Rajawali Lembah Huai Chapter 68

NIC

“Paman Yatucin,” kata Bouw Kongcu yang sudah biasa menyebut Yauw-Ciangkun dengan sebutan paman dan nama aslinya, “sebetulnya apakah yang telah terjadi dengan saudara Shu Ta? Kami mendengar dari kakak Khabuli bahwa dia hampir saja ditangkap sebagai mata- mata! Bagaimana ini?”

Yauw-Ciangkun mengerutkan alisnya dan memendang kepada Khabuli. Dia memang mempunyai perasaan tidak suka kepada pemuda keponakan Menteri Bayan yang kadang- kadang bersikap congkak itu.

“Apa yang telah terjadi dengan Shu-Ciangkun? Banyak yang terjadi, akan tetapi dia telah berjasa besar. Kalau Khabuli-Ciangkun mengatakan bahwa dia hampir ditangkap sebagai mata-mata, hal itu hanya merupakan kesalah pahaman saja dan ternyata dia sama sekali bukan mata-mata.” Lalu dengan singkat Yauw-Ciangkun bercerita tentang semua peristiwa yang telah terjadi di dalam benteng dari lolosnya dua orang tawanan yang ditolong oleh si kedok hitam sampai munculnya si kedok hitam di kota Nan-king.

“Memang semula ada yang mencurigai Shu-Ciangkun, karena dialah yang menjadi komandan yang bertanggung hawab memeriksa kedua orang tawanan. Akan tetapi kemudian terbukti bahwa dia sama sekali tidak tersangkut dengan para pemberontak, bahkan dia telah berjasa melakukan pembersihan terhadap para pemberontak dan penjahat.” Yauw-Ciangkun mengakhiri keterangannya.

Kakak beradik itu saling pandang dan menghela napas lega. “Tentang jasa-jasanya, kami di kota raja sudah pula mendengarnya. Maka, ketika tadi kami mendengar dari kakak Khabuli, tentu saja kami menjadi terkejut sekali,” kata Bouw Mimi, kini melirik ke arah kakak misan itu dengan cemberut.

“Ahh, adik Mimi, akupun tadi hanya mengatakan bahwa Shu-Ciangkun hampir ditangkap sebagai mata-mata, bukan sudah ditangkap. Kemudian ternyata dia bukan mata-mata dan bahkan berjasa, tentu saja akupun ikut merasa gembira. Bagaimanapun juga, dia telah bekerja untuk pemerintahan kita, bukan?”

Kakak beradik itu tidak menanggapi, apa lagi pada saat it, Shu Ta muncul di pintu ruangan. Melihat kakak beradik yang menjadi sahabat-sahabatnya itu, tentu saja Shu Ta merasa girang sekali dan cepat dia memberi hormat secara militer. Kakak beradik itu memandang panglima muda itu dengan sinar mata penuh kagum. Memang Shu Ta yang bertubuh kekar itu nampak gagah bukan main, apa lagi kumis dan jenggot orang muda ini yang tumbuh lebat, terpelihara dengan baik, membuat dia nampak gagah berwibawa.

“Saudara Shu Ta, engkau kelihatan gagah sekali!” seru Mimi dengan suara lantang dan ia nampak gembira sekali. Sungguh seorang gadis luar biasa, pikir Shu Ta. Begitu jujur dan terbuka, begitu polos.

“Ah, Mimi, jangan sebut dia saudara lagi. Dia sekarang adalah seorang panglima. Betul tidak, Shu-Ciangkun?” kata Bouw Ku Cin dengan wajah berseri. Dia ikut merasa bangga bahwa Shu Ta yang dipercayanya itu ternyata memegang janji dan tidak menimbulkan kekacauan di Nan- king, bahkan berjasa menenteramkan kota itu.

“Bouw Kongcu, dan Bouw Siocia, aku masih tetap Shu Ta yang dahulu. Kuharap pakaian ini tidak akan menyilaukan dan mendatangkan perubahan pada diriku,” kata Shu Ta dengan sikap bersungguh-sungguh.

Yauw-Ciangkun mempersilahkan semua orang masuk dan duduk di ruangan yang biasa dipergunakan untuk mengadakan rapat penting, kemudian dia bertanya kepada kakak beradik itu. “Kongcu dan Siocia, jauh-jauh dari kota raja datang ke sini, apakah sekedar untuk pesiar, ataukah mempunyai urusan penting yang akan disampaikan kepadaku?”

“Paman Yatucin, kami diutus oleh ayah untuk membicarakan urusan penting dengan paman,” kata Bouw kongcu.

Yauw-Ciangkun memandang pemuda itu dengan wajah berseri. Menerima pesan dari Menteri Bayan merupakan suatu kehormatan besar yang tinggi nilainya, hanya kalah oleh kehormatan yang didapatkan kalau ada pesanan istimewa dari Kaisar! Dia mengerling ke kanan kiri, lalu bertanya. “Bouw Kongcu, pesan itu akan disampaikan secara pribadi dan empat mata sajakah, atau...”

“Ah, ini adalah urusan negara, paman. Tentu saja Shu-Ciangkun dan kakak Khabuli boleh ikut mendengarkan, bahkan dapat pula ikut memperbincangkan karena tugas negara merupakan tugas kita bersama, bukan?”

Mereka duduk menghadapi meja besar dan setelah seorang petugas atas perintah Yauw- Ciangkun mengeluarkan minuman dan makanan kecil, mereka mulai mengadakan percakapan dengan pintu tertutup.

“Paman Yatucin, pesan ayah yang harus kami sampaikan kepada paman ini merupakan hasil keputusan yang telah disidangkan di istana dan merupakan perintah Sribaginda Kaisar melalui ayah.”

Yauw-Ciangkun dengan tegak mengambil sikap hormat dan berkata tegas, “Saya siap melaksanakan perintah dengan penuh ketaataan dan kesetiaan!”

Setelah semua orang mendengarkan dengan penuh perhatian, Bouw Kongcu menceritakan pesan yang harus disampaikannya kepada Yauw-Ciangkun. Pergolakan di daerah selatan telah didengar oleh Kaisar dan setelah menerima laporan-laporan, kaisar lalu mengadakan pertemuan-pertemuan dengan para menteri, panglima dan penasihat untuk membicarakannya. Akhirnya diambil keputusan untuk menghadapi pergolakan itu dengan cara lain seperti yang biasa ditempuhnya.

“Pemberontakan-pemberontakan kecil itu terjadi di mana-mana, dilakukan oleh kelompok- kelompok kecil pemberontak dan dasar pemberontakan itu bermacam-macam. Ada yang didorong oleh ketidak puasan, ada yang didorong oleh ambisi untuk keuntungan pribadi, ada karena sakit hati terhadap sebagian pembesar yang menyalah gunakan kekuasaan dan bertindak sewenang-wenang terhadap rakyat, dan sebagian kecil ada pula yang memang memiliki cita-cita membebaskan tanah air dan bangsa dari penjajahan, “ demikian antara lain Bouw Kongcu menyampaikan pesannya. Dia lalu melanjutkan apa yang menjadi inti pesan ayahnya itu, “Membasmi pemberontakan-pemberontakan itu secara kelompok-kelompok tidak akan banyak hasilnya. Karena gerombolan itu banyak sekali dan kalau yang satu dibasmi, akan muncul gerombolan yang lain. Dan makin lama, para pemberontak akan menjadi semakin ganas karena ditambah lagi oleh dendam yang disebabkan kematian rekan- rekan mereka. Oleh karena itu, harus dilakukan cara lain, yaitu membiarkan kelompok- kelompok itu tumbuh dan hidup, akan tetapi mengusahakan agar mereka menjadi kelompok yang tidak memusuhi pemerintah dengan jalan mendekati dan membaiki mereka, kalau perlu memberi sumbangan, juga agar pemerintah di Nan-king dapat mendekati dan menarik para tokoh kang-ouw untuk mendaptkan dukungan mereka.

“Ayah, dengan persetujuan Sribaginda, mengutus kami untuk menyampaikan semua ini kepada paman Yatucin, dan kami berdua juga ditugaskan untuk sementara tinggal di Nan-king membantu usaha paman. Kami berdua bukan orang peperangan, maka kami hanya mampu bekerja kalau usaha itu untuk mencapai perdamaian dan ketenteraman.”

Yauw-Ciangkun mengangguk-angguk, demikian pula Shu-Ciangkun. Bahkan Shu Ta diam- diam terkejut dan bingung. Kalau siasat pendekatan itu dilakukan, maka hal itu memang akan dapat melemahkan para pejuang! Apa lagi kalau pemerintah tidak menunjukkan permusuhan, tidak mengejar-ngejar, bahkan bersikap baik dan mengulurkan tangan, membantu dengan uang untuk memakmurkan kehidupan mereka. Dia tahu betapa ampuhnya pengaruh uang, dapat melumpuhkan semangat perjuangan! Bahkan dia tahu pula bahwa andai kata sejak dahulu pemerintah bersungguh-sungguh mengusahakan kemakmuran dan ketenteraman bagi rakyat jelata, mungkin tidak akan ada perasaan benci dalam hati rakyat terhadap penjajah.

Perlawanan yang timbul dari rakyat adalah akibat dari ada penindasan, penekanan dan kehilangan kemerdekaan.

“Saya girang sekali mendengar keputusan itu, Bouw Kongcu. Sesungguhnya, kamipun sudah menuju ke arah pendekatan, yaitu dengan cara merangkul kelompok yang tidak memusuhi kita bahkan yang suka membantu kita. Dan ada cara yang paling teppat untuk melaksanakan rencana itu, yaitu nanti apa bila dunia kang-ouw mengadakan pemilihan Beng-cu (pemimpin rakyat), kita usahakan agar yang diangkat menjadi Beng-cu seorang tang dapat diajak bekerja sama. Kalau sekarang kita mulai berusaha, mendekati tokoh-tokoh, mengirim hadiah, tentu kelak dalam pemilian, kita dapat mengarahkan agar yang dipilih adalah seorang yang tidak memiliki watak anti pemerintah.” Mereka lalu mengadakan perundingan. Terpaksa Shu Ta ikut pula memberi sumbangan pemikiran untuk mendukung tokoh yang tidak menentang pemerintah agar menjadi Beng-cu. Mereka lalu merundingkan siapa kiranya tokoh yang dapat mereka harapkan untuk membantu pemilihan Beng-cu yang pro pemerintah.

“Saya mempunyai seorang sahabat, tokoh kang-ouw yang sepenuhnya dapat dipercaya. Nama besarnya di dunia kang-ouw juga merupakan jaminan. Andai kata ia sendiri tidak dapat dijagokan, setidaknya ia dapat mempengaruhi yang lain untuk memilih calon yang kita setujui. Nama besarnya terkenal di sepanjang Jang-kiang,” kata Khabuli.

“Bagus, siapa tokoh itu, Khabuli-Ciangkun?” tanya Yauw-Ciangkun.

“Siapa lagi kalau bukan Jang-kiang Pang-cu (ketua Jang-kiang pang) yang terkenal di dunia kang-ouw sebagai Jang-kiang Sianli (Dewi Sungai Panjang), yang amat lihai.”

“Dan siapa kiranya yang dapat dijagokan di sini, paman Yatucin?” tanya Bouw Mimi.

“Kami telah mempunyai beberapa orang jagoan. Pertama adalah suami dari adik misan ketua Hek I Kaipang. Tokoh ini bekas hwesio yang bernama Bouw In, ilmu silatnya tinggi dan diapun bukan dari golongan sesat. Dia suka membantu karena selain dia merupakan ipar dari ketua Hek I Kaipang, juga dia guru puteri ketua itu. Selain bekas hwesio itu, juga ada sepasang suami isteri yang sudah kakek nenek namun mereka lihai dan dapat menjadi pendukung yang kuat. Mereka adalah suhu dan subo ketua Hek I Kaipang yang terkenal dengan julukan Huang-ho Siang Lomo.”

Posting Komentar