar dan terkuat. Adapun kekuasaan ke tiga dipegang oleh Panglima Besar Bu Sam Kwi yang mengepala i bala tentara yang besar jumlahnya dan kini berada di San-hai-koan. Ia harus berpihak mana kalau terjadi perang? Cui Hong termang u-mangu. la tahu bahwa tiga kekuasaan itu terdiri dari bangsa sendiri! Masing-masing tentu me mpunyai alasan sendiri dan mereka diri sendiri atau pihak sendiri benar. Kaisar merasa benar karena dia adalah kaisar, keturunan dari pendiri Dinasti Beng dan menganggap mereka yang menentangnya sebagai pemberontak. Pihak Li Cu Seng menganggap dirinya benar karena merasa sebagai pembela rakyat yang tertindas dan menganggap kaisar dan para pejabat lalim dan tidak bijaksana. Adapun balatentara yang dipimpin Bu Sam Kwi merupakan pihak ke tiga dan ia tidak tahu pasti panglima besar itu akan berpihak siapa, setia kepada Kaisar atau me mbantu para pe mberontak yang merasa berjuang de mi rakyat.
Cui Hong merasa bingung. Andaikata yang bertikai hanya dua pihak, yang pihak Kerajaan Beng menghadapi orang asing, Mongol atau Mancu, ia tidak akan ragu lagi. Pasti ia akan me mbe la Kerajaan Beng me lawan musuh. Akan tetapi sekarang, tiga kekuasaan itu adalah bangsa sendiri yang terpecah-pecah! Kalau terjadi perang antara kerajaan me lawan pejuang rakyat, akibatnya sama saja. Rakyat yang mender ita. Kalau kota raja dihancurkan pihak pejuang yang me mberontak, penduduk kota raja tentu mengalami kehancuran dan penderitaan. Sebaliknya kalau pihak pejuang pemberontak kalah, tentu laskar yang terdiri dari rakyat itu banyak yang tewas!
Ia lalu me mbayangkan kakak sepupunya, Kim Lan Hwa. Ia merasa kasihan kepada saudara sepupunya itu. Lan Hwa sebetulnya dapat hidup berbahagia sebagai selir Panglima Besar Bu Sam Kwi yang amat mengasihinya. Hal ini diakuinya sendiri oleh Lan Hwa, biarpun Lan Hwa pada dasarnya tidak me mpunyai perasaan cinta kepada Panglima Besar Bu. Bagaimanapun juga, ia dapat hidup mulia dan terhormat sebagai selir terkasih panglima itu. Akan tetapi sungguh sayang, kasih sayang panglima itu menimbulkan rasa iri dan cemburu da lam hati para isteri Panglima Bu sehingga akhirnya Lan Hwa dibenci oleh mereka se mua. Kini Kim Lan Hwa bersama Li Cu Seng, pemimpin pe mberontak! Apa yang akan terjadi dengan diri kakak sepupunya itu? Ia tentu sudah dianggap sebagai pe mberontak karena melarikan diri bersama Li Cu Seng. Dan bagaimana tanggapan Panglima Besar Bu Sam Kwi kalau dia mengetahui bahwa selir terkasihnya itu kini pergi bersa ma Li Cu Seng?
Akhirnya Cui Hong menga mbil keputusan untuk t idak me libatkan diri dalam per musuhan dan perang saudara. Lebih bebas hidup sebagai pendekar yang tidak me mihak karena ketiga kekuasaan itu masih sebangsa sesaudara. Ia hanya akan melanjutkan pendiriannya sejak dulu, yaitu me mihak orang-orang yang tertindas, menegakkan kebenaran dan keadilan, dan menentang orang-orang yang bertindak sewenang-wenang dan jahat, tidak perduli dari golongan mana orang itu! Setelah menga mbil keputusan ini, Cui Hong lalu mandi, bertukar pakaian, makan ma la m, dan tidur. Ia akan pergi me ninggalkan kota raja pada besok pagi, sebelum terlambat, karena kalau sudah terjadi perang tentu akan su lit baginya untuk keluar dari kota raja. Apalagi kalau ada orang yang mengenalnya sebagai wanita yang kemarin me mbantu pemimpin pemberontak Li Cu Seng, tentu ia akan dikejar- kejar.
Menjelang tengah malam Cui Hong tersentak bangun dari tidurnya. Ia mendengar suara r ibut-ribut di luar kamarnya. Cepat ia meniup padam la mpu kecil di atas mejanya dan me mbuka jendela, melihat keluar, ke arah jalan raya. Akan tetapi sudah sunyi di jalan itu, tidak ta mpak orang berlalu lalang. Akan tetapi suara itu terdengar di dalam rumah makan yang berada di depan rumah penginapan dan yang me mbuat ia terkejut dan heran adalah ketika mendengar suara senjata tajam beradu dan bentakan-bentakan marah diseling teriakan- teriakan kesakitan. Ada orang-orang berkelahi, pikirnya.
Maklum bahwa ada peristiwa penting mungkin keadaannya gawat, dia cepat membereskan pakaian penyamarannya sebagai seorang laki- laki, menggendong buntalan pakaiannya, lalu keluar dari kamarnya, terus menuju ke pintu besar bagian luar rumah penginapan setelah menuruni loteng. Pintu besar itu tertutup dan anehnya, ia tidak melihat seorang pun di rumah penginapan itu, tidak ada tamu, tidak tampak pula pelayan. Ia membuka daun p intu yang mene mbus ke ruangan rumah ma kan dan di bawah penerangan yang cukup ia me lihat perkelahian hebat. Ia melihat lima orang berpakaian pelayan dan lima orang la in berpakaian pedagang sedang mati- matian me lawan pengeroyokan puluhan orang perajurit! Ia merasa heran sekali. Lima orang pelayan itu, termasuk pelayan rumah makan dan pelayan rumah penginapan yang me layaninya tadi, ternyata kini me lawan dengan menggunakan pedang dan gerakan mereka cukup lihai! Ia berdiri bingung karena tidak tahu mengapa rumah makan itu diserbu perajurit. Ia tidak tahu urusannya dan tidak tahu pula siapa yang bersalah sehingga ia t idak ingin menca mpuri. Akan tetapi belum la ma ia berdiri di luar pintu belakang rumah ma kan itu, di bawah penerangan sebuah la mpu gantung, tiba-tiba terdengar bentakan nyaring.
"Nah, itu dia Si Iblis Betina!" Lima orang berloncatan mengepung Cui Hong dan dua orang di antaranya adalah Perwira Su Lok Bu dan Cia Kok Han! Cui Hong terkejut mengetahui bahwa rahasianya telah diketahui musuh dan keadaannya berbahaya sekali. Namun sedikit pun la tidak merasa gentar. Ketika Su Lok Bu yang berada paling dekat dengannya sudah menyerang dengan sepasang pedangnya, Cui Hong melompat ke kir i di mana terdapat ruangan yang lebih luas. Lima orang itu mengejar dan mengepu ngnya. Akan tetapi Cui Hong sudah cepat menyambar sebuah sapu bergagang panjang, mematahkan sapunya tinggal gagangnya saja yang terbuat dari kayu dan menggunakan gagang sapu sebagai senjata. Su Lok Bu menyerang dengan sepasang pedangnya, disusul Cia Kok Han yang menggerakkan golok besarnya menyerang pula, dibantu tiga orang perajurit yang masing-masing bersenjatakan golok. Namun Cui Hong tidak menjad i gentar. Ia mainkan senjata gagang sapu itu, diputar cepat dengan pengerahan tenaga sakti, tubuhnya berkelebatan cepat sekali. Terdengar suara berdentangan dan lima orang pengeroyokitu begitu tertangkis senjata mereka, merasa terkejut karena tangan mereka tergetar hebat. Lebih lagi tiga orang perajurit itu. Begitu terkena tangkisan, mereka terhuyung ke belakang.
Akan tetapi ketika para pelayan rumah penginapan Lok Thian bersa ma ta munya sudah roboh se mua, terluka dan tertawan, kini para perajurit ikut mengeroyok sehingga Cui Hong dikeroyok lebih dari dua puluh orang! Namun, sungguh hebat sepak terjang Cui Hong. Senjatanya yang amat sederhana itu menyambar-nya mbar dahsyat, berubah menjadi gulungan sinar yang a mat dahsyat sehingga sebentar saja, gulungan sinar tongkatnya itu telah berhasil merobohkan enam orang pengeroyok! Hal ini tidak mengherankan karena ia bersilat dengan ilmu silat aneh Toat-beng Koai-tung (Tongkat Aneh Pencabut Nyawa), yaitu ilmu andalan yang diwarisinya dari mendiang Toat-beng Hek- mo (Iblis Hitam Pencabut Nyawa).
Kebetulan Cui Hong me mbuat para pengeroyok menjadi jerih dan kepungan, menjadi agak longgar. Hanya Su Lok Bu dan Cia Kok Han yang masih mengeroyoknya dari jarak dekat, namun hujan serangan dua orang itu selalu terpental ke mba li ketika berte mu dengan gulungan sinar tongkat gagang sapu!
Tiba-tiba terdengar suara tawa bergelak dan muncullah seorang kakek tinggi beijar yang me megang sebatang cambuk hitu m, diikuti oleh delapan orang perajurit. Dia adalah Tung Kok yang telah dimintai bantuan. Tung Kok cepat datang ke rumah makan Lok Thian, diikuti delapan orang perajurit yang telah dia didik untuk men jadi pengawal dan pe mbantunya. Mendengar suara tawa ini, Su Lok Bu dan Cia Kok Han cepat mundur dan me mberi isarat kepada para perajurit untuk mundur me mbuat kepungan luas agar kakek andalan mereka itu dengan leluasa dapat menangkap Kim Cui Hong. Gadis itu kini berdiri berhadapan dengan Tung Ok, menata,1 tajam wajah kakek yang rambut dan jenggot kumisnya sudah putih semua itu. "He-he-he, Su-ciangkun, mana iblis betina cantik yang kau maksudkan itu? Di sini hanya ada seorang pemuda tampan!" kata Tung Ok.
"Lo-cian-pwe, pemuda itulah penyamaran Si Iblis Betina Kim Cui Hong yang kejam dan jahat, dan kini menjadi mata- mata pemberontak!" kata Su Lok Bu.
"Hati-hati, Lo-cian-pwe, ia lihai bukan main. Jangan sampai ia lolos!" kata pula Cia Kok Han.
"Heh-heh-heh, lolos dari tanganku? Tidak mungkin! Nona, engkau tentu, cantik sekali. Dalam pakaian pria pun engkau tampak ta mpan luar biasa. Nama mu Kim Cui Hong? Nama yang indah, sesuai orangnya. Nah, Kim Cui Hong, aku adalah Tung Ok Si Racun Timur dan se mua orang di dunia kang-ouw tunduk kepadaku. Maka, dengarlah, Kim Cui Hong, engkau harus tunduk pula padaku! Menyerah dan berlututlah!"
Cui Hong merasa betapa ada kekuatan aneh seolah me ma kfcanya agar ia menjatuhkan diri berlutut kepada kakek yang bernama Racun Timur itu. la sudah merasa betapa kedua kakinya gemetar. Tiba-tiba ia teringat akan nasehat gurunya, mendiang Toat-beng Hek- mo yang mengajarkan kepadanya bagaimana untuk menolak pengaruh sihir. Ia teringat bahwa ini tentulah kekuatan sihir yang dipergunakan kakek ra mbut putih itu kepadanya. Cepat ia lalu mengerahkan tenaga batinnya ia membiarkan tenaga sakti dari tan-tiat dibawah pusar bergulung ke atas dan me mperkuat perasaan hati dan pikirannya.
“Kakek siluman! Siapa mau menyerah kepadamu!" bentaknya.
Tung Ok menjad i marah sekali karena merasa malu. Di depan dua orang perwira dan puluhan perajurit itu dia dibuat ma lu karena sihirnya tidak dapat mempengaruhi gadis yang menya mar sebagai pria itu.
"Tidak bisa menangkap hidup-hidup, aku akan menang kapmu dalam keadaan mati!" bentaknya dan cepat kakek itu bergerak ke depan dan tongkat hitamnya menya mbar dahsyat sekali.
Cui Hong mengenal serangan yang sangat bahaya itu, maka ia cepat nenggunakan kecepatan gerakan dan keringanan tubuhnya untuk menge lak ke kir i.