, ..?"
"Goei Han Siang tewas dalam pertempuran mengganyang orang-orang Hong bie pang cabang Tong kiong tin, juga Goei Han Seng; sedangkan Tio sieko telah menikah dengan Lie kouwnio....." si pengemis muda Boe Hong Giap yang ganti memberikan penjelasan.
Si pengemis tua Cun Thong Han manggut manggut sambil bersenyum, sementara Tio Tiang Cun kelihatan bermuka merah.
Mendekati waktu subuh, mereka yang melakukan perjalanan sambil bercerita itu tiba disuatu desa, dimana mereka beristirahat sambil makan bubur ayam; setelah itu mereka meneruskan perjalanan mereka langsung menuju kota Soan hoa.
Dilain pihak, untuk mengetahui sebab sebab yang membikin si mahasiswa muda berbaju putih Kiang Cun Gee berkumpul didalam kota Soan hoa, bersama kedua saudara seperguruannya serta beberapa orang pendekar muda lainnya, maka perlu kita ikuti perjalanan pemuda Coa Giok Seng yang menjadi kakak seperguruan ketiga dari Pouw Keng Thian, dan perjalanan pemuda Coa Giok Seng ini adalah untuk menunaikan tugas dari seorang gurunya, yang memerintahkan dia menolong seseorang yang sedang menjadi tawanan pihak orang orang Hong bie pang di kota Soan hoa.
Seseorang yang sedang ditawan pihak orang orang Hong-bie pang itu bernama Lim Hwat Bie, terhitung masih kakak misan dari Coa Giok Seng; sebab ibunya Coa Giok Seng (almarhum) dengan ibunya Lim Hwat Bie merupakan kakak beradik.
Gurunya Coa Giok Seng ini mengetahui perihal kejadian penahanan ini dari seorang temannya yang bernama Wie Keng Siang, dan Wie Keng Siang ini sudah mendahului berangkat ke kota Soan hoa setelah dia menulis surat buat gurunya Coa Giok Seng; sehingga gurunya Coa Giok Seng memerintahkan supaya cepat-cepat menyusul ke kota Soan hoa mengingat antara Coa Giok Seng dengan Lim Hwat Bie masih bersaudara misan.
Coa Giok Seng tiba dikota Soan hoa tetapi dia tidak dapat segera menemukan Wie Keng Siang, sebab pemuda itu tidak mengetahui dimana Wie Keng Siang menginap; lagipula dia tidak mengetahui dimana dan oleh pihak mana Lim Hwat Bie ditawan, sebab didalam suratnya itu Wie Keng Siang tidak mencantumkan nama Hong bie pang yang menahan Lie Hwat Bie.
Bagi pemuda Coa Giok Seng, kota Soan hoa merupakan kota yang sudah dua kali dia kunjungi. Dahulu untuk yang pertama kalinya dia singgah dikota Soan hoa, dia terlibat dalam satu pertempuran karena dia menolong seseorang yang sedang menghadapi gerombolan seorang okpa (tuan- tanah) yang ganas.
Kota Soan hoa yang sekarang dia lihat, sudah banyak mengalami perobahan, terutama akibat banyaknya perpindahan orang orang cina dari wilayah utara, dan mereka umumnya menyeberang keselatan melalui kota Siang-yang yang menjadi kota perbatasan antara Tiongkok selatan dan Tiongkok utara.
Segera setelah memasuki kota Soan hoa maka Coa Giok Seng mencari sebuah rumah penginapan, sementara diluar tahunya, seseorang telah melihat dia waktu dia memasuki rumah penginapan itu dan seseorang itu tidak menemui dia, sebaliknya orang itu cepat-cepat pergi dan menghilang ditengah kesibukan orang banyak.
Petang harinya Coa Giok Seng menerima sepucuk surat yang katanya dibawa oleh seorang pedagang bakso dan si pedagang bakso itu katanya sudah pergi lagi; sebelum Coa Giok Seng sempat menemui. Surat itu ternyata dari seseorang yang mengaku bernama Ong Sin Kian dan Ong Sin Kian ini justeru adalah orang yang pernah ditolong oleh Coa Giok Seng waktu dulu terjadi Ong Sin Kian dikepung oleh pihak si okpa yang ganas.
Didalam suratnya itu Ong Sin Kian mengatakan bahwa secara kebenaran dia melihat kedatangannya Coa Giok Seng dikota Soan hoa, namun dia mengatakan penyesalannya karena adanya sesuatu hal yang sangat gawat, yang menyebabkan dia tidak berani menemui Coa Giok Seng dirumah penginapan, sebaliknya dia mengharapkan Coa Giok Seng menemui dia malam itu sebelum pukul delapan, disuatu tempat yang memang sudah tidak asing lagi buat Coa Giok Seng.
Kebiasaan Coa Giok Seng adalah berlaku hati-hati dalam menghadapi berbagai macam masalah, disamping dia berjiwa ksatrya yang tidak kenal rasa takut.
Coa Giok Seng tidak mengetahui entah apa gerangan yang membikin Ong Sin Kian takut menemui dia dirumah penginapan. Hal ini benar-benar merupakan suatu kecurigaan buat Coa Giok Seng, sehingga terpikir olehnya; kalau-kalau bukan Ong Sin Kian yang menulis dan mengirim surat itu, akan tetapi justeru adalah pihak musuh yang hendak memasang perangkap buat menangkap dia.
Namun demikian Coa Giok Seng memutuskan akan pergi ketempat yang dijanjikan sesuai dengan surat yang dia terima.
Sejak Coa Giok Seng akan keluar meninggalkan rumah penginapan, ternyata dia sudah diikuti oleh seseorang; dan seseorang itu adalah seorang pengemis setengah baya, bertubuh kurus tapi cukup gesit gerak tubuhnya. Coa Giok Seng membiarkan dirinya yang diikuti oleh sipengemis itu, sementara didalam hati dia berpikir bahwa dia tidak pernah bermusuhan dengan pihak orang-orang "Kay pang" (persekutuan orang orang gelandangan) yang waktu itu sedang 'dimusuhi' oleh pihak pemerintah bangsa Mongolia. Atau mungkinkah pengemis itu merupakan pihak musuh yang sengaja melakukan penyamaran ?
Sengaja Coa Giok Seng tidak memilih jalan yang langsung menuju ketempat yang dijanjikan, akan tetapi dia mengambil jalan yang memutar memilih beberapa tempat yang ramai namun si pengemis itu dengan lincah dapat terus mengikuti, menerobos arus orang-orang yang berlalu lintas; sampai disuatu tempat yang merupakan pusat tempat perjalanan, si pengemis itu menghilang dari pandangan mata Coa Giok Seng.
Sebagai gantinya, seorang penjual bakso kelihatan mengikuti Coa Giok Seng, kearah mana saja pemuda itu menuju; sehingga perbuatan penjual bakso itu dapat diketahui oleh Coa Giok Seng.
Penjual bakso itu sudah tua usianya, sedikit lebih tua dari si pengemis yang mengikuti Coa Giok Seng tadi. Penjual bakso itu botak kepalanya, memakai pakaian serba hitam yang kumal dan kelihatan noda-noda debu bercampur keringat; memikul barang dagangannya dengan kaki memakai sepatu rumput yang ringan. Suaranya melengking pada waktu dia berteriak menawarkan barang dagangannya, padahal sebenarnya perhatian dia pusatkan kepada orang yang sedang dia ikuti.
Langkah kaki Coa Giok Seng membawa dia kearah suatu kuil, dimana pada malam itu kebenaran sedang ramai karena banyak orang, oleh karena malam itu merupakan malam pertama kuil itu dibuka untuk umum; adalah merupakan suatu kuil yang baru selesai dibangun, dan sebagai gantinya dari kuil lama yang letaknya terpisah tidak terlalu jauh dari kuil yang baru itu.
Penjual bakso itu kemudian kian mendekati, sampai dia jalan berdampingan dengan Coa Giok Seng, dan pemuda ini sudah siap siaga untuk menghadapi sesuatu serangan mendadak; namun si penjual bakso itu justru menyapa, menawarkan barang dagangannya.
"Tidak, perutku masih kenyang .." sahut Coa Giok Seng kepada si penjual bakso, tetap dengan sikap waspada.
"Bukankah aku sedang bicara dengan Coa Siang kong
..?” si penjual bakso yang bicara lagi; menyimpang dari
maksud menjual barang dagangannya.
Bagi Coa Giok Seng, memang dia sudah teringat dengan kata pelayan tempat penginapan, bahwa surat yang dia terima berasal dari seorang penjual bakso. Akan tetapi Coa Giok Seng belum mengetahui, entah siapa dan dari pihak mana si penjual bakso yang mengetahui namanya itu.
"Benar ...." sahut Coa Giok Seng yang lalu meneruskan perkataannya : " .. bukankah kau yang membawa surat petang tadi ...?”
"Hendaklah Coa Siangkong mendatangi kuil yang lama, yang sudah tidak dipakai lagi dan siangkong masuk dari pintu sebelah belakang..." kata si penjual bakso; dan jawabnya itu sekaligus merupakan pengakuan bahwa memang benar dia yang membawa surat tadi.
“Siapakah yang akan aku jumpai disana.....?" sengaja
Coa Giok Seng bertanya.
"Seorang sahabat lama, singkong tentu belum lupa dengan nama dia, dan dia sekarang menjadi menentukan meskipun puteriku sudah binasa, tidak lama setelah mereka menikah." "Baiklah, aku akan kesana ..." kata Coa Giok Seng, namun dia memerlukan mengawasi sekeliling tempat itu, untuk memastikan kalau kalau sipengemis masih mengikuti dia.
Si pengemis itu tetap tidak terlihat lagi, dan Coa Giok Seng sudah mulai memisah diri dari kelompok orang banyak; mengikuti langkah kakinya menuju ketempat yang semakin sepi, sampai kemudian dia tiba dikuil tua yang gelap tanpa ada lampu penerangan, karena memang sudah tidak digunakan lagi. Coa Giok Seng menuju kebagian belakang dari kuil tua itu, sesuai seperti yang mereka beritahukan; dan dengan memakai kakinya dia mendorong pintu yang ternyata tidak dikunci. Tangan kanannya siap pada gagang golok yang dia pegang ditangan kirinya waktu dia memasuki kuil tua yang gelap itu.
Hanya satu kegelapan yang meliputi bagian dalam dari kuil tua itu. Coa Giok Seng merapatkan punggungnya pada dinding tembok yang dingin, sambil dia membiasakan matanya untuk berada diruangan yang gelap itu sementara hidungnya sempat mencium bau arak bercampur dengan bau keringat seseorang !
"Coa Hiantee, aku tahu kau memang pasti datang. Apa kabar dengan kau.....?” demikian terdengar seseorang menyapa Coa Giok Seng; dan pemuda itu masih ingat dengan suara itu, suara Ong Sin Kian yang dulu pernah dia tolong.
Dengan matanya yang sudah mulai terbiasa didalam ruangan yang gelap itu, maka Coa Giok Seng melihat Ong Sin Kian duduk disuatu sudut, sementara diatas meja tua yang sudah rusak, terdapat guci tempat arak.
"Ong heng, rupanya kau sudah mulai mabok ..." "Benar hiantee, saat ini hanya arak yang menjadi temanku. Hanya arak menjadi tempat pelarianku dari segala derita yang selalu mengejar aku...." sahut Ong Sin Kian dengan suara hampa, seperti orang yang sedang berputus asa.
Coa Giok Seng kian mendekati tempat Ong Sin Kian duduk. Dilihatnya orang yang pernah ditolongnya itu sangat berbeda dengan waktu pertama kali mereka berkenalan. Ong Sin Kian yang sekarang tidak terawat lagi rambut dan kumisnya, yang tumbuh secara tidak teratur; sedangkan tubuhnya jauh menjadi kurus, hilang segala sifat kegagahannya.
"Coa hiante, sejak kepergian kau dulu, hidupku mengalami masa masa gelap penuh kesukaran. Aku menyesali diriku yang tidak memiliki ketabahan untuk hidup merantau. Sebaliknya aku terpaksa bekerja dengan Ma Tay Him, si okpa yang dulu kita tempur, dan Ma Tay Him yang sekarang benar-benar bagaikan seekor raksasa yang bertambah sayap, bertambah mengganas menyebar kekejaman dan kebuasan ..."
"Tetapi apa yang menyebabkan Ong heng kesudian untuk bekerja sama dia...?" tanya Coa Giok Seng dengan suara yang mengandung penasaran bercampur tidak mengerti.
"Panjang untuk mencerita hal-hal itu, akan tetapi saat ini tidak ada kesempatan buat aku menceriterakan padamu. Aku diintai karena dicurigai, namun aku merasa perlu menemui kau, sebab ada sesuatu yang amat penting buat kau, dan kau adalah satu-satunya sahabatku ..."
Ong Sin Kian menunda perkataannya karena dia terbatuk, dan batuk itu agaknya merupakan suatu penyakit yang sudah lama dia derita. "... kau kembali datang kekota ini tentu karena mendapat berita tentang seseorang yang bernama Lim Hwat Bie, yang menjadi tawanan pihak musuh, benarkah begitu...?”
Coa Giok Seng hanya manggut membenarkan dan Ong Sin Kian yang bicara lagi:
"Dan kalau hiantee ingin mengetahui pihak musuh itu, justeru adalah Ma Tay Him dengan gerombolannya ..."
Sekali lagi Ong Sin Kian harus menunda perkataannya karena batuknya.
"... patutlah hiantee ketahui bahwa kedatangan kau ke kota ini, memang sudah diatur dan menjadi siasatnya Ma Tay Him.”
Sejenak Ong Sin Kian menghentikan perkataannya buat dia mengawasi sahabatnya. Agaknya dia merasa puas melihat Coa Giok Seng kelihatan terkejut heran, dan setelah itu baru Ong Sin Kian menyambung perkataannya:
"... oleh karena Lim Hwat Bie menentang kegiatan Hong-bie pang, maka dia ditangkap dan dibuang ke pulau Hay-ciu, diseberang kota Soan hoa yang menjadi tempat orang orang buangan atau orang hukuman pihak pemerintah bangsa Mongolia. Kemudian Ma Tay Him mengetahui bahwa tawanannya itu merupakan kakak misan dari kau, oleh karena itu dia membiarkan seseorang membawa berita buat kau, dan mengharapkan kau akan datang ke kota Soan hoa. "
"Kabar itu tidak langsung buat aku, akan tetapi buat seorang sahabat di kota Cin an yang sudah mendahului berangkat ke kota ini ..." kata Coa Giok Seng, selagi Ong Sin Kian menunda lagi perkataannya karena batuknya.
"Bagus kalau begitu; sebab artinya kau tidak seorang diri; kau bahkan perlu mencari bantuan banyak kawan-kawan buat membasmi Hong bie pang, kalau mungkin sampai ke pusatnya; disamping itu Ma Tay Him sangat dendam terhadapmu karena golokmu masih meninggalkan tanda cacad pada mukanya yang sebelah kiri "
Secara tiba tiba Ong Sin Kian menghentikan perkataannya. Kali ini bukan karena dia terbatuk, akan tetapi karena mendengar suara yang tidak wajar; seperti yang juga didengar oleh Coa Giok Seng.