"Ciong Goan-swe mengapa melaporkan hal sekecil itu seolah-olah perkara besar sehingga mendatangkan kegelisahan dalam hati Sri baginda Kaisar? Apa sih artinya pemberontakan se maca m itu? Se mua pe mberontakan dapat dihancurkan sela ma ini!"
"Akan tetapi, Sri baginda Yang Mulia, sekali ini anca man datang dari Laskar Rakyat yang dipimpin Pemberontak Li Cu Seng. Anak buah mereka itu ratusan ribu orang banyaknya!" bantah Jenderal Ciong.
"Maksud Ciong Goan-swe, ratusan ribu orang petani dan jembe l-je mbel yang kurang makan sehingga bertubuh kurus dan le mah! Mengapa harus khawatir? Bukankah kita me mpunyai balatentara yang cukup banyak dan kuat, juga kami me ndengar banyak pendekar yang siap me mpertahankan kerajaan dan kota raja?" bantah Thaikam Sue.
"Ciong Goan-swe." kini Kaisar berkata. "Kami percaya akan kema mpuan Goan-swe me mimpin pasukan. Kami me mer intahkan Goan-swe untuk menghancurkan para pemberontakitu!" Kaisar lalu me mberi tanda bahwa persidangan ditutup. Jenderal Ciong terpaksa kembali ke benteng dengan wajah mura m. Celaka, pikirnya. Air bah sudah merenda m tubuh sa mpai me ndekati leher, masih saja Kaisar tidak menyadari bahaya menganca m. Se mua ini gara- gara para Thaikam tolol yang berlagak pintar itu! Tidak ada lain ja lan bagi Jenderal Ciong sebagai seorang panglima yang gagah kecuali akan me mpertahankan kota raja mati- matian dan sampa i tit ik darah terakhir!
0odwo0
Su Lok Bu dan Cia Kok Han, pendekar Siauw-lim-pai dan Bu-tong-pai yang kini me njadi perwira pe mbantu Jenderal Ciong untuk me mbela Kerajaan Beng dari anca man pemberontak, juga merasa kecewa sekali. Akan tetapi kekecewaan mereka terutama sekali disebabkan mere ka tidak berhasil menangkap atau me mbunuh Kim Cui Hong. Dua orang ini menganggap Kim Cui Hong sebagai seorang wanita iblis yang teramat kejam dan jahat. Memang mereka telah mengetahui bahwa Pui Ki Cong, kepada siapa mereka tadinya mengha mba kan diri, telah melakukan kejahatan terhadap Kim Cui Hong, telah me mperkosa-nya. Juga jagoan-jagoan pembesar Pui, ter masuk Koo Cai Sun dan Lauw Ti. Akan tetapi, pembalasan Kim Cui Hong terhadap mereka bertjga me la mpaui batas perikemanusiaan, maka, setelah Kim Cui Hong dapat terbebas dari tangkapan mereka, bahkan mereka terpaksa melarikan diri karena munculnya banyak pengemis bertongkat hitam yang lihai, dua orang perwira itu lalu mengunjungi sebuah rumah besar yang terpencil di sudut kota.
Rumah itu besar dan kuno, tampak seram dan sunyi. Akan tetapi begitu Su Lok Bu dan Cia Kok Han memasu ki halaman gedung, dari tempat persembunyian muncul e mpat orang berpakaian seperti biasa dipakai para penjaga atau tukang pukul jagoan. Akan tetapi sikap garang mereka menghilang ketika dalam kere mangan senja itu mereka mengenal dua orang perwira yang datang. "Laporkan kepada Tuan Muda Pui Ki Cong bahwa kami berdua hendak Bertemu dan menya mpaikan berita penting sekali." kata Su Lok Bu.
Kepala jaga mengangguk dan dua orang perwira itu menunggu di pendapa ketika kepala jaga melapor ke dalam. Sebetulnya, Su Lok Bu dan Cia Kok Han sudah tidak me mbantu Pui Kongcu (Tuan Muda Pui) lagi, aKan tetapi me lihat keadaan bangsawan itu yang a mat menderita, terkadang mereka datang menjenguk, bahkan mereka mencarikan tabib yang terkenal pandai untuk merawat dan mengobati tubuh Pui Kongcu yang cacat. Mungkin karena merasa senasib, atau mengingat bahwa nasib dua orang anak buahnya yang juga dibuat cacat oleh Cui Hong itu setia kepadanya, Pui Kongcu bahkan menyuruh orang me mbawa Koo Cai Sun dan Lauw Ti ke gedung itu dan t inggal bersamanya. Mereka mendapat perawatan tabib yang pandai. Biarpun menjad i manusia caca, namun karena Pui Kongcu kaya raya, maka mere ka dapat terawat baik.
Tak la ma kemudian kepala jaga keluar dan me mpersilakan Su Lok Bu dan Can Kok Han masuk ruangan dalam. Cuaca sudah mula i gelaf dan la mpu-la mpu penerangan mulai dinyalakan sehingga ruangan dalam itu pun terang sekali karena ada lima buah la mpu besar meneranginya. Kalau saja dua orang perwira ini belum pernah melihat tiga orang yang berada di ruangan icu, tentu mereka akan bergidik dan merasa ngeri. Memang keadaan ruangan itu dan keadaan mereka menyeramkan sekali.
Ruangan yang luas itu sudah menyeramkan. Penerangan lima buah la mpu besar itu me mbuat semua yang berada di situ tampa k jelas. Dinding-dindingnya terhias lukisan dan tulisan indah. Pot-pot bunga setiap sudut menyegarkan, akan tetapi sutera-sutera putih yang bergantungan sebagai tirai jendela dan pintu, mendatangkan kesan menyeramkan, seperti ruangan berkabung karena ada kematian. Dan di tengah ruangan itu terdapat sebuah meja yang bundar dan lebar. Di belakang meja tampak tiga orang yang keadaannya amat mengerikan. Mereka se mua duduk di atas kursi roda. Mereka adalah Tuan Muda Pui Ki Cong, putera Kepala Jaksa Pui yang telah pensiun setelah dipenjara sela ma satu tahun, dan sekarang bekas jaksa itu yang masih kaya raya menjadi tuan tanah yang memiliki banyak rumah yang dia sewakan. Orang ke dua adalah Koo Cai Sun, dan yang ke tiga Lauw Ti. Dua orang ini dahulu merupa kan dua orang di antara Thian-cin Bu-tek Sa m-eng (Tiga Orang Pendekar Tanpa Tanding dari Thian-cin), bertiga dengan mendiang Gan Tek Un yang me mbunuh diri.
Pui Ki Cong sekarang berusia tiga puluh sembilan tahun, akan tetapi karena mukanya rusak, sukar ditaksir berapa usianya. Muka pemuda bangsawan yang dulunya tampan berkulit putih itu kini menyera mkan, seperti muka setan menakutkan. Seluruh tubuhnya ada bilur-bilur menghita m, bekas luka-luka sayatan yang diakibatkan cambukan ranting oleh Cui Hong. Kulit mukanya juga penuh luka-luka sayatan yang sudah sembuh tapi men inggalkan garis-garis menghita m. Sepasang matanya buta dan kosong karena kedua biji matanya sudah copot, bukit hidungnya hilang sehingga tampak berlubang, bibirnya juga hilang sehingga ta mpak deretan gigi saja, bahkan kedua daun telinganya juga hilang. Sungguh tidak mirip manus ia lagi dan kalau orang bertemu dengannya di jalan, orang itu tentu akan lari ketakutan! Semua ini masih dita mbah lagi dengan kelumpuhan kedua kakinya karena tulang-tulang kakinya hancur. Tadinya, tulang lengan dari siku ke bawah juga re muk, akan tetapi berkat kepandaian tabib, kini dia sudah dapat menggerakkan lagi kedua lengan dan tangannya, walaupun gerakannya kaku. Keadaannya sedemikian me nakutkan dan menjijikkan sehingga isteri-isterinya sendiri dan anak-anaknya pun merasa takut dan jijik mende katinya. Maka dia hidup terasing di dalam gedung pemberian orang tuanya itu, hanya dikelilingi pelayan- pelayan karena kegiatan apa pun yang dia lakukan, harus dibantu pelayan.
Koo Cai Sun berusia e mpat puluh e mpat tahun, akan tetapi juga tak seorang pun yang mengenalnya sembilan tahun yang lalu akan dapat mengetahui bahwa si muka setan ini adalah Koo Cai Sun! Keadaannya hampir sama dengan keadaan Pui Ki Cong. Kedua telinganya hilang, bukit hidungnya re muk dan kini hidungnya berlubang melompong, mulutnya juga tanpa bibir sehingga tampak giginya yang besar-besar dan ompong sebagian. Kedua lengan tangannya juga bentuknya bengko- bengkok akan tetapi sudah dapat digerakkan dan biarpun kedua kakinya tidak lumpuh, namun kedua ujung kaki, jari-jari kakinya habis terbakar sehingga terpaksa dia pun me ma kai bantuan kursi roda!
Orang ke tiga, Louw Ti berusia sebaya dengan Koo Cai Sun, sekitar e mpat puluh e mpat tahun. Juga mukanya cacat, mata kirinya buta karena biji mata itu pecah, dan matanya yang tinggal sebelah kanan Itu mempunyai sinar, yang aneh, sinar mata seorang yang miring otaknya! Dia menyeringai dan terkadang dia terkekeh, aneh dan mengerikan. Kedua tangannya juga cacat dan bahkan tangan kirinya buntung sebatas pergelangan. Kedua kakinya juga dahulu menga la mi patah-patah tulang akan tetapi kini telah dapat disembuhkan tabib walaupun yang kanan setengah lumpuh sehingga kalau berjalan dia harus beiipncat-loncatan dengan kaki kiri. Maka dia menggunakan kursi roda untuk dapat berjalan. Biarpun penderitaan jasman i Louw Ti tidak sehebat Pui Ki Cong dan Koo Cai Sun, namun penderitaan batinnya lebih hebat sehingga pikirannya terganggu dan menjadi setengah gila.